Friday, July 4, 2014

SEKS BEBAS DAN FENOMENA PING PONG





Oleh : Tri Astuti Sugiyatmi
Berita tertangkapnya 3 pasangan yang bukan suami istri sah di hotel melati kota Tarakan pada beberapa hari lalu (Mei 2014) di media ini cukup memprihatinkan. Walaupun sebenarnya ini bukan yang pertama, karena menjelang peringatan hari Valentine  14 Februari lalu,  enam pasangan di luar nikah juga terjaring operasi  pihak Satpol PP dengan Polres Tarakan saat merazia hotel dan losmen. Bahkan pada saat itu juga  diketahui bahwa ada pasangan yang  diduga mengkonsumsi Sabu-sabu. Penyakit masyarakat hubungan seks bebas dan narkoba saling berkelit kelindan memperburuk keadaan satu sama lain. 
Maraknya kejadian  serupa menunjukkan bahwa bahaya seks bebas sudah merambah ke masyarakat kita. Bahkan yang memprihatinkan bahwa hal ini juga dilakukan oleh anak usia 20 tahunan atau bahkan kurang yang sebenarnya masih usia anak sekolah.
Kondisi ini makin memprihatinkan saat kita melihat bahwa data juga menunjukkan bahwa penyakit menular seksual  ini juga mulai  diidap oleh anak-anak remaja kita dari mulai dari usia SMP dan SMA. Walaupun tidak banyak tetapi  ada kasus-kasus yang ekstrim juga pada usia Sekolah Dasar sekitar 11-12 tahun yang sudah terkena penyakit ini.
Apapun motivasi pelaku – seperti ikut-ikutan, sikap hanya untuk bersenang-senang semata, sikap serba membolehkan dalam arti negatif -   tetap saja akan mengundang risiko yang sama yakni infeksi menular seksual (IMS) atau penyakit menular seksual (PMS).  Jenis-jenis IMS adalah  banyak sekali  sekitar 20 jenis an. Yang familiar di telinga banyak orang adalah seperti keluarnya nanah pada kelamin pria (GO), keputihan, sampai syphilis.  
IMS ini juga dianggap sebagai pintu masuk untuk terkena gangguan kesehatan lebih lanjut yang sampai sekarang termasuk yang paling ditakuti kehadirannya yaitu  HIV dan AIDS.  HIV (Human Immunodeficiency Virus)  yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, yang  pada akhirnya akan menimbulkan  AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome)  - yakni kondisi dimana kumpulan gejala akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh seseorang. Khusus untuk HIV AIDS maka data yang ada menunjukkan bahwa  prevalensi (penemuan kumulatif dari tahun ke tahun) HIV / AIDS di  kota kita menjadi nomor 3 di provinsi Kaltim  setelah Samarinda dan Balikpapan. Itu bisa juga diartikan menjadi jawara nomor satu di provinsi  Kaltara. 
Lelaki Berisiko Tinggi dan Fenomena Bola Ping pong
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kota kita menjadi pintu masuk ke provinsi Kalimantan  Utara dengan  bandara dan pelabuhannya. Kedudukan Tarakan sebagai kota pulau yang merupakan kota transit juga  menjadikan munculnya banyak industri jasa penginapan (hotel serta losmen) dan hiburan malam.  Walaupun tidak bisa digeneralisir tetapi banyak tempat-tempat tersebut   yang terindikasi sebagai hot spot  sebagaimana  ditunjukkan dari hasil  beberapa razia tadi. Hal ini juga  menjadikan kota kita makin rawan dengan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual ini.
Apalagi daerah sekitar Tarakan yang banyak terdapat camp perkebunan, kehutanan maupun tambang yang biasanya banyak pekerja laki-laki. Dengan sistem kerja yang on duty-off duty (ada waktu kerja dan waktu libur khusus misalnya masing –masing 2 Minggu) maka akan sangat memungkinkan bila mereka akan datang ke kota Tarakan untuk menikmati hiburan yang tidak sehat ini atau hanya sekedar transit untuk kembali pulang ke daerah asalnya melalui pelabuhan laut/udara. Banyaknya pria berduit yang cukup mobile  dan cenderung punya perilaku yang ingin  disebut sebagai macho (4M = man with money, mobile and macho behaviour) maka IMS ini akan menyebar dari luar rumah masuk ke dalam rumah dan menyerang istri mereka.
Sayangnya perempuan seringkali menjadi pihak yang paling dirugikan dalam hal ini. Karena banyak IMS yang seringkali tidak bergejala pada perempuan akibat pengaruh letak anatomis organ perempuan yang ada di dalam. Posisi sosialnya juga seringkali menyebabkan perempuan tidak diajak berobat oleh pasangannya sehingga fenomena “bola pingpong” kerap  terjadi. Saat si laki-laki kembali pulang ke rumah maka akan kembali tertular oleh istri/pasangannya yang tidak ikut diobati pada saat laki-laki terkena dan diobati pertama kalinya. Begitulah seterusnya seperti bola ping pong pada permainan tenis meja yang dengan mudah dilempar dari pemain yang satu ke lawannya serta sebaliknya.
Bahkan pada gilirannya juga mereka ibu-ibu rumah tangga yang tidak berdosa ini  akan tertular HIV/AIDS dari Lelaki Berisiko Tinggi (LBT) atau high risk man  sebagai suami/ pasangannya. Bila demikian maka anak yang dikandungnya pun akan punya potensi ketularan yang cukup besar terutama bila tidak mendapatkan penanganan yang semestinya saat hamil dan proses melahirkannya.
Pertumbuhan ekonomi kota Tarakan yang cukup tinggi dan  yang banyak menjanjikan sumber ekonomi baru  seperti industri rumput laut  akan  menyebabkan arus perpindahan penduduk yang masuk ke kota Tarakan cukup besar dalam hal ini. Akibat yang langsung  terlihat ini adalah semakin banyaknya  rumah sewa/kontrakan maupun kost-kostan dimana pengawasan sosial kadangkala sangatlah lemah.  Tentu saja hal ini  akan  membuka kemungkinan suburnya  terjadinya transaksi seksual di rumah-rumah yang peruntukan awalnya untuk rumah sewa atau kontrak  bagi  para pekerja.
Kemunculan sekolah/pendidikan tinggi di Tarakan yang ditengarai juga menjadi penyumbang kasus melalui anak didik/mahasiswanya- seperti tengara media ini dalam kasus terakhir dan sebelumnya sebetulnya adalah hal yang paradoks.  Tentu saja hal ini didapat karena pergaulannya di luar kampus (di kost-kostan/ rumah sewa maupun di berbagai lokasi hotspot) yang sudah terlalu permisif dengan hal-hal yang dianggapnya sebagai bagian dari gaya hidup modern. Seharusnya dengan bekal pengetahuan (knowledge) yang lebih baik  maka sikap dan perilaku (attitude) akan otomatis terperbaiki.  
What Next?
Walaupun program HIV AIDS kita sudah meraih penghargaan tertinggi dan terbaik MDG’S Award tahun 2013 kategori pengendalian penyakit menular 2 bulan lalu namun disadari bahwa program kesehatan yang mengarah  pada penanggulangan IMS termasuk HIV AIDS sebenarnya adalah seperti “pemadam kebakaran” saja.  Ranah kesehatan  dalam hal ini adalah di hilir maka bila hulunya tidak dilakukan program promosi dan pencegahan yang masif maka kasus ini akan cenderung bertambah terus. Sejatinya program di hulu banyak sekali yang sifatnya mencegah dapat dilakukan oleh banyak sektor terkait.  Pendidikan agama dan etika di dalam rumah sejatinya adalah pemberian “kekebalan” yang akan sangat ampuh yang akan menjadi penangkal semua “infeksi” yang akan masuk tubuh layaknya pemberian imunisasi pada anak balita kita.  Tentu saja butuh  penguatan  dari semua lembaga pendidikan baik formal/informal maupun lembaga keagamaan.  Satu hal yang tidak kalah penting adalah pengawasan sosial  dan kepedulian dari semua masyarakat terhadap semua hal yang mempunyai potensi yang tidak baik juga bisa jadi menjadi penting, di samping memang tugas dari para penegak aturan  dan hukum baik Satpol PP  maupun polisi.
Menurut hemat penulis penyakit masyarakat sejatinya tidak hanya selesai dengan pendekatan formal semata. Nilai - nilai yang dianut masyarakat seperti adanya kecenderungan  serba boleh (permisif) maupun  pandangan yang menjadikan kesenangan dan kenikmatan materi sbg tujuan utama  hidup (hedonisme)  dalam hal ini sebaiknya perlu pendekatan khusus yang lebih komprehensif. Tentu saja banyak program dan  sektor bisa bergerak di sini. Ayo....!!

No comments: