Friday, November 15, 2013

Perlunya Rekayasa Mutu Fasilitas Kesehatan di DTPK

Menghadapi era SJSN :

Perlunya Rekayasa Mutu Fasilitas  Kesehatan di DTPK
Oleh : Tri Astuti Sugiyatmi
 Penerapan Kartu Jakarta Sehat yang mengakibatkan lonjakan kunjungan RS  di ibukota menjadi sesuatu yang menarik.   Di satu sisi hal ini menjadi cerminan “keberhasilan” program ini yang membuat tidak ada lagi pihak (baca:orang miskin)  yang takut  datang berobat karena tingginya pembiayaan kesehatan. Tetapi di sisi lain ini juga masih menjadi gambaran buruknya sistem   rujukan  berjenjang. Puskesmas dianggap kurang bisa memenuhi  sebagian harapan masyarakat sehingga dalam hal ini Puskesmas seakan tidak menjadi bagian penting dalam sistem pelayanan kesehatan di Jakarta. Padahal kondisi puskesmas kecamatan di DKI  yang semuanya sudah meraih  sertifikasi international  dalam manajemen mutunya (ISO 9001:2000 maupun ISO 9001 :2008)
Bila kondisi di ibukota negara  dalam penerapan KJS mempunyai masalah seperti ini, maka bagaimana gambaran saat diterapkannya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional di awal tahun depan ini di pedalaman  Kalimantan, Papua, Maluku serta berbagai daerah lain yang masuk kategori daerah perbatasan, terpencil dan kepulauan (DPTK)? Bagaimana kira-kira tools yang tepat dalam meng - upgrade mutu pelayanan kesehatan di tempat-tempat tersebut?
Menurut hemat penulis untuk daerah terpencil, kepulauan dan perbatasan masalah mutu juga tetap harus dipikirkan walaupun tentu saja agak berbeda pendekatannya.  Tools yang dipakai disesuaikan dengan anggaran yang ada walaupun tentu saja input minimal juga harus dipenuhi. Dalam hal ini maka penerapan sistem 5 R bisa menjadi alternatif, di samping sistem lain yang tidak terlalu butuh anggaran yang besar seperti   sistem  berbasis keluhan  pelanggan.
Dalam hal 5R maka penulis pernah melihat secara langsung penampilan puskesmas yang menerapkan  hal tersebut. Penampilan fisiknya  tidak berbeda jauh dengan penampilan puskesmas yang sudah menerapkan Sistem Manajemen Mutu di sekitarnya.

Pada    tahun   2012,  Puskesmas Gamping II serta Puskesmas Berbah di Kabupaten Sleman, provinsi DIY sudah  membuktikan bahwa puskesmas yang belum menerapkan SMM pun mampu tampil  sejajar  dengan puskesmas lain yang sudah menerapkan SMM di sekitarnya.
Tentu saja ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan dalam hal dokumentasi antara dua model puskesmas yang sudah menerapkan SMM dan yang belum.  Tetapi dalam hal kenyamanan, keteraturan  ruang kerja serta lingkungan secara sekilas tidak banyak bedanya. Dalam hal 5 R justru yang dibutuhkan adalah komitmen manajemen puncak dalam hal ini adalah  kepala puskesmas.
Sistem 5 R
Dalam bahasa Indonesia 5 R ialah kepanjangan  Ringkas , Rapi, Resik, Rawat dan Rajin.  Sebenarnya 5R adalah sebuah manajemen  yang mengatur dan mengurus  terkait kerapian dan keteraturan rumah (housekeeping). Sebuah kaidah yang sederhana yang  cukup bagus dari negeri Jepang dalam pengaturan, pemeliharaan sebuah rumah yang dapat juga dipakai untuk tempat lain maupun kantor. Dalam bahasa aslinya kaidah ini berasal dari kata-kata : Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke  (yang disingkat 5 S) dengan penjelasan sbb:
1). Ringkas (Seiri) ,   yaitu memilah barang berdasarkan kegunaannya apakah masih layak pakai atau tidak. Menyisihkan barang yang sudah tidak layak untuk  dibuang maupun disingkirkan.  Pada Seiri, terdapat satu tempat untuk semua barang dan setiap barang dianggap mempunyai tempatnya masing-masing; 2). Rapi (Seiton), Barang akan disusun berdasarkan fungsi. Semua barang harus diberi label untuk memudahkan identifikasi. Seiton juga mengharuskan barang yang dipinjam harus dikembalikan pada tempat semula; 3).   Resik / Bersih (Seiso), Pada kegiatan ini prinsipnya adalah kebersihan harus dijaga. Untuk menjaga kebersihan ini ada 3 tahap  yaitu tahap pertama dimana kebersihan akan dilakukan secara menyeluruh. Pada tahap keduanya  tahap pemeliharaan yaitu harian yang dikerjakan kurang lebih 5 menit dalam sehari. Tahap ketiga adalah  berkala seperti  mingguan (Jumat atau Minggu Bersih) atau bulanan. Pada Seiso terlihat bahwa kebersihan tempat kerja bukan hanya tangung jawab seorang petugas Cleaning Service  saja. Tetapi tanggung jawab semua petugas termasuk manajemen puncak;  4).   Rawat (Seiketsu),   yaitu memperbaiki dari segi visual dan juga adanya standarisasi ; 5).  Rajin (Shitsuke)  yaitu pembentukan kebiasaan petugas  yang berdisiplin dan taat pada ketentuan yang telah disepakati. 
Beberapa negara yang mengadop kaidah ini cukup sukses dalam penerapannya, seperti di Malaysia dan Philippine. Belajar dari negara jiran kita, Malaysia, sistem 5 S yang ditiru dari Negara Matahari Terbit itu malahan menjadi standar mutu tersendiri.  Di sana 5S diterjemahkan ke dalam  bahasa Melayu berurutan menjadi Sisih, Susun, Sapu, Seragamkan, dan Senatiasa amalkan.   Di sana  semua instansi kesehatan  sudah mengamalkan 5 R ini bahkan pada  klinik desa di tengah perkebunan sawit  sekalipun maupun di pedalaman negara bagian Sabah.  5 R membuat  kantor yang dari luar terlihat sederhana atau bahkan  bangunan lama tetapi di dalamnya justru sangat teratur, bersih, rapi dan yang jelas akan memuaskan pelanggan.
Selain menjadi bagian dari mutu tersendiri, ternyata 5R juga diperlombakan baik di  tingkat negeri /negara bagian maupun tingkat  Negara. Sehingga dengan adanya  kompetisi  tersebut akan memacu semua fasilitas kesehatan baik klinik kesehatan, rumah sakit dan kantor dinas  kesehatan untuk berbenah dan mengikuti lomba dan dengan sendirinya proses 5R di instansi tersebut juga akan diusahakan untuk diterapkan.
Efeknya sungguh sangat luar biasa. Di negara tetangga semua fasilitas kesehatan di berbagai tingkatan mempunyai penampilan yang sangat standar : bersih, indah dan rapi.  Sehingga tidak heran juga bahwa banyak pasien di daerah perbatasan kita lari mencari pengobatan ke negeri tetangga karena bagi sebagian pasien situasi faskes yang demikian akan menjadi sugesti tersendiri bagi kesembuhannya. 
           Sebaliknya  di  negara kita sendiri walaupun beberapa waktu yang lalu   jargon 5 R  banyak terlihat di  fasilitas kesehatan namun entah mengapa  hal ini sekarang ini  seakan menjadi  kata-kata biasa yang cenderung kehilangan makna. Di sisi lain banyak yang menganggap mutu layanan  hanya dapat diraih dengan  sertifikasi dan akreditasi. Jangankan di DPTK, upaya menjadikan world class health care juga masih banyak terkendala di RS  di kota-kota besar. 

Mudah dan Murah
5R adalah pekerjaan yang " ketok mata" - istilah dalam bahasa Jawa yang secara leksikal berarti " kelihatan oleh  mata" - yang menggambarkan hal atau pekerjaan yang sangat mungkin untuk dilakukan karena tidak ada kesulitan yang berarti. Semua tergambar dengan jelas.  Sehingga sangatlah mudah untuk dilakukan. 5R juga relatif tidak memakan biaya / murah. Padahal banyak sistem penerapan mutu di lingkungan pelayanan kesehatan yang  rata-rata berbiaya mahal seperti sertifikasi internasional dan akreditasi sejatinya tetap membutuhkan 5 R dalam implementasinya.  Masalahnya masyarakat kita masih cenderung menghargai  sesuatu yang mahal dan  bergengsi. Sehingga 5R yang sesungguhnya relatif murah dan mudah penerapannya, menjadi “tidak laku”.
Di samping itu mindset  lama bahwa, bahwa fasilitas standar milik pemerintah dianggap sudah cukup untuk tampil seadanya  dengan WC nya yang bau, ruangan yang kurang terawat serta halaman yang masih penuh dengan sampah.  Kerapian, kebersihan dan kenyamanan   seringkali  masih ditafsirkan bahwa kondisi itu hanya menjadi hak pasien yang menikmati  fasilitas mahal saja (poor quality for poor people). Dalam hal ini  seringkali disebabkan kurangnya komitmen petugas sendiri.  Komitmen untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Dalam perjalanan menuju era JamKesNas maka mindset  yang kurang pas seharusnya pelan-pelan harus dikikis.Saat JamKesNas diterapkan maka keluhan pelanggan bisa jadi akan meningkat sebagai konsekuensi naiknya jumlah kunjungan secara drastis.  Penerapan 5R  setidaknya akan mengurangi keluhan pelanggan  di sisi yang selalu dilihat pasien saat pertama kali datang ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain seperti kebersihan dan kerapian. Menurut hemat penulis sudah saatnya perlu dilakukan percepatan  rekayasa mutu fasilitas kesehatan khususnya di DTPK. 5R isa menjadi salah satu alternatifnya.