Membaca “ ETIKA BIROKRASI DALAM MEWUJUDKAN PELAYANAN PUBLIK “ oleh Valdhe Karundeng membuatku makin ngeh bahwa kata sakral ini seringkali dipahami secara salah. Bahwa barangsiapa ada yang tidak menyetujui dengan kebijakan atasan dan pimpinan maka dianggap melanggar etika birokrasi.
Padahal etika birokrasi justru membuka peluang untuk diskusi secara equal untuk bersama mencari kebenaran dan mengedepankan moral dalam pengambilan keputusannya (poin7 dan 8 makalah ini). Karena tentu saja kebenaran bukan hanya bisa muncul dari seorang yang sedang berposisi sebagai atasan dan pimpinan saat ini. Tapi juga bisa dari seorang yang berposisi yang paling bawah sekalipun.
Lihatlah apa isi ucapannya jangan melihat siapa yang berbicara.
Berikut makalah lengkap dari Valdhe Karundeng yang bisa menjadi bahan bacaan ( Mohon Ijin share ya Pak )
ETIKA BIROKRASI DALAM MEWUJUDKAN PELAYANAN PUBLIK
Berbicara tentang Etika Birokrasi dewasa ini menjadi topik
yang sangat menarik dibahas,terutama dalam mewujudkan aparatur yang bersih dan
berwibawa. Kecenderungan atau gejalayang timbul dewasa ini banyak aparat
birokrasi dalam pelaksanaan tugasnya sering melanggaraturan main yang telah
ditetapkan. Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahansangat terkait
dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakantugas-tugas
pemerintahan itu sendiri yang tercermin lewat fungsi pokok pemerintahan,
yaitufungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau regulasi dan fungsi pemberdayaan
masyarakat. Jadiberbicara tentang Etika Birokrasi berarti kita berbicara
tentang bagaimana aparat Birokrasitersebut dalam melaksanakan fungsi tugasnya
sesuai dengan ketentuan aturan yangseharusnya dan semestinya, yang pantas untuk
dilakukan dan yang sewajarnya dimana telahditentukan atau diatur untuk ditaati
dilaksanakan.
Etika Administrasi
Negara dari American society for Public Administration(Perhimpunan Amerika untuk Administrasi
Negara), menyebutkan prinsip-prinsip etika pelayanan sebagai berikut:
1)
Pelayanan terhadap publik harus diutamakan;
2)
Rakyat adalah berdaulat, dan mereka yang bekerja
di dalam pelayanan publik secara mutlak bertanggung jawab kepadanya,
3)
Hukum yang mengatur semua kegiatan pelayanan
publik. Apabila hukum atau peraturan yang ada bersifat jelas, maka kita harus
mencari cara terbaik untuk memberi pelayanan publik;
4)
Manajemen yang efesien dan efektif merupakan
dasar bagi administrator publik. Penyalahgunaan, pemborosan, dan berbagai aspek
yang merugikan tidak dapat ditolerir;
Sistem merit dan kesempatan kerja yang sama harus didukung, diimplementasikan dan dipromosikan;
Sistem merit dan kesempatan kerja yang sama harus didukung, diimplementasikan dan dipromosikan;
5)
Mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan
pribadi tidak dapat dibenarkan;
6)
Keadilan, kejujuran, keberanian, kesamaan,
kepandaian, dan empathy merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan
secara aktif harus dipromosikan;
7)
Kesadaran moral memegang peranan penting dalam
memilih alternatif keputusan;
8)
Administrator publik tidak semata-mata berusaha
menghindari kesalahan, tetapi juga berusaha mengejar atau mencari kebenaran
(Wachs, 1985).
Setiap
kehidupan bermasyarakat, manusia pasti memerlukan pelayanan dari orang lain,
baik pelayanan fisik maupun pelayanan administratif. Kaitannya dengan pelayanan
publik maka dalam hal ini birokrasi sebagai abdi negara, abdi masyarakat adalah
sebagai aparat pelaksana pelayanan (public service) merupakan salah satu fungsi
yang diselenggarakan dalam rangkapenyelenggaraan administrasi negara.Moenir
(1992), mengatakan pelayanan adalah sebuah proses pemenuhan kebutuhan melalui
aktivitas yang dilakukan oleh orang lain secara langsung. Menurutnya secara
garis besar, pelayanan yang diperlukan oleh manusia pada dasarnya ada 2 jenis,
yaitu “pelayanan fisik yang sifatnya pribadi sebagai manusia” dan
“pelayanan administrative yang diberikan oleh orang lain selaku
anggota organisasi”. Perihal bentuk pelayanan tersebut, lebih lanjut Moenir
mengatakan sebagai berikut :
Pelayanan dengan lisan :
Pelayanan yang dilakukan oleh petugas-petugas dibidang
hubungan kemasyarakatan, bidang layanan informasi, bidang penerangan, dan
bidang-bidang lainnya yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan
kepada siapapun yang memerlukan. Agar pelayanan dengan lisan berhasil sesuai dengan
yang diharapkan, maka pelaku pelayanan harus:
1)
Memahami benar masalah-masalah yang termasuk
dalam bidang tugasnya;
2)
Mampu memberikan penjelasan apa yang diperlukan
dengan lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan mereka yang ingin
memperoleh kejelasan mengenai sesuatu;
3)
Bertingkah laku sopan dan ramah-tamah;
4)
Meski dalam keadaan “sepi” tidak “ngobrol” dan
bercanda dengan teman, karena menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan
tugas. Tamu menjadi segan untuk bertanya dengan memutus keasyikan
“ngobrol”;
5) Tidak
melayani orang-orang yang ingin sekedar “ngobrol” dengan cara sopan.
Pelayanan melalui
tulisan :
Merupakan bentuk yang paling menonjol dalam pelaksanaan
tugas, tidak hanya dari segi jumlah tetapi juga dari segi peranannya. Agar
pelayanan dalam bentuk tulisan dapat memnuhi kepuasan pihak yang dilayani, satu
faktor kecepatan baik dalam pengolahan masalah maupun dalam proses
penyelesaiannya (pengetikan, penandatanganan, dan pengiriman kepada yang
bersangkutan).Pelayanan tulisan terdiri dari dua golongan,
yaitu: pertama, pelayanan berupa petunjuk, informasi dan sejenisnya
yang ditujukan pada orang yang berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam
berurusan dengan instansi/lembaga; dan kedua, pelayanan berupa reaksi
tulisan atas permohonan, laporan, keluhan, pemberian/penyerahan, pemberitahuan
dan lain sebagainya.
Pelayanan berbentuk
perbuatan :
Dalam kenyataan sehari-hari jenis pelayanan ini memang
tidak terhindar dari pelayanan lisan. Jadi merupakan gabungan antara pelayanan
lisan dan perbuatan. Hal ini banyak dilakukan dalam hubungannya dengan
pelayanan (kecuali pelayanan tulisan). Titik berat dari pelayanan perbuatan ini
adalah terletak pada perbuatan itu sendiri yang ditunggu oleh yang
berkepentingan. Jadi tujuan utama orang yang berkepentingan adalah mendapatkan
pelayanan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar penjelasan
dan kesanggupan secara lisan.
Karena pentingnya pelayanan bagi kehidupan manusia,
ditambah kompleksnya kebutuhannya, maka bentuk pelayanan yang diperlukan lebih
banyak merupakan kombinasi dari ketiga bentuk pelayanan tersebut di atas.
Disamping itu pola pelayanan lain yang diharapkan dalam etika pelayanan publik
adalah pelayanan yang menukik pada pendekatan deontologi, yaitu pelayanan yang
mendasarkan diri pada prinsip-prinsip nilai moral yang harus ditegakkan karena
kebenaran yang ada dalam dirinya dan tidak terkait dengan akibat atau
konsekuensi dari keputusan yang diambil. Dengan pelayanan seperti ini
diharapkan agar birokrasi selalu melakukan kewajiban moral untuk mengupayakan
agar sebuah kebijakan menjadi karakter masyarakat. Bila hal ini melembaga dalam
diri pejabat publik dan masyarakat, maka birokrasi patut menjadi teladan.
Mereka tidak melakukan sesuatu yang merugikan negara dan masyarakat, misalnya;
korupsi, kolusi, dan nepotisme.