Yang tertinggal dari
Kunjungan Gates ke Indonesia
Bill Gatesdan Isu Kesehatan di Indonesia
Oleh : Tri Astuti
Sugiyatmi*
Di tengah suasana hingar bingar jelang
pesta demokrasi di Indonesia, maka
kedatangan Bill Gates , -- salah satu orang terkaya di dunia- luput dari
perhatian masyarakat kebanyakan.
Walaupun disambut dan didampingi oleh 2
pejabat menteri tetapi beritanya
hanya kecil saja.
Dalam kesempatan ini Bill Gates
bersama para pengusaha nasional
membentuk Indonesia Health Fund
(IHF) sebagai wadah bagi penggalangan dana bagi pemberantasan
penyakit di Indonesia. Memang sudah diketahui sejak tahun 2009, pemilik Microsoft
ini banyak bergerak dalam nilai-nilai
yang berkaitan dengan pelibatan masyarakat dalam banyak bidang termasuk
kesehatan melalui yayasan dibentuknya, Bill
&Melinda Gates Foundation.
Misi Gates untuk menggerakan para pengusaha menjadi filantropis –sesuatu
yang selama ini dianggap sebagai sebuah paradoks dalam bisnis- sudah menjadi
inspirasi bagi banyak pihak. Gates mengajarkan
banyak hal kepada kita, termasuk yang berkaitan dengan isu kesehatan di
negara kita.
Dari PPM sampai pengendalian penyakit
Terkumpulnya dana puluhan juta
dollar (US$ 80juta) atau ratusan milyar
dalam rupiah menjadi bukti bahwa Public Private Partnership (PPP) atau Public Private Mix (PPM) bila digarap
dengan baik akan menjadi sumber pembiayaan alternatif bagi dunia kesehatan kita.
Entah kebetulan atau tidak maka
kehadirannya juga mendekati event hari kesehatan sedunia 7
April yang mengangkat tema mewaspadai penyakit
yang ditularkan oleh vektor – si makhluk kecil dengan ancaman besar(small creature, big threat). Perhatian
Gates yang sangat besar pada penyakit demam berdarah yang masih menjadi masalah
kesehatan di negara kita dan 100 negara lain di dunia menjadi magnitude
tersendiri bagi pengendalian
penyakit ini di Indonesia. Apalagi penyakit yang ditularkan oleh vektor
khususnya nyamuk menjadi salah satu prioritas lembaga bantukannya itu.
Pada saat teknologi informasi
- dunia yang digelutinya selama ini- bergerak sangat cepat dan menuntut
perhatian penuhnya, justru pada saat
yang sama dia menaruh perhatian yang
spesial terhadap masalah-masalah kesehatan yang sering diabaikan oleh banyak
pihak. Bahkan pada saat kunjungannya ke Yogyakarta menyempatkan untuk
mengunjungi dan melihat langsung penelitian EDP (Elimination Dengue Project) dimana
dikembangkan pendekatan baru untuk melawan virus dengue melalui bakteri
Wolbachia yang dikembangkan pada nyamuk Aedes.
Tentu saja hal itu dilatarbelakangi bahwa upaya yang ada dari pencegahan dan
pengendaliannya DBD sampai sekarang dianggap masih belum memuaskan dunia.
Sedangkan vaksin dan obatnya sampai sekarang juga belum ada. Upaya dengan pengendalian vektor atau nyamuk dengan
cara-cara kimia (insektisida semprot)
dan larvasida selain mahal juga bisa jadi menimbulkan dampak lain,
khususnya bagi lingkungan. Sementara upaya lain seperti 3 M (menutup, menguras
penampungan air dan mengelola barang bekas) membutuhkan komitmen, konsistensi
dan kontinyuitas itu menjadi sulit karena menyangkut perilaku masyarakat
yang untuk mengubahnya tidak semudah membalik telapak tangan.
Tentu saja kehadirannya menjadi sebuah suntikan semangat bagi para
peneliti dunia dalam mencari terobosan
baru dari upaya pengendalian penyakit yang mempunyai angka kematian yang
cukup tinggi itu.
Pelajaran Baik Bagi Semua
Di sisi lain, bagi sebagian
kalangan hal ini cukup membuat kita malu sebagai sebuah bangsa.
Bagaimana tidak? Selama ini, biasanya urusan kesehatan selalu dianggap tidak
penting. Kesehatan adalah permasalahan di hilir yang kehadirannya “tidak dapat dirasakan” saat situasi berlangsung normal. Kesehatan
menjadi penting saat ada kasus -kasus yang menjadi opini publik, adanya wabah atau kejadian luar biasa (KLB) maupun bila menyangkut janji-janji politis
para politisi. Pada saat berbicara anggaran kesehatan maka dianggap
bahwa kesehatan dianggap hanya
“menghabiskan” anggaran. Outcome
rakyat sehat, menurunnya angka kesakitan dan angka kematian, serta naiknya
angka harapan hidup memang indikator
yang kurang populer bagi sebagian pihak terutama kalangan bisnis/ekonomi. Justru
Bill Gates yang datang dari “jauh” secara nature justru mempunyai
pola pikir yang sangat istimewa. Anggarankesehatan baginya adalah sebuah
investasi.
Pola pikir Gates ini juga menjadi
semacam sindiran halus bahwa dalam hal anggaran kesehatan di negara kita masih sangat
rendah. Belanja kesehatan di Indonesia
dalam 40 tahun terakhir hanya 2,5-3% dari PDB. Bahkan dalam 2 periode pak SBY
ini anggaran hanya sekitar 1% dari PDB. Kisaran angka itu memang masih sangat
jauh dari nilai ideal yaitu 5% dari besaran APBN kitasesuai amanat
Undang-Undang. Bahkan bila dibandingkan dengan negara yang katakan ekonominya
lebih jelek dibanding Indonesia seperti
Vietnam dan Filipina tetapi belanja kesehatan sudah sampai 4-5% dari PDB.
Apalagi masalah kesehatan kesehatan yang menjadi prioritas dari Gates adalah
sebagian besar termasuk dalam
wilayah kesehatan masyarakat (public goods)seperti upaya pemberantasan
penyakit yangsebenarnya sepenuhnya
menjadi tanggung jawab negara. Berbeda dengan
upaya kesehatan perorangan (private
goods) yang mana tanggung jawab pribadi masuk di dalamnya, termasuk dalam
hal pembiayaannya seperti terlihat pada
konsep asuransi sosial dimana masyarakat
harus berbayar dalam kepesertaannya kecuali bagi masyarakat miskin yang dibayar
oleh negara.
Untuk itulah maka Bill Gates
dengan segala pesonanya (kekayaan 772 T yang dimilikinya, sikap humble, kedermawanannya, pola pikirnya
yang istimewa) yang justru tertarik dengan hal yang sering
dianggap “remeh temeh” bisa menjadi cermin sekaligus insight baru. Momentum dan tujuan kedatangan beliau ini semestinya
juga dibaca sebagai pendidikan bagi para
wakil rakyat, partai pemenang Pemilu dan
presiden baru nantinya untuk kembali
memikirkan besaran anggaran kesehatan
menjadi lebih layak.
·
triastutisgtm004@gmail.com
No comments:
Post a Comment