Oleh : Tri Astuti Sugiyatmi
Berita tertangkapnya 3 pasangan
yang bukan suami istri sah di hotel melati kota Tarakan pada beberapa hari lalu
(Mei 2014) di media ini cukup memprihatinkan. Walaupun sebenarnya ini bukan
yang pertama, karena menjelang peringatan hari Valentine 14 Februari lalu, enam pasangan di luar nikah juga terjaring
operasi pihak Satpol PP dengan Polres
Tarakan saat merazia hotel dan losmen. Bahkan pada saat itu juga diketahui bahwa ada pasangan yang diduga mengkonsumsi Sabu-sabu. Penyakit
masyarakat hubungan seks bebas dan narkoba saling berkelit kelindan memperburuk
keadaan satu sama lain.
Maraknya kejadian serupa menunjukkan bahwa bahaya seks bebas
sudah merambah ke masyarakat kita. Bahkan yang memprihatinkan bahwa hal ini
juga dilakukan oleh anak usia 20 tahunan atau bahkan kurang yang sebenarnya
masih usia anak sekolah.
Kondisi ini makin memprihatinkan
saat kita melihat bahwa data juga menunjukkan bahwa penyakit menular seksual ini juga mulai
diidap oleh anak-anak remaja kita dari mulai dari usia SMP dan SMA.
Walaupun tidak banyak tetapi ada
kasus-kasus yang ekstrim juga pada usia Sekolah Dasar sekitar 11-12 tahun yang
sudah terkena penyakit ini.
Apapun motivasi pelaku – seperti
ikut-ikutan, sikap hanya untuk bersenang-senang semata, sikap serba membolehkan
dalam arti negatif - tetap saja akan mengundang risiko yang sama
yakni infeksi menular seksual (IMS) atau penyakit menular seksual (PMS). Jenis-jenis IMS adalah banyak sekali sekitar 20 jenis an. Yang familiar di telinga
banyak orang adalah seperti keluarnya nanah pada kelamin pria (GO), keputihan,
sampai syphilis.
IMS ini juga dianggap sebagai
pintu masuk untuk terkena gangguan kesehatan lebih lanjut yang sampai sekarang
termasuk yang paling ditakuti kehadirannya yaitu HIV dan AIDS. HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yaitu virus
yang menyerang sistem kekebalan tubuh, yang
pada akhirnya akan menimbulkan AIDS (
Acquired Immune Deficiency Syndrome) - yakni kondisi dimana kumpulan gejala akibat rusaknya
sistem kekebalan tubuh seseorang. Khusus untuk HIV AIDS maka data yang ada
menunjukkan bahwa prevalensi (penemuan
kumulatif dari tahun ke tahun) HIV / AIDS di
kota kita menjadi nomor 3 di provinsi Kaltim setelah Samarinda dan Balikpapan. Itu bisa
juga diartikan menjadi jawara nomor satu di provinsi Kaltara.
Lelaki Berisiko Tinggi dan Fenomena Bola Ping pong
Sebagaimana kita ketahui bersama
bahwa kota kita menjadi pintu masuk ke provinsi Kalimantan Utara dengan
bandara dan pelabuhannya. Kedudukan Tarakan sebagai kota pulau yang
merupakan kota transit juga menjadikan
munculnya banyak industri jasa penginapan (hotel serta losmen) dan hiburan
malam. Walaupun tidak bisa digeneralisir
tetapi banyak tempat-tempat tersebut yang terindikasi sebagai hot spot sebagaimana ditunjukkan dari hasil beberapa razia tadi. Hal ini juga menjadikan kota kita makin rawan dengan
penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual ini.
Apalagi daerah sekitar Tarakan
yang banyak terdapat camp perkebunan,
kehutanan maupun tambang yang biasanya banyak pekerja laki-laki. Dengan sistem
kerja yang on duty-off duty (ada
waktu kerja dan waktu libur khusus misalnya masing –masing 2 Minggu) maka akan
sangat memungkinkan bila mereka akan datang ke kota Tarakan untuk menikmati
hiburan yang tidak sehat ini atau hanya sekedar transit untuk kembali pulang ke
daerah asalnya melalui pelabuhan laut/udara. Banyaknya pria berduit yang cukup mobile
dan cenderung punya perilaku yang ingin disebut sebagai macho (4M = man with money,
mobile and macho behaviour) maka IMS ini akan menyebar dari luar rumah
masuk ke dalam rumah dan menyerang istri mereka.
Sayangnya perempuan seringkali
menjadi pihak yang paling dirugikan dalam hal ini. Karena banyak IMS yang
seringkali tidak bergejala pada perempuan akibat pengaruh letak anatomis organ
perempuan yang ada di dalam. Posisi sosialnya juga seringkali menyebabkan
perempuan tidak diajak berobat oleh pasangannya sehingga fenomena “bola
pingpong” kerap terjadi. Saat si
laki-laki kembali pulang ke rumah maka akan kembali tertular oleh
istri/pasangannya yang tidak ikut diobati pada saat laki-laki terkena dan
diobati pertama kalinya. Begitulah seterusnya seperti bola ping pong pada
permainan tenis meja yang dengan mudah dilempar dari pemain yang satu ke
lawannya serta sebaliknya.
Bahkan pada gilirannya juga
mereka ibu-ibu rumah tangga yang tidak berdosa ini akan tertular HIV/AIDS dari Lelaki Berisiko
Tinggi (LBT) atau high risk man sebagai suami/ pasangannya. Bila demikian
maka anak yang dikandungnya pun akan punya potensi ketularan yang cukup besar terutama
bila tidak mendapatkan penanganan yang semestinya saat hamil dan proses melahirkannya.
Pertumbuhan ekonomi kota Tarakan
yang cukup tinggi dan yang banyak
menjanjikan sumber ekonomi baru seperti industri
rumput laut akan menyebabkan arus perpindahan penduduk yang
masuk ke kota Tarakan cukup besar dalam hal ini. Akibat yang langsung terlihat ini adalah semakin banyaknya rumah sewa/kontrakan maupun kost-kostan dimana
pengawasan sosial kadangkala sangatlah lemah.
Tentu saja hal ini akan membuka kemungkinan suburnya terjadinya transaksi seksual di rumah-rumah
yang peruntukan awalnya untuk rumah sewa atau kontrak bagi para pekerja.
Kemunculan sekolah/pendidikan
tinggi di Tarakan yang ditengarai juga menjadi penyumbang kasus melalui anak
didik/mahasiswanya- seperti tengara media ini dalam kasus terakhir dan
sebelumnya sebetulnya adalah hal yang paradoks. Tentu saja hal ini didapat karena pergaulannya
di luar kampus (di kost-kostan/ rumah sewa maupun di berbagai lokasi hotspot) yang
sudah terlalu permisif dengan hal-hal yang dianggapnya sebagai bagian dari gaya
hidup modern. Seharusnya dengan bekal pengetahuan (knowledge) yang lebih baik
maka sikap dan perilaku (attitude)
akan otomatis terperbaiki.
What Next?
Walaupun program HIV AIDS kita
sudah meraih penghargaan tertinggi dan terbaik MDG’S Award tahun 2013 kategori
pengendalian penyakit menular 2 bulan lalu namun disadari bahwa program
kesehatan yang mengarah pada
penanggulangan IMS termasuk HIV AIDS sebenarnya adalah seperti “pemadam
kebakaran” saja. Ranah kesehatan dalam hal ini adalah di hilir maka bila
hulunya tidak dilakukan program promosi dan pencegahan yang masif maka kasus
ini akan cenderung bertambah terus. Sejatinya program di hulu banyak sekali
yang sifatnya mencegah dapat dilakukan oleh banyak sektor terkait. Pendidikan agama dan etika di dalam rumah
sejatinya adalah pemberian “kekebalan” yang akan sangat ampuh yang akan menjadi
penangkal semua “infeksi” yang akan masuk tubuh layaknya pemberian imunisasi
pada anak balita kita. Tentu saja
butuh penguatan dari semua lembaga pendidikan baik
formal/informal maupun lembaga keagamaan. Satu hal yang tidak kalah penting adalah
pengawasan sosial dan kepedulian dari
semua masyarakat terhadap semua hal yang mempunyai potensi yang tidak baik juga
bisa jadi menjadi penting, di samping memang tugas dari para penegak aturan dan hukum baik Satpol PP maupun polisi.
Menurut hemat
penulis penyakit masyarakat sejatinya tidak hanya selesai dengan pendekatan
formal semata. Nilai - nilai yang dianut masyarakat seperti adanya kecenderungan
serba boleh (permisif) maupun pandangan yang menjadikan kesenangan dan
kenikmatan materi sbg tujuan utama hidup
(hedonisme) dalam hal ini sebaiknya
perlu pendekatan khusus yang lebih komprehensif. Tentu saja banyak program
dan sektor bisa bergerak di sini. Ayo....!!
No comments:
Post a Comment