Saturday, October 17, 2015

PAK BECAK DAN ROKOKNYA


Suaranya hilang timbul diantara suara bising knalpot kendaraan lain yang lalu lalang di kanan kiri kami. Sesekali terdengar napasnya yang agak tersengal, saat mencoba berkata dan atau bercerita menjawab pertanyaan-pertanyaanku sebagai seorang customer yang sedang dilayaninya. Mungkin dengan semangat memberi pelayan yang terbaik untuk penumpangnya maka pak becak ini seperti tidak punya rasa lelah, membawa aku keliling dari satu tempat ke tempat lain.
Awalnya saya lebih enjoy dengan jaan kaki menikmati Jogja, kota yang pernah aku tinggal di dalamnya. Aku merasa mampu untuk berjalan sendiri karena sedikit banyak sudah tahu tempat-tempat yang dulu pernah disinggahi berkali-kali. Tapi melihat caranya menawarkan yang yang cukup gigih menjadikan aku akhirnya menyerah juga. Akhirnya aku keliling sesuai dengan agendanya- ke tempat A, B dan seterusnya. Tentu saja dengan syarat dia mau meletakkan punting rokok yang sedang diisapnya. 
Akhirnya sepanjang perjalanan kami banyak berbincang tentang perkembangan jogja, pekerjaannya serta keadaan keluarganya. Ya menurut pak becak ini dalam 1 bulan ini Jogja terlihat sepi. Banyak hotel yang menurutnya agak kosong. Mungkin ada hubungannya dengan dollar bu katanya…. Ya pak saya mengapresiasi hasil analisisnya.
Jadi memang sepanjang perjalanan kami banyak ngobrol tentang kegiatan harian yang menurutnya belum ada perubahannya sejak muda sampai punya anak tiga saat ni yang berumur 5 tahun , 2 tahun dan 2 bulan. Sebuah perjalanan hidup panjang yang menurut beliau sendiri belum ada perubahan yang berarti. Saat itu saya mendengarnya dengan prihatin. Aha…kenapa Bapak menyiakan uang yang susah payah Bapak peroleh. Mohon maaf pak aku harus ngomong begini. Aku miris di tempat yang aku naiki ada sebungkus rokok merek terkenal yang sudah terbuka dan sudah Bapak ambil dan hisap beberapa batang. 
Akhirnya perbincangan ke arah rokok. Ya aku ingat dalam survey pada keluarga miskin maka sepertiga kah uang penghasilannya untuk beli rokok. Yang diatasnya hanyalah untuk beli makanan pokok saja. Lantas saat saya tanya berapa pengeluaran rokoknya per hari. “ sekedhik mawon kok bu…sedoso ewu”, dia bilang hanya sedikit saja hanya 10 ribu rupiah. “Waduuh pak, ya besar to…coba Bapak kalikan sebulan berapa pak jadinya. Juga setahun…. Sayangnya pak….”
Akhirnya saya banyak ‘ceramah’ tentang rokok dan potensi kehilangan pendapatan karena merokok. …ya kayaknya untuk tipe Bapak-Bapak seperti ini memang pendekatan yang paling masuk kalo dengan pendekatan itu. Tapi …”saya sudah kadung kecanduan kok bu…. Nah itulah. Susah juga ya. ‘ Kalau saya nggak merokok saya ngantuk bu, males kerja ..” .
Banyak yang merasa dengan merokok akan menjadi semangat…. “ Tapi maaf banget pak…Bapak sudah susah cari rejeki tapi setelah dapat buat beli rokok pak…gimana menurut Bapak?” sangking nggak tahan, maka kata-kata itu akhirnya keluar juga….Maaf nggih pak, bukan bermaksud apa-apa. Saya sedih saja wong mbecak di sini tarifnya ya hanya pas beli rokok 1 bungkus. “ Apalagi kalo sepi begini pak uangnya Bapak jadi habis lagi untuk beli rokok”.” Ya tapi kan lahir, pati kalih rejeki sampun diatur kalih ingkang kuoso bu….” . Saya juga setuju pak, tapi kan kewajiban kita tetap berikhtiar to pak…”aku merespon sikapnya dengan prihatin. Untung Bapak tadi nggak marah-mungkin juga karena merasa harus menghormati tamunya walaupun aku banyak berlaku yang bisa jadi agak ikut campur urusan orang…he..he
Rasanya pengin aku kasih data,bukti dan eviden lain supaya Bapak Bapak ini paham bahwa racun rokok bukan hanya menggerogoti ekonomi kita tapi juga kesehatan kita. Tapi kayaknya sudah dekat dengan hotel.
“pak, nanti anak semakin besar butuh biaya banyak, mungkin ada baiknya Bapak mengurangi merokoknya supaya putra putri Bapak bisa lebih baik dari sekarang”. Sambil kusodorkan upah serta rejekinya saat itu.
“Nggih bu” Bapak itu menjawab dengan takzim…..
‘makasih pak” ….
…..rokok---miskin---mindset rokok sebagai hiburan—candu-- berputar-putar di kepalaku.

No comments: