Wednesday, April 16, 2014

Bill Gatesdan Isu Kesehatan di Indonesia

Yang tertinggal dari Kunjungan Gates ke Indonesia

Bill Gatesdan Isu Kesehatan di Indonesia
Oleh : Tri Astuti Sugiyatmi*
Di tengah suasana hingar bingar jelang pesta demokrasi di Indonesia, maka  kedatangan Bill Gates , -- salah satu orang terkaya di dunia- luput dari perhatian  masyarakat kebanyakan. Walaupun disambut dan didampingi oleh 2  pejabat menteri tetapi  beritanya hanya kecil saja.
Dalam kesempatan ini Bill Gates bersama para pengusaha nasional  membentuk Indonesia Health Fund (IHF) sebagai   wadah  bagi penggalangan dana bagi pemberantasan penyakit di Indonesia. Memang sudah  diketahui sejak tahun 2009, pemilik Microsoft ini banyak bergerak dalam nilai-nilai  yang berkaitan dengan pelibatan masyarakat dalam banyak bidang termasuk kesehatan melalui yayasan dibentuknya, Bill &Melinda Gates Foundation.
Misi Gates untuk menggerakan  para pengusaha menjadi filantropis –sesuatu yang selama ini dianggap sebagai sebuah paradoks dalam bisnis- sudah menjadi inspirasi bagi banyak pihak. Gates mengajarkan  banyak hal kepada kita, termasuk yang berkaitan dengan isu kesehatan di negara kita.
Dari PPM sampai pengendalian penyakit
Terkumpulnya dana puluhan juta dollar (US$ 80juta) atau  ratusan milyar dalam rupiah  menjadi bukti bahwa Public Private Partnership (PPP) atau Public Private Mix (PPM) bila digarap dengan baik akan menjadi sumber pembiayaan alternatif bagi  dunia kesehatan kita.
Entah kebetulan atau tidak maka kehadirannya  juga  mendekati event hari kesehatan sedunia 7 April yang  mengangkat tema mewaspadai penyakit yang ditularkan oleh vektor – si makhluk kecil dengan ancaman besar(small creature, big threat). Perhatian Gates yang sangat besar pada penyakit demam berdarah yang masih menjadi masalah kesehatan di negara kita dan 100 negara lain di dunia  menjadi magnitude tersendiri  bagi pengendalian penyakit ini di Indonesia. Apalagi penyakit yang ditularkan oleh vektor khususnya nyamuk menjadi salah satu prioritas lembaga  bantukannya itu.
Pada saat teknologi  informasi  - dunia yang digelutinya selama ini- bergerak sangat cepat dan menuntut perhatian penuhnya, justru  pada saat yang sama dia  menaruh perhatian yang spesial terhadap masalah-masalah kesehatan yang sering diabaikan oleh banyak pihak. Bahkan pada saat kunjungannya ke Yogyakarta menyempatkan untuk mengunjungi dan melihat langsung penelitian EDP (Elimination Dengue Project) dimana  dikembangkan pendekatan baru untuk melawan virus dengue melalui bakteri Wolbachia yang dikembangkan pada nyamuk Aedes.
Tentu saja hal itu dilatarbelakangi  bahwa upaya yang ada dari pencegahan dan pengendaliannya DBD sampai sekarang dianggap masih belum memuaskan dunia. Sedangkan vaksin dan obatnya sampai sekarang juga belum ada. Upaya  dengan pengendalian vektor atau nyamuk dengan cara-cara kimia (insektisida semprot)  dan larvasida selain mahal juga bisa jadi menimbulkan dampak lain, khususnya bagi lingkungan. Sementara upaya lain seperti 3 M (menutup, menguras penampungan air dan mengelola barang bekas) membutuhkan komitmen, konsistensi dan kontinyuitas itu  menjadi  sulit karena menyangkut perilaku masyarakat yang untuk mengubahnya tidak semudah membalik telapak tangan.
Tentu saja kehadirannya  menjadi sebuah suntikan semangat bagi para peneliti dunia dalam mencari terobosan  baru dari upaya pengendalian penyakit yang mempunyai angka kematian yang cukup tinggi itu.
Pelajaran Baik Bagi Semua
Di sisi lain, bagi sebagian kalangan  hal  ini  cukup membuat kita malu sebagai sebuah bangsa. Bagaimana tidak? Selama ini, biasanya urusan kesehatan selalu dianggap tidak penting. Kesehatan adalah permasalahan di hilir yang kehadirannya “tidak  dapat dirasakan”  saat situasi berlangsung normal. Kesehatan menjadi penting saat ada kasus -kasus yang menjadi opini publik, adanya wabah  atau kejadian luar biasa (KLB)  maupun bila menyangkut janji-janji  politis  para politisi. Pada saat berbicara anggaran kesehatan maka dianggap bahwa kesehatan  dianggap hanya “menghabiskan” anggaran. Outcome rakyat sehat, menurunnya angka kesakitan dan angka kematian, serta naiknya angka harapan hidup memang  indikator yang kurang populer bagi sebagian pihak terutama kalangan bisnis/ekonomi.  Justru  Bill Gates yang datang dari “jauh” secara nature justru   mempunyai pola pikir yang sangat istimewa.  Anggarankesehatan baginya adalah sebuah investasi.
Pola pikir Gates ini juga menjadi semacam sindiran halus bahwa dalam  hal  anggaran kesehatan di negara kita masih sangat rendah.  Belanja kesehatan di Indonesia dalam 40 tahun terakhir hanya 2,5-3% dari PDB. Bahkan dalam 2 periode pak SBY ini anggaran hanya sekitar 1% dari PDB. Kisaran angka itu memang masih sangat jauh dari nilai ideal yaitu 5% dari besaran APBN kitasesuai amanat Undang-Undang. Bahkan bila dibandingkan dengan negara yang katakan ekonominya lebih jelek dibanding Indonesia  seperti Vietnam dan Filipina tetapi belanja kesehatan sudah sampai 4-5% dari PDB. Apalagi masalah kesehatan kesehatan yang menjadi prioritas dari Gates adalah sebagian besar termasuk dalam  wilayah  kesehatan masyarakat (public goods)seperti upaya pemberantasan penyakit  yangsebenarnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara. Berbeda dengan  upaya kesehatan perorangan (private goods) yang mana tanggung jawab pribadi masuk di dalamnya, termasuk dalam hal pembiayaannya seperti  terlihat pada konsep asuransi sosial  dimana masyarakat harus berbayar dalam kepesertaannya kecuali bagi masyarakat miskin yang dibayar oleh negara.
Untuk itulah maka Bill Gates dengan segala pesonanya (kekayaan 772 T yang dimilikinya, sikap humble, kedermawanannya, pola pikirnya yang istimewa)   yang   justru tertarik dengan hal yang sering dianggap “remeh temeh” bisa menjadi cermin sekaligus insight baru. Momentum dan tujuan kedatangan beliau ini semestinya juga dibaca sebagai pendidikan  bagi para wakil rakyat, partai  pemenang Pemilu dan presiden baru  nantinya untuk kembali memikirkan  besaran anggaran kesehatan menjadi lebih layak.



·         triastutisgtm004@gmail.com

No comments: