Tuesday, November 17, 2015

Isu Asap Rokok di Tengah Bencana Kabut Asap


Oleh : Tri Astuti Sugiyatmi
Saat kabut asap beserta semua penyebab dan dampak ikutannya masih menghiasi media masa ternyata di lain sisi, masalah rokok dan tentu saja asapnya akhir-akhir ini juga sempat menyeruak. Mulai dari masuknya kretek (sebagai penghasil asap rokok bila dibakar) dalam Rancangan Undang-Undang Kebudayaan (RUUK). Walaupun kabarnya sudah dibatalkan tetapi sudah sempat menimbulkan pro kontra di masyarakat. Tidak berapa lama tersiar kabar kembali bahwa di dalam Permenperin no 63 tahun 2015 tertanggal 10 Agustus 2015 ternyata juga memuat hal yang “serupa tapi tak sama”. Rokok kretek dianggap sebagai warisan budaya bangsa bahkan lebih jauh dianggap sebagai identitas dan nasionalisme bangsa.
Asap rokok memang berbeda dengan kabut asap, tetapi mendiskusikan keduanya sangat menarik. Secara umum bahwa keduanya bisa dikatakan sebagai bencana yang dibuat oleh manusia (man made disaster). Satu hal yang mengejutkan adalah salah satu kebakaran hutan ditengarai karena akibat puntung rokok yang dibuang sembarangan!
Tragedi kabut asap yang sangat masif sedikitnya sudah menelan puluhan bahkan ratusan ribu ribu angka kesakitan khususnya terkait dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dan penyakit iritasi mata dan kulit serta menyebabkan beberapa korban meninggal.
Saat bangsa ini masih berkutat pada penanganan kabut asap yang tak kunjung usai maka disisi lain pemerintah juga akan menciptakan sumber asap baru (baca: asap rokok) beserta seluruh konsekuensinya dalam hal kesehatan.
Perbedaan dan Persamaan
Kejadian kabut asap yang serentak pada sedikitnya 7 propinsi itu dan sudah melebar ke negeri jiran memang menimbulkan kehebohan yang amat sangat. Sinar matahari tiba-tiba tidak terlihat hampir sepanjang hari. Suasana redup dan cenderung muram di hampir seluruh wilayah terdampak. Kondisi ekonomi ikut lesu.
Sementara di sisi lain , asap rokok dianggap menimbulkan kegembiraan dan surga bagi sebagian orang (walaupun sebaliknya menjadi neraka bagi yang lain). Produk tembakau sebagaimana dalam Permenperin tadi dianggap sebagai pencipta kemandirian ekonomi dan kesejahteraan bangsa, walaupun dalam kenyataan bisa jadi sebaliknya.
Jika kabut asap datang secara musiman saat kemarau akibat kebakaran maupun pembakaran hutan dan atau lahan maka paparan asap rokok akan cenderung konstan sepanjang tahun alias tidak musiman. Pada saat diisukan daya beli masyarakat menurun akibat rupiah yang terpuruk alias “musim paceklik" maka ada release yang menyatakan bahwa rokok menjadi salah satu produk yang tidak terpengaruh daya belinya. Tentu saja ini terkait bahwa merokok dianggap sudah jadi kebutuhan pokok bagi para pecandunya.
Efek kabut asap juga sudah bisa memaksa para petinggi untuk bertindak tegas. Tak kurang orang nomor satu di republik ini pun ikut turun meninjau langsung lokasi kebakaran hutan baik di Kalimantan mauun di Sumatera. Beberapa pihak, pengusaha bahkan korporasi asing juga dipidanakan karena dianggap sebagai penyebab. Publik pun sepakat dan mengapresiasi hal tersebut.
Dalam kasus asap rokok justru sebaliknya, maka perhatian Sang Presiden sangat jauh berbeda. Kerangka Kerja FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) yang menjadi dasar untuk pengendalian tembakau beserta racun dan asapnya – sampai sekarang masih mangkrak. Bila dalam Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (kemnekes) 2015-2019 yang menjadi acuan perencanaan dan pelaksanaan visi misi dan Nawacita Presiden disebutkan bahwa FCTC menjadi amanat yang sangat direkomendasikan. Maka dalam kenyataannya FCTC justru ditentang di sana sini sementara dengan munculnya aturan di kementrian lain yang sangat bertentangan menjadikan keberpihakan pemerintah pada perlindungan masyarakat akibat asap rokok sangat diragukan.
Begitupun reaksi legislative serta sebagian masyarakat terbelah terpolarisasi menjadi dua kutub besar. Industri tembakau dianggap akan mendatangkan keuntungan bagi Negara tanpa penah memperdulikan berapa kerugian akibat jatuhnya para perokok muda menjadi pecandu dan “menabungnya” menjadi sebuah penyakit yang akan dituainya pada saatnya nanti. Alih-alih melakukan perlindungan yang lebih baik maka RUU Pertembakauan yang lebih pro pada industri rokok dipaksakan masuk dalam prolegnas tahun ini.
Dampak Kesehatan
Kandungan kabut asap yang dalam banyak studi dikatakan banyak mengandung partikel serta beberapa jenis gas seperti Co2 dan CO maka kandungan dalam dalam rokok dan asapnya lebih bervariasi dan lebih banyak. Ada sekitar 4000 jenis racun dalam rokok dimana terdapat beberapa kandungan logam berat seperti timbal dan Cadmium. Yang paling terkenal adalah nikotin sebagai zat yang menimbulkan kecanduan bagi para perokok. Maka bisa jadi sebatang rokok yang disulut dan asapnya menyebar ke orang lain akan menjadikannya sebagai the second hand smoker atau sering disebut sebagai perokok pasif. Sementara residunya menempel pada pakaian misalnya akan menjadikan orang lain lagi akan menjadi the third hand smoker yang sama berisiko menderita berbagai penyakit akibat rokok.
Bila kabut asap banyak terkait dengan penyakit yang menyerang secara akut maka dalam banyak studi rokok justru menjadi faktor risiko untuk terjadinya berbagai jenis penyakit kronis seperti kanker, stroke, kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung. Seperti kita ketahui semua jenis penyakit kronis ini bersifat katastrofik alias berbiaya besar dan punya potensi memiskinkan seseorang yang berobat tanpa bantuan jaminan kesehatan.
Kesimpulan
Dengan mengemukakan berbagai fakta persamaan dan perbedaan ini maka bukan berarti mengecilkan peristiwa dan dampak kabut asap. Penulis hanya ingin menyampaikan peristiwa yang berjalan sekitar 3 bulanan yang sudah sangat mengharubiru hendaknya menjadikan semua pihak dapat mengambil pelajaran.
Pemberian ijin pembukaan hutan dan lahan yang –tentu saja- niatnya untuk kesejahteran tetap harus diimbangi dengan regulasi yang kuat dalam hal pengendaliannya. Bila tidak maka kejadian seperti ini akan berulang terus menerus setiap tahun. Begitu pula dalam kasus produk tembakau dan turunannya maka bila tidak ada niat dan upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada rakyatnya, maka tunggulah bencana itu akan datang pada waktunya. Maka, aksesi FCTC menjadi sebuah keniscayaan !

No comments: