Saturday, March 26, 2011

Menuju jaminan Kesehatan Semesta :: skenario teknologi informasi : menunggu lahirnya BPJS

MENUJU JAMINAN KESEHATAN SEMESTA :


SKENARIO TEKNOLOGI INFORMASI : MENUNGGU LAHIRNYA UU BPJS

Oleh : Tri Astuti Sugiyatmi*



Sebuah artikel di harian ini tanggal 25 Maret 2010 yang ditulis oleh Menkes memuat tentang roadmap menuju Jaminan Sosial Nasional dalam bidang kesehatan yang dikenal sebagai Jaminan Kesehatan Semesta ( Jamkesta ) yang mana untuk mencapai kondisi tersebut - tidak hanya cukup memperluas kepesertaan tetapi juga penting untuk mempersiapkan infrastruktur yang dibutuhkan.

Merujuk dari istilah infrastruktur dapat dimaknai dibutuhkannya subsistem pendukung yang cukup handal dari sebuah sistem Jamsosnas. Dengan kata lain, kebutuhan infrastruktur yang meliputi fisik serta non fisik menjadi subsistem pembangun struktur dari situasi yang juga sering disebut sebagai Universal Coverage tersebut. Kebutuhan akan infrastruktur yang dimaksudkan sebenarnya sebagian sudah terlihat pada peta jalan yang sedang dirancang, namun demikian masukan dari berbagai pihak kiranya tetap mendapat tempat sewajarnya, sehingga peta jalan yang sifatnya final nantinya akan semakin sempurna.



Teknologi Informasi adalah keniscayaan

Sistem informasi manajemen yang berbasiskan Teknologi Informasi (SIM-TI) sebagai salah satu infrastruktur pendukung pelaksanaan Jamkesta, selanjutnya disebut sebagai teknologi informasi atau TI saja, sudah disadari pentingnya dan terbukti menjadi salah satu blok yang akan dicermati pada pelaksanaannya nanti. Tidak perlu diperdebatkan lagi bila dalam hal ini, teknologi informasi memang menjadi sebuah keniscayaan.

Kebutuhan SIM yang handal dalam mendukung semua kegiatan sudah lama disadari oleh manajemen PT Askes sebagai lembaga asuransi kesehatan besar di negeri ini, bahkan keberadaannya sudah menjadi salah satu misi yang akan mendukung semua proses bisnis di dalamnya adalah bukti bahwa rancangan SIM berbasis TI harus dipikirkan jauh hari sebelum Jamkesta itu berjalani.

Belajar dari PT Askes yang sedang mengembangkan ASTERIX ( Askes Integrated and Responsive Information exchange) yang diklaim dapat menjawab kebutuhan teknologi informasi dalam mengelola sebuah risiko dan Bridging System sebuah upaya untuk memadukan dengan SIM dari provider makin memberikan kesadaran pada kita semua bahwa SIM-TI menjadi sebuah PR yang cukup besar dalam rangka mendukung Jamkesta.

Dapat dibayangkan bila nanti semua penduduk Indonesia yang kira-kira berjumlah sekitar 250 juta - an akan menjadi peserta dan berasal dari ribuan pulau yang ada, bila dikelola tanpa dukungan SIM -TI yang memadai maka akan terjadi “kekacauan” dalam sistem administrasi yang ada.

Untuk itu dalam rangka menyelesaikan PR besar ini harus didukung oleh sebuah proses manajemen yang sangat baik. Pilihan SIM- TI yang akan digunakan nantinya juga harus dapat mengakomodir keperluan teknis para pengguna langsung, auditor serta yang tidak kalah penting adalah pihak manajemen sebagai “pemilik” proses bisnis itu sendiri.



COBIT - sebagai kerangka berpikir

Dalam banyak artikel di sebutkan bahwa banyak sekali standar maupun tools dalam sistem informasi berbasis komputer maupun auditnya dengan keunggulannya masing-masing. Setidaknya tercantum ada COSO (Committee of the Sponsoring Organizations, COBIT ( Control Objective for Information and related Technology), SARBOX (Sarbanes-Oxley Act ), ISO (International Organization of Standardization) 17799 , dan BASEL II.



Dari pilihan-pilihan tersebut tampaknya COBIT dapat menjadi sebuah alternatif terbaik yang dapat digunakan dalam mempersiapkan SIM-TI yang digunakan dalam menyongsong pelaksanaan Jamkesta yang akan datang.

Dalam COBIT dikenal empat (4) domain besar yang sangat perlu diperhatikan yaitu : Perencanaan dan organisasi (plan and organise), Pengadaan dan implementasi (acquire and implement), Pengantaran dan dukungan (deliver and support) serta Pengawasan dan evaluasi (monitor and evaluate).

COBIT yang dikembangkan oleh Information System Audit and Control Association (ISACA) melalui lembaga yang dibentuknya yaitu Information and Technology Governance Institute (ITGI) pada tahun 1992 cukup komprehensif untuk dapat diterapkan dalam sebuah kerja besar yang akan menorehkan sejarah yang cukup penting dalam pelaksanaan sistem Asuransi Kesehatan Nasional (AKN) di negeri ini.





Skenario TI : menunggu momentum



Pertanyaan berikutnya setelah menyadari bahwa kebutuhan akan TI sebagai sebuah keharusan dan “memilih” COBIT sebagai kerangka berpikir dalam mempersiapkan segala sesuatunya dalam menyongsong Jamkesta, maka kapankah saat yang tepat untuk memulai pekerjaan yang sangat penting ini?



Kelahiran UU BPJS ( Undang-Undang Badan Penyelanggara Jaminan Sosial) yang sampai sekarang sedang digodok oleh DPR memang mempunyai arti yang cukup strategis dalam pengembangan TI yang dibutuhkan.



Keputusan apakah nantinya akan dikembangkan satu badan penyelenggara saja sebagai pembayar (single payer) ataupun lebih dari satu badan penyelenggara jaminan kesehatan (multi payer) yang direpresentasikan oleh UU BPJS itu maka keberadaan SIM-TI sebagai salah satu pendukung Jamkesta tetap tidak akan tergoyahkan.



Skenario kebutuhan TI pertama pada kondisi BPJS tunggal sudah tergambar seperti pada PT Askes sekarang dengan bridging system-nya walaupun tentu saja berbeda besaran dan kompleksitasnya. Sementara bila UU BPJS menetapkan ada lebih dari satu badan penyelenggara yang tersebar di pusat (BPJS pusat) maupun daerah (BPJSD) maka SIM –TI justru akan berperan sebagai “ pengikatnya” sebagai skenario kedua.



Konsep Jaminan Kesehatan Daerah dengan Skema Desentralisasi Terintegrasi - seperti rancangan Prof.dr. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD, dari UGM Yogyakarta - akan menjadi sangat efektif bila TI yang diterapkan nantinya akan menjadi salah satu faktor yang berkontribusi besar pada hal pengintegrasian sistem tersebut. Hal ini dapat dianalogikan dengan yang berlaku pada banyak lembaga perbankan yang berhasil mengintegrasikan sistem yang berbeda dengan sebuah model kartu ATM tentu saja beserta perangkatnya yang dapat digunakan secara bersama. Dengan sebuah kartu peserta, sebagai produk dari sebuah SIM –TI, maka prinsip portabilitas - pemberian jaminan kesehatan dapat terus berkelanjutan walaupun peserta berpindah tempat, pekerjaan bahkan BPJSD sekalipun asalkan masih di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia - akan tetap dapat terjaga.



Sehingga apapun keputusan yang keluar dari Senayan mengenai UU BPJS – single payer ataupun multi payer- segera dapat ditindaklanjuti dengan rancangan SIM – TI yang paling tepat. Maka kombinasi beberapa prinsip penyusunan informasi yaitu kualitas (quality), tanggung jawab (fiduciary responsibility) dan keamanan (security) yang dihasilkan COBIT dan diterjemahkan menjadi efektifitas, efisiensi,kerahasiaan, integritas, ketersediaan, kepatuhan dan keandalan justru akan menjadi semakin “kaya” dengan fungsi teknologi informasi yang menjadi faktor “pengintegrasi “ sistem yang berbeda tanpa menghilangkan karakteristik daerah yang ada, bila kondisi multi payer yang terjadi. Semoga.

No comments: