Wednesday, May 26, 2010

Iso Ora Iso Harus ISO

Menuju Puskesmas yang lebih Bermutu :
“Iso Ora Iso “ Harus ISO

Begitulah guyonan di antara kami- pegawai Puskesmas dan Dinas Keseshatan Kota Tarakan- yang sedang berjuang untuk menjaminkan mutu manajemen di tempat bekerja dengan sertifikasi ISO (International Organization for standardization). Guyonan yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti “ bisa atau tidak bisa harus ISO”
ISO yang pertama adalah dalam bahasa Jawa yang berarti bisa atau sanggup. Sedangkan kata ISO di belakang menunjuk pada ISO 9001:2000 yaitu standar internasional untuk sistem manajemen mutu yang dikeluarkan oleh ISO ( organisasi Internasional untuk standarisasi) yang berpusat di Swiss untuk mengembangkan dokumen sesuai standar yang ada.
Jadi nantinya adanya auditor eksternal- yang akan melakukan audit dokumen dan kesesuaiannya di lapangan. Bila lulus maka puskesmas atau dinas kesehatan akan memperoleh sertifikat ISO 9001: 2000.
Sesungguhnya yang dibangun dalam menuju sertifikasi ISO ini adalah bukan gedung yang megah dan wah serta peralatan yang sangat canggih. Namun dalam ISO 9001:2000 yang dibangun adalah Sistem managemen Mutu (SMM). Pada lembaga yang tersertifikasi bisa diartikan sistem manajemen mutunya dijaminkan oleh lembaga sertifikasi tersebut. Sehingga diharapkan dengan terimplementasikannya SMM ini maka organisasi akan menjadi lebih bermutu dan budaya mutu akan menjadi budaya sehari-hari suatu saat kelak. Dan saat itu mungkin ISO “ sudah tidak diperlukan lagi” karena sudah built in (terbangun dan menyatu) di dalam diri masing-masing. Perlu diketahui bahwa bukan hanya ISO saja yang bisa menjadi acuan tetapi ada beragam organisasi lain yang punya tujuan yang sama. Pada ISO sendiri sebenarnya terdiri dari 4 kegiatan atau hal utama yaitu adanya pengelolaan sumberdaya yang baik, dengan tanggungjawab pada pihak manajemen yang selalu malakukan analisa dan perbaikan terus menerus sehingga akan merealisasikan produk yang diharapkan diharapkan akan memuaskan pelanggan. Sehingga kalaupun belum memuaskan bagi seluruh atau sebagian pelanggan maka akan dilakukan perbaikan secara terus menerus.
Tuntutan Jaman
Dulu pegawai negeri sipil (PNS) – termasuk pegawai di lingkungan dinas kesehatan - adalah ibarat raja. Karena seolah-olah menjadi penguasa maka dia dia harus dilayani. Apa yang diperbuat tidak ada yang berani mengkritisi. Jadi wajar bila pelayanan publik yang ditangani oleh PNS menjadi terkesan “seadanya”. Apa dan bagaimana sudah menjadi rahasia umum. Anekdot bahwa “kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah” dan banyaknya pernyataan yang mengggambarkan betapa kinerja PNS selalu tidak professional, berbelit-belit dan tidak bermutu sudah sangat jamak terdengar
Sekarang era sudah berbeda. Seiring dengan reformasi maka setiap orang bisa menjadi abdi masyarakat. Sekarang masyarakat pelanggan adalah raja.maka paradigma PNS yang dulu sebagaimana raja dan abdi negara bergeser dan bebas berkomentar apapun tentang apa dan siapapun. Sejalan dengan tuntutan masyarakat yang semakin mengemuka maka paradigma PNS yang dulu sebagaimana raja dan abdi Negara bergeser menjadi abdi masyarakat.
Sekarang masyarakat pelanggan adalah raja. Sehingga pada era sekarang semua pegawai harus berkomitmen bahwa kita adalah pelayan masyarakat. Karena masyarakat sebagai pelanggan adalah raja, maka tuntutan pelayanan publik yang rasional dan bermutu adalah sebuah keniscayaan. Tetapi walaupun perubahan adalah sebuah keniscayaan tetapi dimana-mana penolakan juga akan ada.
“Kalau dengan seadanya saja bisa, kenapa harus berubah?” Demikian pernyataan yang bernada resisten terhadap sebuah program perubahan dimanapun yang terjadi pada pihak-pihak yang merasa “terganggu” berbagai kepentingannya.
Sebenarnya selain karena tuntutan reformasi maka proses globalisasi juga menjadi tantangan yang cukup berat bagi pelayanan publik. Bagaimana tidak jika suatu saat ada ada bermacam pelayanan public khususnya bidang kesehatan yang muncul di samping puskesmas kita. Hal ini bukan tidak mungkin. Era persaingan bebas sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka hal tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bagi apakah organisasi bisa bertahan di dalam situasi tersebut.
Otonomi daerah juga menjadi salah satu faktor pendorong yang cukup penting. Menyangkut tentang standarisasi manajemen -khususnya bidang kesehatan- memang belum kelihatan. Yang sudah ada adalah manajemen klinis yang langsung berhubungan dengan permasalahan penyakit dan penanganannya. Sehingga muncul peluang dimana daerah yang berminat akan mencari standarisasi yang dimaksud.
Perlu Perubahan Mental Model
Dengan metode dan cara apapun sebenarnya pelayanan publik memang dituntut untuk terus berbenah. Sudah banyak program atau proyek yang pernah dilakukan untuk pembenahan ini. Dulu ada quality assurance (QA) atau jaminan mutu yang sekarang sudah “mati suri”. Kenyataan di lapangan bahwa sistem ini dianggap rumit sehingga pelan tetapi pasti akhirnya QA menjadi mati.
Tetapi akar permasalahan mungkin bukan pada kerumitannya. Namun program penjaminan mutu ini dianggap hanya sebagai “proyek” yang suatu ketika akan berakhir. Memang disinilah konsep dan mindset tentang mutu beserta komitmennya itu sendiri sudah harus dibangun sejak awal.
Mutu yang diyakini sebagai mengerjakan yang benar dengan benar memanglah bukan program/proyek tetapi adalah sebagai sesuatu yang seharusnya dilakukan. Mutu oleh seorang ahli dikatakan sebagai zero defect atau tanpa kecacatan adalah memang menjadi lebih dari sekedar tuntutan tetapi juga menjadi kebutuhan. Para bidang kesehatan dimensi mutu juga berisikan hal keterjangkauan, efektifitas, efisiensi, keamanan sebuah tindakan pengobatan, kesinambungan, kompetensi,kenyamanan serta sampai pada hubungan antar manusia adalah sebenarnya hal yang wajar dan manusiawi.
Dengan menyadari bahwa program ini adalah sebuah perubahan yang mendasar pada sistem manajemen- dimana semua pihak di dalam organisasi tersebutpasti akan terkena imbasnya- maka sudah seharusnya kita mendukung program peningkatan mutu baik dengan standar ISO atau yang lain. ISO hanya salah satu dari tools yang ada yang dipakai oleh sistem manajemen untuk selalu melakukan perbaikan secara terus menerus- seperti tuntutan masyarakat yang semakin meningkat ini.
Selain dibutuhkan partisipasi total dari seluruh staf juga dibutuhkan perubahan mindset bahwa hal ini ( perubahan kearah yang lebih baik) adalah sebuah keniscayaan. Untuk itu dibutuhkan pemahaman bahwa penerapan sistem manajemen mutu adalah bukan proyek sehingga tidak akan berakhir sampai kapan pun. ISO bisa jadi “berhenti” tetapi perubahan ke arah yang lebih baik- sebagai napas ISO- adalah perjuangan yang tidak pernah berhenti. Bukankah ini klop sekali dengan moto bahwa “ hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik daripada hari ini?”. Dan untuk menjawab pertanyaan ini semua terpulang kepada nilai maupun mental model yang kita anut.

No comments: