Tuesday, September 22, 2015

LURU UTIS

LURU UTIS 
Dulu saat aku kecil, aku sering melihat orang dengan membawa keranjang atau kantung karung atau istilah kami adalah kandi (karung yang terbuat dari semacam benang plastic) yang digendong di punggung kirinya . sementara tangan kanannya memegang kayu panjang yang diujungnya kadang terdapat paku yang ditancapkan. Biasanya pakaian yang dikenakan agak lusuh dan seringkali bertopi. 
Seringkali orang itu akan memungut sesuatu dengan tongkat panjangnya dan mengambil hasil nya dipindah ke keranjang atau kantong tadi. 
Kami saat itu sering ketakutan melihat laki-laki yang berpenampilan demikian. Tidak terlalu banyak ingatanku pada orang-orang yang saat itu menurut saya sama sekali tidak special.
Setelah sekian tahun berlalu ternyata hal itu justru memberi sebuah inspirasi untuk membuat gerakan yang menurut seorang senior –dulu- disebut sebagai LURU UTIS. Luru utis merupakan istilah Jawa- daerah tempat saya berasal. Tapi kembali karena tidak terlalu special maka saya juga tidak ingat nama / istilah untuk si pemungut ‘sesuatu’ itu. 
Luru itu berarti mencari dan utis adalah punting rokok. Ya dulu kabarnya punting rokok dicari karena mau didaur ulang. Entah benar atau tidak. Tapi yang jelas pemungut punting rokok memang dulu benar adanya. 
Luru utis yang sangat sederhana, menurutku justru bisa menjadi sebuah system monitoring efektifitas Kawasan tanpa rokok. Ya KTR (tanpa lho ya) bukan terbatas , semestinya sdh harus diterapkan di berbagaikawasan. Kawasan kesehatan, sekolah/pendidikan dan kawasan ibadah. Tapi kenyataannya walaupun sebuah tempat/institusi mengaku sebagai Kawasan tanpa rokok, tapi kenyataannya? . Tidak selalu seperti yang dicanangkannya. 
KTR ibarat surga para wanita, anak dan laki2 yang tidak suka merokok. Sementara di lain pihak menjadi neraka bagi para penikmat tembakau itu. Akhirnya yang terjadi maka para ‘ahli hisab’ akan berusaha mencuri-curi kesempatan walaupun di tempat yang memasang stiker Kawasan dilarang merokok atau gambar rokok yang diberi silang. Mereka akan mencari –cari tempat kongkow yang agak mojok dii belakang. Dekat dengan tempat parkir atau dekat dengan kantin juga bisa. Karena dianggap cocok merokok sambil ngopi misalnya. Atua merokok sambil olahraga bahkan. Atau yang sering betul merokok sambil ngobrol ngalor ngidul nggak terlalu jelas. 
Perokok biasanya akan membuang puntungnya di asbak. Tapi saat kawasan KTR tidak tersedia asbak maka apapun jadi. Botol bekas air minum mineral, kaleng bekas softdrink atau bahkan cangkir yang biasa dipakai untuk minum pun kadang menjadi asbak.
Ya luru utis hanyalah sebuah metode sederhana untuk memastikan bahwa rokok dan semua perangkatnya sudah tidak ada lagi di kawasan yang memproklamirkan diri sebagai KTR. Memang pembuktian bahwa sebuah tempat KTR menjadi cukup sulit karena system monitoring nya kan tidak terlalu jelas.
Jadi menurutku dengan kegiatan luru utis rutin bisa menjadi sebuah upaya murah meriah dan bisa dilakukan siapa saja-tanpa mikir berat untuk menilai betul tidaknya KTR di sebuah sekolah/puskesmas/kantor pemerintah.
Bila masih dijumpai punting rokok yang bertebaran, bungkusnya sudah pasti bahwa KTR nya masih sebatas di papan pengumuman ya sekitar 25% lah kalo mau dinilai keseriusannya. Yang kedua adalah bila masih banyak dijumpai puntung rokok dan perangkatnya di beberapa pojok/ tersembunyi di pot-pot bunga maka itu adalah daerah dengan KTR dengan 50% keseriusannya. Karena sdh ada efek malu bagi para perokok aktif untuk terang-terangan. 75% ya kalau di tempat tersembunyi sudah ada progress baik dalam hal penemuan hasil luru utisnya. Dan yang jelas 100% kalau semua sdh dengan kesadaran sendiri baik para karyawan ataupun pengunjung untuk sama menghormati sebuah KTR.
Ya luru utis bukan sesuatu yang baru tapi menurutku bisa menjadi sebuah tools untuk menilai sebuah efektifitas KTR. Dari pengalaman ternyata hasil luru utis pun bukan hanya sekedar benda mati ( punting rokok dan berbagai perangkat penunjang untuk keg merokok) tapi kegiatan ini bisa juga menemukan para perokok aktif yang ketahuan sedang mencuri-curi waktu dan kesempatan untuk sekedar menghisap rokoknya barang sebentar. Tentu saja harus ada evaluasi dari kegiatan ini. Untuk lihat kecenderungan yang ada. Hasil penjumlahan punting rokok yang sudah terlihat menurun pun tetap harus diwaspadai bahwa itu hanyalah sebuah efek samping luru utis. Jadi para perokok aktif sdh makin pintar menyembunyikan bekas-bekasnya. Yang tersering dibuang ke tempat sampah. Karena tidak mungkin lagi kita akan mengorek-ngorek tempat sampah. 
Menurut hemat saya efek luru utis yang terbesar adalah makin tertanamnya bahwa merokok adalah kegiatan yang menyia-nyiakan sumber daya yang ada. Uang, waktu untuk bekerja, serta kesehatan para active smoker nya, secondhand smoker maupun thirdhand smoker. Sumber daya yang ada hendaklah dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk sesuatu yang positif. Karena kita tahu semua resources itu terbatas.
Semoga bermanfaat.

No comments: