Sunday, September 11, 2011

Biarlah kepahitan itu akan menjadi pupuk kehidupan

Seorang teman menceritakan usahanya di bidang jasa tertentu yang memenangi pekerjaan dengan cara yang fair membuat gelap mata lawan usahanya. Perusahaannya itu ditekan bahkan dilaporkan pada aparat dg tuduhan tertentu yang menurut dia terlalu mengada-ada. Kekokohan sikapnya pada sebuah prinsip justru makin menggusarkan seterunya. Teman lain juga bercerita tentang penerimaan perlakuan buruk dari lingkungannya. Nasib baik dari teman ini: mempunyai keluarga yang hebat, karirnya yang cepat menanjak, berbagai kesempatan yang diperolehnya; menjadikan banyak pihak yang akhirnya menjauhinya. Padahal menurut teman yang saya sangat yakini kebaikan dan sikap rendah hatinya ini dia memperoleh semuanya karena kerja kerasnya selama ini. Jauh dari sikap jumawa, KKN dan sebangsanya.
Pada akhirnya saya berkesimpulan bahwa apa pun yang diperbuat oleh seseorang memang akan menimbulkan beragam tanggapan dari orang lain. Seperti cerita seorang ayah, anak dan keledainya. Bagaimana semua keputusan dia akan selalu mendapat tanggapan yang seringkali menyakitkan hatinya. Tanpa tahu latar belakang apa yang ada di balik sebuah peristiwa, orang akan dengan mudah memvonis secara sepihak tentang peristiwa sesuatu yang tidak diketahuinya secara pasti.
Ya itulah kepahitan versiku. Pahit adalah sebuah rasa tidak enak. Istilah ini dapat menggantikan sebuah penerimaan dari perlakuan yang tidak adil, caci maki, kesewenang-wenangan, dipandang sebelah mata bahkan dianggap tidak ada alias tidak dipandang sama sekali, perlakuan yang tidak menyenangkan, dibicarakan kejelekan-kejelekan tanpa pernah bisa membela diri, dan lain-lain.
Memang selagi kita bernapas alias hidup, permasalahan akan datang silih berganti. Wajar. Kepahitan akan datang silih berganti dengan sebuah suka cita. Pahit manis adalah menjadi sebuah keniscayaan dalam kehidupan. Bahkan bisa jadi asem dan asin juga meramaikannya. Hanya manusia yang sudah mati saja yang tidak punya masalah dengan semua itu semua. Karena pasca kematian, tentu masalahnya sudah berbeda...
Bagaimana kita harus menyikapinya? Aku sih menganggap bahwa itu semua akan menjadi “pupuk “ dalam mengarungi hidup selanjutnya. Semoga hal ini akan menjadi penyubur bahkan penguat supaya hidup kita akan lebih bermanfaat untuk banyak orang di kemudian hari. Dengan akarnya yang kuat menahan air sehingga menjadi sumber kehidupan, dengan buah yang bergizi, dengan daun yang rimbununtuk menaungi orang yang dibawahnya serta dengan hijaunya daun untuk menyerap CO2 yang ada di sekitarnya serta dengan batang dan dahan yang kokoh yang suatu ketika bisa menjadi kayu bakar bagi yang memerlukannya.
Kepahitan ini tidak harus ditanggapi dengan berlebihan, tetapi dengan besar hati, jiwa yang lapang dan pikiran yang jernih. Sehingga pahit ini justru bisa juga menjadi obat untuk selalu berpikir bahwa kita adalah bukan siapa-siapa, kita adalah kecil, kita adalah makhluk yang masih banyak yang ada di atas kita, dan masih ada sang khalik, sang pencipta kita yang maha tahu dan maha melihat.
Semoga dengan itu semua, kita juga bisa menannggapinya dengan sebaik-baik tanggapan. Amin.

Thursday, September 8, 2011

Kasus Medis vs Mutu Layanan Kesehatan

Dimuat di Kedaulatan Rakyat, tanggal 27 Agustus 2011
27/08/2011 09:16:49 DALAM beberapa hari ini kita disuguhi berita, seorang anak 6 tahun yang dikabarkan meninggal setelah operasi di sebuah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) di Klaten. Lepas dari kejadian sebenarnya, apakah penyebab meninggalnya pasien tersebut karena alergi sebuah obat - yang kadang memang sulit diprediksi, ataukah adanya kesalahan prosedur di RS itu. Yang jelas peristiwa tersebut menambah panjang daftar kasus dugaan malpraktik sebelumnya.
Kasus-kasus sebelumnya yang juga menyita perhatian masyarakat luas seperti dugaan kesalahan dari interpretasi pemeriksaan darah, yang mengakibatkan pasien harus dicuci darah, kasus tertukarnya bayi di sebuah RS di Magelang dan tindakan kekerasan petugas administrasi RS besar di Surabaya terhadap pengantar pasien yang melontarkan keluhan.
Adanya sifat yang sangat khas pada layanan kesehatan yaitu adanya asimetri informasi dimana informasi yang dimiliki oleh provider baik dari RS atau dokter tidak seimbang dengan yang dimiliki oleh pasien. Suatu hal yang sering membuka kemungkinan kesalahpahaman. Selain itu kondisi masyarakat yang semakin cerdas dan semakin terbukanya informasi di berbagai media tampaknya juga mempunyai andil pada terangkatnya kasus-kasus tersebut.
Berdasarkan data masyarakat yang mengadukan dokter ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) tercatat semakin meningkat.
Menurut DR Sabir Alwy, SH, MH selaku wakil ketua MKDKI dalam acara konferensi pers tentang sistem penanganan pengaduan pasien di Jakarta, terungkap berdasarkan data dari MKDKI jumlah pengaduan mulai tahun 2006 - 2010 berturut-turut ada 9, 11, 20, 36, 49 pengaduan. Khusus pada tahun 2011 sampai bulan Mei ada 10 pengaduan. Total terdapat 135 pengaduan.
Sedangkan sampai dengan tahun 2009 berdasarkan Majalah Kedokteran Indonesia, tuntutan hukum kepada profesi dokter juga mengalami peningkatan. Data yang masuk ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan sebanyak 405 dalam beberapa tahun terakhir. 73 Kasus di antaranya masuk ke dalam laporan ke kepolisian.
Melihat berbagai kasus gugatan yang sering muncul maka tampaknya ada benang merah di dalamnya yang menjadi akar permasalahan. Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter, tenaga paramedis lain serta tenaga administrasi RS masih harus diperbaiki.
Berkaitan dengan hal tersebut dalam sebuah pidatonya di dalam lustrum ke 13 Fakultas Kedokteran UGM, Menteri Kesehatan menyatakan bahwa salah satu terobosan yang dilakukan untuk mengatasi tantangan pembangunan kesehatan adalah dengan menerapkan ‘world class health care’. Layanan kesehatan tingkat dunia. Sebuah tantangan untuk menjadikan layanan kesehatan kita menjadi pilihan pertama dan utama di negeri sendiri dengan mutu internasional.
Namun sungguh menjadi ironis karena ternyata data mengenai pelayanan kesehatan yang sudah menerapkan mutu ini sampai sekarang tidak jelas baik untuk RS maupun puskesmas yang ada. Hal ini juga dibuktikan dengan larinya dana kesehatan masyarakat ke RS-RS di luar negeri seperti Singapura, Malaysia dan negara lain yang mencapai 20 Triliun pada tahun 2009 sebagaimana ditengarai oleh ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Fachmi Idris. Tentu saja permasalahan mutu layanan kesehatan mempunyai andil yang cukup besar selain faktor lain seperti gengsi, pelarian kasus korupsi maupun adanya rasa ketidakpercayaan terhadap layanan bangsa sendiri.
Bercermin dari kasus di atas, maka untuk menurunkan angka-angka tuntutan/ gugatan/pelaporan kepada polisi akibat kasus yang terjadi di RS adalah dengan menginisiasi mutu pada lembaga pelayanan kesehatan. Tentu saja termasuk mutu tenaga medis dan paramedis yang juga menjadi tanggung jawab organisasi profesi. Pelatihan tentang pelayanan prima atau service excellent dari tingkat top manajemen sampai dengan level terdepan yaitu office boy, kasir, bagian loket serta bagian informasi, tanpa kecuali.
Sejatinya esensi dari mutu adalah sebuah ‘upaya pencegahan’ ke arah yang buruk. Untuk mengantisipasi bila suatu kasus muncul maka penyusunan standard operating procedure (SOP) menjadi sebuah keniscayaan. Dan hal inilah kelemahan yang sangat mendasar pada layanan kesehatan kita. SOP pada layanan kesehatan seringkali tidak/belum ada. Atau bila SOP mungkin ada, namun kepatuhan petugas terhadapnya juga kadang-kadang masih harus dipertanyakan. (Bersambung hal 13)-c
Di sinilah peranan manajemen sebuah organisasi layanan kesehatan mendapatkan tempatnya. Dalam hal ini Sistem Manajemen Mutu (SMM) bisa jadi menjadi sangat penting bukan sekedar pada ketersediaan dokter saja atau alat yang lengkap saja namun adalah sebagai gabungan sistem manajemen yang mengatur semua sumber daya yang ada untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien termasuk ketersediaan, kelengkapan dan kepatuhan terhadap prosedur yang ada.
***
Rasanya semua pihak akan sepakat bila mutu memang sangat diperlukan dalam pelayanan kesehatan. Tetapi permasalahan yang sering terjadi bahwa mutu dianggap sesuatu yang mahal dan mewah, walaupun sebenarnya bisa menjadi sesuatu yang sangat murah.
Bayangkan dengan adanya kasus tuntutan hukum maka biaya yang dikeluarkan oleh pihak tergugat (baik RS maupun tenaga medis/ paramedis) menjadi sangat mahal. Pembayaran ganti rugi, biaya yang dikeluarkan untuk mediasi maupun untuk membayar profesional hukum seperti lawyer menjadi berlipat-lipat bila dibandingkan RS mengeluarkan biaya untuk membiayai pelatihan mutu, audit internal dan segala kebutuhan minimal untuk menjadikannya bermutu.
Selain biaya tersebut di atas masih ada biaya yang timbul juga karena efek sosialnya seperti pencitraan yang buruk, kehilangan calon pelanggan sehingga juga dibutuhkan usaha lebih dari RS untuk memulihkan nama baiknya.
Jelaslah bahwa layanan kesehatan yang bermutu, menemukan momentum terbaiknya pada saat terjadi sebuah kegagalan (tuntutan hukum, tudingan malpraktik dll). Sebenarnya mutu adalah upaya pencegahan sebelum kegagalan terjadi, sehingga dibutuhkan pemimpin/manajer yang visioner untuk mengantisipasi kegagalan tersebut. Semoga. q - c. (3302-2011).
*) dr Tri Astuti Sugiyatmi,
Anggota Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi kesehatan
Fakultas Kedokteran UGM.

Sunday, September 4, 2011

"saya ikat anak dengan doa"

Lebaran identik dengan saling silaturrahim. Yang muda datang ke yang tua. lazimnya di dalam kondisi itu akan saling bercerita tentang masa kecil, masa muda dan tentu kondisi sekarang. Banyak pelajaran dari situ. Saat kami berkunjung ke sesepuh yang sukses beliau menceritakan bagaimana membesarkan anaknya yang sekarang sedang berusaha meraih gelar profesornya di luar negeri. Juga bagaimana adik-adiknya yang sekarang sedang menempuh jenjang pendidikan lanjutannya. Saat saya bertanya apa kuncinya Bapak kok bisa sukses membesarkan anak-anak dalam kondisi berkecukupan ( beliau pensiunan pejabat di sebuah BUMN ? Cukup mengagumkan jawaban yang saya terima "saya ikat anak dengan doa... juga berilah mereka makanan yang halal". sebuah jawaban yang kelihatannya sederhana, tetapi sebenarnya mengandung makna yang sangat dalam. Bagaimana di tengah situasi dimana semua ditakar dan di ukur dengan uang, namun si bapak sedemikian sukses menanamkan bahwa justru itu bukan segalanya...Beliau menceritakan juga bahwa bekerja keras dan menanamkan rasa keagamaan yang benar juga menjadi bagian usahanya. sekarang saatnyalah menurut saya dimana si Bapak sedang menuai apa yang pernah ditanamnya di masa lalu. Dan yang mengharukan beliau yang baru kita kenal beberapa waktu sebelumnya, memberikan kita doa tulus untuk kami sekeluarga. Subhanallah. Banyak cerita di balik kesuksesan seseorang. yang jelas kerja keras sebagai bagian dari usahanya dan doa menjadi salah satu kuncinya...