Wednesday, January 30, 2013

Waspada Puncak Musim Penghujan:


Waspada Puncak Musim Penghujan:

AWAS.... DBD MENGANCAM KITA !!
Tri Astuti Sugiyatmi*

Isu-isu tentang perubahan iklim (climate change) akibat proses pemanasan global  (global warming) cukup mengemuka dalam beberapa waktu ini. Beberapa bidang kehidupan diyakini akan terkena dampaknya. Bidang lingkungan hidup termasuk di dalamnya adalah   sumber daya air serta bidang kesehatan  juga menjadi salah satu bidang yang cukup  rentan terkena perubahan iklim ini.
Tarakan, Sebagai kota pulau tentu juga  harus mulai mengantisipasi peristiwa yang sekarang  menjadi perhatian seluruh dunia ini. Tarakan dikatakan oleh orang awam “tidak ada musim” yang menggambarkan tidak ada batas yang tegas antara musim kemarau dan penghujan sebagaimana laiknya di berbagai pulau besar seperti pulau Jawa.  Ternyata,  dari sebuah studi yang berdasarkan dari data pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) bersama dengan Pemkot Tarakan  pada tahun lalu yang didukung oleh GIZ serta AusAID  menyatakan  dalam kaitannya dengan curah hujan maka Tarakan mempunyai  dua kali puncak hujan yaitu sekitar April dan November dengan rata-rata curah hujan sekitar 310 mm per bulan.  Di samping itu temperatur udara rata-rata kota Tarakan yang  sekitar 26,90C dengan variasi kurang dari 10C.
Dengan curah hujan dan temperatur yang sedemikian rupa maka kota kita menjadi  rentan dengan  beberapa penyakit yang mengancam. Penyakit yang seringkali dipengaruhi oleh perubahan  pada keadaan iklim yaitu suhu dan curah hujan adalah penyakit demam berdarah dengue (DBD), malaria serta diare.

Ancaman DBD
Khusus untuk penyakit DBD yang sering memakan korban jiwa  dalam beberapa tahun terakhir, dengan hampir seluruh kelurahan dalam  situasi yang endemis  (selama 3 tahun berturut-turut selalu ada kasus DBD di wilayahnya)  maka  tidak ada salahnya mulai sekarang kita mulai menginventarisir permasalahan yang ada di lingkungan masing-masing. Terkait dengan hal tersebut maka yang bisa dikerjakan secara dini dan dalam jangka panjang adalah memastikan bahwa lingkungan rumah aman dari bahaya DBD ini.
Wilayah pesisir dengan jumlah penduduk yang cukup padat dengan cakupan air bersih yang kurang mencukupi dianggap  mempunyai risiko yang cukup tinggi terhadap penyakit ini.  Kita bisa maklum karena dengan padatnya penduduk maka otomatis kebutuhan air akan meningkat sehingga daerah yang belum teraliri pipa PDAM maka akan berusaha untuk menampung air hujan sebanyak mungkin di berbagai tempat penampungan.  Nah, ternyata bahwa tempat penampungan air (TPA) inilah yang menjadi salah satu “Surga” bagi perindukan nyamuk Aedes aegypty sebagai penyebab DBD.
Nyamuk  ini akan bertelur di air yang  tidak berhubungan dengan tanah yang tidak tertutup. Telur ini akan menjadi jentik dan berubah jadi pupa dan akan kembali menjadi nyamuk kembali dalam waktu sekitar 1-2 minggu. Sehingga memang dapat dipahami bila hasil studi ini  memprediksikan bahwa akan terjadi  kenaikan angka DBD pada tahun-tahun mendatang  menjadi sebuah ancaman yang sudah ada di depan mata, saat ini juga menghadapi April sebagai puncak musim hujan.
Selama ini angka bebas jentik (bukan bebas nyamuk !!)  di kota Tarakan masih  cukup rendah. Hanya berkisar  sekitar  atau bahkan kurang dari 50 % saja. Artinya bila kita memeriksa 100 rumah maka rumah dengan bebas jentik hanya berkisar 48 tempat saja . Padahal kabarnya di Singapura ABJ nya mencapai 90 %.  Maka tentu saja menjadi sesuatu yang “wajar” bila DBD menjadi endemik di Tarakan.
Strategi Adaptasi
Menghadapi hal tersebut maka  dibutuhkan suatu strategi dan kegiatan adaptasi dalam  menghadapi ancaman DBD yang sampai sekarang tidak ada obat dan vaksinnya ini. Sebenarnya untuk menaikkan  ABJ  tidak terlalu sulit. Hanya dibutuhkan ketelatenan dan konsistensi yang tinggi yang tinggi. Maka dibutuhkan   upaya kerjasama yang tidak bisa hanya dikerjakan oleh orang kesehatan sendiri seperti rekomendasi dari hasil studi ini juga.
Para pengelola kantor atau gedung baik tempat umum harus ikut peduli dengan kondisi ini.  Diharapkan pada gedung kawasan bisnis (pasar, pusat perbelanjaan), tempat umum lain seperti pelabuhan, bandara, hotel, restoran, sekolah, gedung perkantoran harusnya sudah mulai care dengan tempat penampungan air yang ada di  gedungnya. Sering kita dapati kamar mandi di tempat-tempat tersebut  terisi air  sekaligus jentik, yang menandakan aktivitas pembersihan tidak dirutin dikerjakan  minimal dalam 1-2 minggu itu.
Begitu juga rumah tangga yang juga mempunyai tempat penampungan air seperti profil tank, dispenser, penampungan air di belakang kulkas,  vas bunga, gentong air dan drum seringkali juga menjadi tempat yang luput dari pemeriksaan jentik.
Tingginya angka konsumsi terhadap makanan kemasan  menyebabkan sampah  seperti  botol, kaleng, beserta  wadah  plastik yang berserakan yang terbuka  akan  dapat menampung air hujan  juga menjadi  tempat perindukan nyamuk yang punya ciri-ciri hitam  berbintik putih ini.
Fogging dan  Larvasidasi Sebelum  Masa Penularan
Kegiatan lain seperti fogging selama ini yang sering kali dianggap sebagai “tindakan nyata” terhadap DBD ini hanya menempati porsi yang tidak terlalu signifikan dalam pengendalian DBD ini. Fogging hanya menyemprotkan asap yang sudah dicampur dengan insektisida  hanya sanggup menjangkau nyamuk dewasa saja dalam radius fogging tersebut. Sementara  telur, jentik dan kepompongnya yang ada di air tidak tersentuh dengan asap ini  akan  siap menjadi nyamuk dewasa lagi dalam beberapa waktu kemudian.
Memang saat terjadi  kasus penularan DBD maka fogging berfungsi hanya memutus rantai penularan. Sehingga seringkali fogging diibaratkan pemadam kebakaran, datang saat sudah terjadi !!. Memang tidak terlalu salah, karena  sebelum terjadi penularan pemberian fogging dalam banyak studi dianggap   tidak terlalu bermakna  dalam menurunkan angka kasusnya. 
Yang sering terjadi setelah pemberian  fogging masyarakat merasa sudah “aman” tanpa merasa perlu bergerak kembali dengan kegiatan lanjutannya  maka biasanya justru kasus akan kembali bermunculan.  Pada saat terjadi  kewaspadaan masyarakat melemah justru biasanya kasus akan semakin meningkat.
Untuk daerah Tarakan yang menjadi penampung air dalam jumlah besar maka program larvasidasi ( pemberian insektisida di air) lebih mempunyai dampak yang baik daripada fogging. Larvasida mempunyai  efek yang lebih panjang yaitu sekitar 3 bulanan.  
Sementara untuk kegiatan yang lebih ramah lingkungan adalah dengan pemberian ikan-ikan pemakan jentik atau dengan memberi  “topi Anti DBD”  yaitu sebuah modifikasi tutup air dari bahan kelambu (kasa anti nyamuk).  Topi anti DBD mempunyai keuntungan dimana orang tetap dapat menampung air tetapi diharapkan nyamuk akan terhalangi saat akan bertelur.
Memang dalam menghadapi  ancaman DBD maka tidak ada cara lain selain bekerja sama untuk meningkatkan ABJ dengan berbagai cara. Kombinasi berbagai kegiatan tersebut harus kita laksanakan sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi. Kita bersama dapat memulainya dengan kegiatan sederhana yaitu,  3M  ( menutup dan menguras penampungan air serta menyingkirkan benda bekas).  Sesuatu yang mempunyai makna lain dengan menyitir AA Gym  tapi cocok juga untuk kita dalam menghadapi ancaman DBD. Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal yang kecil dan dari Mulai dari sekarang !!!


*Kasi Pengendalian dan Pencegahan Penyakit - Dinas Kesehatan Kota Tarakan

Wednesday, January 23, 2013

SEDEKAH IDE DAN PEMIKIRAN



Sedekah yang tanpa “ modal “ adalah sedekah ide/pemikiran. Tentu saja ide yang baik dan positif. Juga sebuah ide yang bersifat konstruktif. Walaupun tetap juga dalam kondisi tertentu (emergensi) maka uang dan barang tidak tergantikan. Namun dalam jangka waktu yang lebih panjang dan bukan dalam keadaan darurat maka sebuah ide, usulan, masukan, asupan dan input bisa jadi lebih berharga daripada segepok uang atau sejumlah barang.
Karena dari sebuah ide bisa jadi menjadi awal terbukanya sebuah inspirasi untuk melakukan sesuatu. Memang ide /pemikiran baru pembuka saja. Tanpa ada aplikasi maka ide hanyalah “talk only, not action”. Sehingga sebisa mungkin maka ide haruslah bersifat positif dan aplikatif. Inilah sedekah tanpa modal itu....
Untuk mempunyai pemikiran luas serta ide2 brilian memang diyakini bukan datang begitu saja. Informasi dari berbagai sumber seperti :Buku, internet dll adalah menjadi menu wajib bagi yang kepengin menjadi penyumbang ide. Bagaimanapun informasi dalam jaman sekarang sudah ada dalam genggaman tangan. Bahkan hanya dengan satu jari. Klik. Sangat mudah. Tetapi informasi di jagad maya atau di dalam buku2 ibarat hutan belantara yang perlu ada panduan cahaya atau kompas supaya nggak kesasar menuju tempat2 /informasi yang bagai labirin nggak jelas ujung pangkalnya. Itulah pentingnya sedekah ide. Memberi insight. Selanjutnya bisa ditindaklanjuti dengan googling, browsing, searching. Lebih terarah dan hemat waktu.
Banyaknya informasi yang tersedia dalam dunia maya di satu sisi peluang untuk mengembangkan ide dan pemikiran yang semakin luas, tetapi di sisi lain justru bisa “menjebak” kita. Dengan banyaknya link serta konten menarik maka seringkali pada saat browsing bisa jadi membuat tujuan semula mencari suatu informasi justru menjadi terlupakan, karena “mampir” di mana-mana. Itulah pentingnya inspirasi dari ide dan pemikiran orang lain yang akan menjadi target sementara saat kita menghabiskan waktu di depan layar komputer. Yang jelas walaupun informasi berseliweran di sekitar kita via hp, smartphone, internet tetapi sumbangan pemikiran/ide dari kolega atau pihak lain tetap penting.....
Selamat memberi sumbangan pemikiran dan menuangkan ide ....