Kala ada orang yang berbuat baik dan ramai diberitakan maka komentar akan bermunculan. Ada yang pro dan banyak pula yang kontra. Yang pro mengatakan perbuatan kebaikan itu memang sedang dirindukan oleh banyak orang....rakyat butuh keteladanan....pemimpin harapan dll pernyataan senada yang sifatnya positif.
Tapi hal itu juga tidak sepi dari cemoohan, cacian serta rasa kecurigaan bahwa itu hanyalah pencitraan dll. Coba kalo tidak disyuting, apakah masih mau apa tidak sang mentri naik kereta kommuter dan lain-lain.
Bukan bermaksud membela sang mentri yang memang saya sukai tulisan-tulisannya itu, saya katakan bahwa bahwa bagaimana kita menakar sebuah keikhlasan serta motif apa yang mendasari seseorang melakukan perbuatan tertentu. Sulit sekali. Kenyataannya sangat sulit. Niat hanya di dalam hati, yang hanya diketahui oleh orang tersebut dengan Allah saja, Sang Pemilik Hati.
Jadi rasanya tidak terlalu perlu bagaimana kita harus menilai, mengukur sebuah keikhlasan dari seseorang. Maka yang diperlukan adalah sebuah pola pandang positive thingking saja, apapun motif asal orang tersebut. Toh sebetulnya menurutku sih bahwa walaupun lebih baik beramal tanpa diketahui tangan yang lain, apalagi orang lain; namun ada pengecualian bahwa terpenuhinya kewajiban yang dilakukan oleh seorang pemimpin baik juga untuk disampaikan, bahkan disorot untuk disebarkan ke kalangan yang lebih luas. Dampaknya lebih luas dan bisa jadi akan punya daya ungkit yang lebih besar pada hal lain.
Jadi bagi saya tidak terlalu penting mempermasalahkan motif apa dibaliknya. Apakah ada udang di balik batu atau sejenisnya. Toh walaupun tahu akan disyuting tetapi selama ini juga terbukti bahwa belum ada yang bertindak demikian. Tidak semua yang baik adalah settingan dan pencitraan, Sesuatu yang sifatnya ajeg dan konsisten tentu jauh dari hanya sekedar pencitraan... Dan hanya Allah lah yang bisa menakar sebuah keikhlasan. Kepada Nya lah semua akan terukur dengan sebenarnya....
No comments:
Post a Comment