Thursday, March 22, 2012

Terminologi “Rumah Sakit” vs Paradigma Sehat

Usulan JK : Perubahan Istilah Rumah Sakit Tri Astuti Sugiyatmi* Sebuah Ide segar datang dari Jusuf kalla, mantan Wakil Presiden yang sekarang menduduki sebagai ketua Palang Merah indonesia (PMI) ini. Pada waktu meresmikan sebuah Gedung G RS PMI beberapa hari lalu tanggal 21 Februari 2012, maka JK- sapaan akrabnya -melontarkan sebuah ide perubahan istilah RS sebagai rumah sakit, karena dianggap tidak tepat. Kalau kita mengacu pada William shakespeare- seorang sastrawan yang melontarkan istilah “What’s a name?” - yang dalam bahasa kita menjadi berarti apalah arti sebuah nama - maka penggantian istilah rumah sakit dianggap tidak terlalu penting. Namun bila mengacu dari asal-usul dari institusi perawatan kesehatan pasien oleh tenaga medis dan paramedis ini terlihat jelas bahwa terminologi rumah sakit yang kita miliki sungguh sangat berbeda dengan hospital yang berasal dari bahasa Latin itu. Hospital berasal dari hospes yang berarti tuan rumah juga menjadi akar kata dari hotel dan hospitality (keramahan) seperti disebutkan dalam sebuah ensiklopedia bebas (Wikipedia). Rumah Sakit : Memberi Energi Negatif Bila dalam bahasa Indonesia rumah sakit bisa jadi berarti rumahnya Si Sakit. Si Sakit akan diobati di tempat tersebut untuk mendapatkan kesehatannya. Namun satu hal bahwa istilah tersebut membuat adanya sebuah sugesti buruk pada si sakit. Juga bisa dikatakan istilah rumah sakit akan menimbulkan “aura” yakni sebuah sensasi atau perasaan pada si sakit bahwa akan munculnya sebuah gangguan ikutan. Yang jelas menurut penulis, bisa jadi istilah rumah sakit juga menimbulkan “perasaan dan energi negatif” tidak hanya pada si sakit sebagai pasien yang musti mendapat perawatan, namun bisa juga pada petugas-petugasnya. Perasaan negatif itu bisa menjadi akar penyebab banyak petugas kesehatan yang notabene merawat si sakit menjadi kurang ramah, ketus atau kurang perhatian- seperti banyaknya keluhan pasien selama ini. Dalam sebuah pemantauan pelayanan publik berbasis masyarakat (citizen report card) yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2010 yang lalu bahwa pasien miskin yang datang ke layanan kesehatan itu sebagian besar (74,9%) mempunyai keluhan terhadap rumah sakit. Keluhan yang ada di antaranya adalah sikap para petugas kesehatan baik dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya yang disebut sebagai kurang ramah, kurang perhatian dan sejenisnya yang lain. Selain itu terminologi rumah sakit tidak dapat dipungkiri merupakan produk dari paradigma sakit yang dulu kita anut. Bahwa pusat berpikir dari segala hal bermuara ke arah “sakit”. Permasalahan kesehatan akan selesai bila kita hanya mengobati si sakit. Upaya pencegahan dan promosi dianggap menjadi tidak penting. Rumah Sehat : lebih cocok Seperti juga sudah banyak diketahui bahwa paradigma sehat yang sudah diperkenalkan cukup lama yaitu sejak tahun 1974 dan di formalkan pada tahun 1998 pada saat Prof Dr Farid Anfasa Moeloek, SpOG(K) yang menjabat sebagai Menteri Kesehatan, dalam beberapa hal masih belum optimal dalam pelaksanaannya. Demikian juga untuk program pembangunan berwawasan kesehatan yang diresmikan oleh Presiden BJ Habibie pada satu tahun sesudahnya , sampai sekarang masih harus terus diperjuangkan. Paradigma sehat yang berupaya memasarkan konsep bahwa mencegah adalah lebih baik daripada mengobati adalah sangat relevan dalam masa sekarang ini. Permasalahan mahalnya pembiayaan kesehatan, transisi epidemiologi yang membuat penyakit degenaratif kronis melampaui penyakit infeksi menular, permasalahan jumlah lansia yang makin banyak karena adanya peningkatan umur harapan hidup merupakan bukti bahwa paradigma sehat cukup fit untuk diingatkan dan diterapkan kembali. Untuk memecahkan problem kesehatan hendaknya dimulai dari kerangka pikir yang komprehensif. Bahwa fasilitas pelayanan kesehatan seperti RS hanyalah salah satu komponen dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat atau perorangan selain upaya perubahan perilaku dan lingkungan sebagaimana diungkapkan oleh H.L. Blum, seorang dokter yang ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Berkeley, AS. Menurut hemat penulis, penggantian istilah rumah sakit (RS) dengan istilah baru yang seperti “Rumah Sehat“ atau “Rumah Sembuh” menjadi salah satu aplikasi dari paradigma sehat. Rumah Sehat dengan singkatan yang tetap RS ( tidak mempengaruhi penyebutan singkatannya), cukup representatif untuk menggambarkan sedikit pergeseran pola pikir itu. Istilah “Rumah Sehat” diharapkan akan dapat memberi sugesti dan perasaan sehat pada si pasien maupun seluruh petugas yang melayaninya. Tentu juga untuk melawan dari energi atau sugesti negatif dari kata “rumah sakit”. Dengan demikian konsep hospital atau hospitality yang berarti keramahan, senang menjamu, suka menerima tamu dengan hangat atau istilah lain yang serupa akan menjadi kenyataan.

1 comment:

Itan'S Blog said...

setuju tuh ma usulannya.. jadi rumah sehat :)