Sunday, March 9, 2014

Pamusian dan Karang Anyar Paling Rawan DBD (Radar Tarakan)

Senin, 17 Februari 2014
Pamusian dan Karang Anyar Paling Rawan DBD- 2013, Pamusian Terdata 49 Kasus, Karang Anyar 44 Kasus
TARAKAN – Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi ancaman serius masyarakat Kota Tarakan. Dukungan semua pihak sangat penting untuk memerangi penyebaran penyakit yang disebabkan virus yang dibawa oleh vektor gigitan nyamuk Aedes Aegypti ini. Termasuk menyadarkan masyarakat untuk menerapkan sistem 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur/Memantau).

Dari informasi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tarakan, pada bulan Januari lalu, terlaporkan 25 kasus DBD—laporan pihak Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Rinciannya, 2 kasus di Kelurahan Juata Permai, 4 kasus di Kelurahan Juata Kerikil, 3 kasus di Kelurahan Karang Anyar, 1 kasus di Kelurahan Sebengkok, 3 kasus di Kelurahan Lingkas Ujung, 4 kasus di Kelurahan Pamusian, 1 kasus di Kelurahan Kampung 1/Skip dan 1 kasus di Kelurahan Kampung VI.

Tahun lalu, temuan kasus DBD terbesar adalah Kelurahan Pamusian 49 kasus dan Karang Anyar 44 kasus dari total temuan 368 kasus. Tahun 2010, data kumulatif kasus DBD sebanyak 275 kasus, 2011 terdapat 260 kasus, dan tahun 2012 terdapat 364 kasus.

Upaya paling efektif mencegah penyebaran virus DBD adalah memahami siklus nyamuk demam berdarah. Demikian diungkapkan Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Kota Tarakan, Tri Astuti Sugiyatmi, baru-baru ini.

“Nyamuk demam berdarah umumnya bertelur di air lalu menjadi larva, selanjutnya menjadi pupa sebelum menjadi nyamuk dewasa. Jika pola penanganannya hanya dilakukan dengan fogging (penyemprotan pestisida anti nyamuk, Red.), yang terbunuh hanya nyamuk dewasa. Namun larva yang ada di air tetap hidup, dan hanya bersiklus sekitar satu hingga dua minggu untuk menjadi nyamuk dewasa,” ujarnya.

Untuk itu, upaya fogging harus dibarengi dengan 3M. Ini berkaitan dengan sifat nyamuk demam berdarah. “Sifat umum Aedes Aegypti dewasa umumnya menyukai tempat yang relatif bersih. Nah, dengan kondisi masyarakat Tarakan yang hampir sebagian besar mempunyai penampungan air hujan, tentunya mudah bagi nyamuk untuk mencari sarana bertelur sehingga siklus nyamuk tersebut terus berkembang,” paparnya seraya menyebutkan bahwa, rata-rata vektor nyamuk Aedes Aegypti mampu berkembang biak dalam rumah, baik gentong penampungan air bersih, profil tank dan lainnya.

“Meski sejauh ini puskesmas memiliki program larvadisasi terjadwal setahun dua kali dan insindentil saat ada laporan, masyarakat harus tetap mengaktifkan 3M,” tambahnya.

Aedes Aegypti sangat mendominasi penyebaran penyakit DBD, dibandingkan dengan nyamuk lain yang dapat menyebabkan penyakit Malaria dan Filariastis. Dikatakan Tri, temuan penyakit malaria di Tarakan merupakan impor dari wilayah lain.(dsh/ndy

No comments: