Wednesday, May 26, 2010

Diskrimasi ODHA, perlukah ?

DISKRIMINASI TERHADAP ODHA, PERLUKAH?
Beberapa waktu yang lalu di media massa dikabarkan pasien HIV yang dikenal sebagai ODHA (Orang dengan HIV AIDS) diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi. Bahkan sampai diusir dari lingkungan tempat tinggalnya.
Ada lagi cerita dari beberapa daerah yang menganggap pemulangan ODHA ke daerah asalnya sebagai penyelesaian masalah HIV/AIDS di daerahnya. Kebanyakan penderita yag menyandang sebagai ODHA – kebetulan dari kalangan yang beresiko- akhirnya diberi “pesangon” berupa tiket dan uang sekedarnya dengan tujuan supaya mereka meninggalkan daerah tersebut.
Perkara apakah hal tersebut dapat menyelesaikan masalah atau tidak dan menjamin bahwa si penderita tidak akan kembali,ke tempat tersebut menjadi persoalan lain yang tidak perlu dipikirkan pada saat ini. Yang jelas akan muncul pertanyaan lain, bagaimana nanti bila suatu ketika orang asli daerah tersebut diketahui menderita penyakit yang sampai sekarang belum bisa disembuhkan itu?
Ungkapan dari banyak anggota masyarakat pada beberapa kesempatan seperti seminar maupun symposium tentang HIV/AIDS juga menunjkkan hal senada. Seorang yang cukup terpelajar malah sempat mengungkapkan bahwa kenapa ODHA tidak ditangkap saja? Lantas akan dimasukkan penjara dan persoalan menjadi selesai, karena pasti tidak bisa menularkan lagi. Itulah sekilas gambaran yang ada dalam benak masyarakat kebanyakan.
Cerita tentang ODHA yang diperlakukan buruk bahkan cenderung melanggar hak asasi manusia sudah sering terjadi. Pemberian stigma atau cap buruk merupakan tindakan memvonis bahwa penderita mendapatkan penyakitnya karena buruknya moral dan perilakunya itu. Orang yang diberi stempel buruk itu biasanya dianggap memalukan untuk alasan tertentu dan sebagai akibatnya biasanya akan adipermalukan, dihindari, didiskreditkan dan akan ditolak dan pada akhirnya akan dianggap membawa sial sehingga pantas bila diusir dari rumah dan kampung halamannya.
Diskriminasi atau perlakukan tidak adil didefinisikan oleh UNAIDS ( Program bersama HIV/AIDS dan PBB) sebagai tindakan yang disebabkan perbedaan,menghakimi terhadap orang berdasarkan status HIV mereka. Diskriminasi dapat terjadi di segala bidang seperti kerahasiaan, kebebasan dan keamanan pribadi, perlakuan kejam, penghinaan atau perlakuan kasar, pekerjaan, pendidikan dan lain-lain.
Selama ini muncul persepsi di masyarakat bahwa orang-orang yang terkena HIV/AIDS otomatis adalah wanita tuna susila maupun pelanggannya, para lelaki suka lelaki (LSL), lesbian, para penyalahgunaan narkoba pengg una jarum suntik ( IDU) dan orang yang punya tattoo maupun tindik di berbagai bagian tubuhnya.
Padahal seperti diketahui bahwa penularan HIV/AIDS adalah tidak hanya dengan pertukaran cairan kelamin atau darah saja, tetapi juga transmisi dari ibu ke anaknya. Sehingga walaupun data menunjukkkan bahwa penularan terbesar ada pada orang dengan perilaku berisiko, tetapi jangan lupa berapa banyak bayi dan anak yang tidak berdosa juga tertular HIV dari ibunya yang positif.
Ibunya mungkin juga seorang ibu rumah tangga biasa yang tidak tahu bahwa suaminya adalah ODHA karena perilaku masa lalunya. Atau mungkin juga penderita tertular karena perlakuan non medis yang tidak steril seperti pangkas rambut rambut pria yang memakai pisau silet yag tidak berganti-ganti.
Tindakan medis seperti pemakaian alat yang berganti-ganti seperti jarum untik maupun pemberian darah yang tidak diskrining HIV/AIDS- pada masa lalu- sangat mungkin sekali sebagai penyumbang penyakit ini. Mungkin juga penderita adalah justru para praktisi kesehatan sendiri yang walaupun telah berhati-hati tetap tertusuk jarum saat merawat ODHA lainnya. Atau petugas kebersihan di rumah sakit yang secara tidak sengaja terpapar darah penderita. Atau sekian anyak orang baik-baik lain yang dapat tertular penyakit yang dikonotasikan dengan penyakit kutukan itu.
Penularan HIV Berbeda dengan Influenza
Walaupun HIV / AIDS termasuk penyakit menular yang cukup berbahaya, namun melihat cara dan media penularannya maka penanganan HIV /AIDS sangat berbeda dengan penularan infeksi lain seperti pada pandemi influenza.
Influenza pada manusia adalah penyakit saluran pernapasan akut yang dapat menular lewat udara. Kegiatan batuk dan bersin dapat menularkan saat itu juga. Flu Spanyol, flu Hongkong pada beberapa waktu yang lalu dan flu Singapura serta flu babi yang sekarang diindikasikan dapat ditularkan manusia dengan manusia juga mempunyai cara penularan yang sangat berbeda dengan HIV/AIDS.
Sehingga pada waktu terjadi pandemi influenza akan dilakukan isolasi,karantina ketat bahkan penghentian kegiatan-kegiatan publik seperti sekolah, kegiatan sosial dan lain-lain. Pemakaian Alat pelindung diri ( APD) lengkap dengan masker, kacamata sarung tangan, baju plastik sekali pakai dan kaos kaki memang biasa dipakai pada saat merawat penderita flu yang cukup mematikan ittu.
Namun dengan ODHA kita bisa saling berjabat tangan, makan bersama, berpelukan tanpa perlu khawatir tertular. Pada kasus –kasus HIV/AIDS yang perlu dilakukan oleh semua pihak yang berinteraksi adalah penerapan kewaspadaan umum saja. Selebihnya tidak perlu. Isolasi, karantina, pengucilan, pembuangan, pengusiran dan sejenisnya sama sekali tidak dapat menyelesaikan kasus.

Perawatan, dukungan dan Pengobatan lebih diperlukan
Beberapa daerah yang melakukan tindakan memulangkan ODHA sebagai satu-satunya alternative dapat diibaratkan membuang sampah ke tengah laut dimana hanya akan memindahkan sampah ke tempat lain, bahkan bisa jadi akan kembali ke daerahya.
Semestinya penderita yang ada dikelola, dengan cara diberi perawatan, dukungan dan pengobatan sehingga akan dapat terus produktif sambil diberikan bekal-bekal untuk mengubah gaya hidupnuya ( khusus pada penderita dari kalangan berrisiko). , Dan pemberian bekal-bekal pengetahuan supaya tidak menularkan pada orang lain termasuk pada pasangannnya yang sah, suami atau istrinya.
Pada masyarakat dengan perilaku beresiko diarahkan untuk melakukan konsultasi dan tes darah di klinik VCT ( Voluntary Counseling and Testing) yag sudah ada sehingga status HIV nya akan lebih cepat diketahui.
Pemberian stigma buruk serta adanya diskriminasi selain tidak menyelesaikan permasalahan, bisa-bisa justru akan menanamkan bibit-bibit dendam pada penderita. ODHA yang sakit hati dapat dengan sengaja menularkan pada masyarakat yang sehat seperti yang disukan beberapa waktu yang alu.
Stigma dan diskriminasi pada ODHA justru akan merugikan upaya-upaya pengendalian HIV/AIDS itu sendiri. Sehingga mari beri dukungan bagi mereka yang membutuhkan !!

No comments: