Friday, February 16, 2018

Saat Sakit




Dalam waktu dekat-dekat ini  beberapa  teman  dan keluarga menghubungiku terkait dengan  kondisi sakit pada keluarga, putra putrinya. Ada sms yang sangat menyentuh bahwa ada seorang ibu yang galo dan mellownya seorang ibu--- begitu dia menyebutnya ---saat putrinya bolak balik masuk RS dan mendapat tindakn karena keadaan penyakitnya yang mengharuskannya mendapat pembedahan. sampai berkali-kali. Kekagumanku pada seorang ibu yang tulus ikhlas merawat dan membesarkan hati anaknya untuk tidak jatuh pada perasaan bahwa Tuhan tidak sayang padanya. Membaca lanjutan WA nya   bahwa dia sebagai ibunya akan berusaha mengantarkan anak untuk mengejar ketertinggalan  dan menjemput masa depannya  maka  sudah cukup membuatku haru yang luar biasa ….masya allah. Saat itu, aku tentu saja hanya memberi penyemangat saja  dan hanya bisa berdoa semoga Allah swt segera mengangkat sakitnya  dan menggantinya dengan kebaikan2 yang lain. aamiin Yra.
Satu lagi seorang teman juga menceritakan penyakit kanker yang diderita keluarganya dan upaya yang dilakukannya sekarang. Lagi-lagi hanya bisa mendoakan dan memberi saran tentang upaya mendukungnya dengan perawatan paliatif dari sisi keluarga.  Paliatif? Ya  ini adalah sebuah upaya kepada penyakit pasien yang  rata-rat sudah tidak berreaksi dengan obat kuratif dan sudah dalam stadium akhir…. aku ceritakan saat dulu pertama-tama lulus dari FK Unair aku ikut tes menjadi relawan Paliatif Sutjiati….di ruangan kuliah PA seingatku. Ya belajar dari ilmu yang tidak seberapa aku berusaha menerapkannya pada ibuku sendiri. Banyak cerita dibalik paliatif bagi pasien kanker… Ya pngalamnaku itulah yang aku bagi , walaupun bisa jadi tidak cocok tapi minimal dukungan bagi klg juga sangat penting . bukan hanya bagi si sakit.  Sikap keluarganya juga masya allah….hebat sekali dalam memperlakukan si Sakit. Bagaiamana merawat dan menjaganya.  
Di lain waktu, Saat ada keluarga mengabari  juga mengalami cobaan dimana putranya harus ditransfusi puluhan kantong  komponen  darah juga membuatku  hanya  bisa ikut mendoakan saja.  Keadaan keluarga yang sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan juga  membuatku ikut senang dan optimis bahwa hal ini akan terlampaui  dengan baik, walaupun memang masih ada beberapa PR nya yang belum selesai….Doaku pun masih sama, semoga segera diangkat penyakit  dan kembali  sehat seperti semula.
Dalam waktu yang sama bahkan keluarga ada juga yang harus operasi, pasang ring di jantung setelah beberapa kali terkena serangan mendadak….lagi-lagi hanya dukungan dan doa saja yang aku berikan… Sikap keluarga yang tenang saat operasi  dan kondisi gawat  juga membuatku kagum sekali.
Kejadian-kejadian  beruntun di dekatku  itu ditambah membaca tulisan Pak Dahlan Iskan tentang  kejadian  yang menimpa beliau sekarang ini :aorta dissection yang hari ini masuk edisi ke-8 maka  menjadikan aku merenung tentang penyakit, sakit dan memaknainya.
Khusus untuk  Pak DIS aku sejak dulu memang  menjadi penggemar tulisan pak Dahlan.  Seingatku  jauh sebelum  muncul  bukunya ganti hati. Bagiku pak  DIS adalah  seorang yang sudah ‘selesai’ dengan dirinya  termasuk terhadap penyakit-penyakit dan kondisi mengancam jiwa  sekalipun. Sangat menginspirasi. Di tengah situasi gawat darurat maka beliau masih bisa membahasakannya dengan  tulisan yang membuat pembacanya seakan ikut merasakannya.  Luar biasa. aku menganggap bahwa karena ketawakalan Beliau lah yang menyebabkan semua bisa terdokumentasi dalam tulisan yang hari2 ini ditunggu oleh para pengagumnya setiap jam 8 pagi di FB.   Tulisan yang bisa merekam kejadian medis  yang menggetarkan itu menjadi sesuatu yang bisa dinikmati oleh pembacanya dari sudut pandang penullis sekaligus penderita   dalam waktu yang tidak terlalu lama dari kejadian sebenarnya.
Disini poin yang hendak aku sampaikan adalah bahwa memaknai sebuah peristiwa sakit ternyata memang tergantung bagaimana background dari si Sakit dan keluarganya. Bagiku, Pak Dahlan insyaallah lulus dengan nilai ujian yang sangat baik katakan A pada saat menghadapi sakit ini. Dengan menuliskan maka tergambar bahwa kepasrahannya  kepada allah swt, sangat luar biasa. Sehingga hal-hal  yang katakan sangat sulit dilalui bagi orang kebanyakan menjadi sesuatu hadiah dan kejutan indah dari akhir ceritanya (ini tebakanku saja…karena ceritanya belum selesai)….insyaallah. aamiin yra
 4 kisah sebelumnya  tentang sakit dan penyakit  itu menjadikanku  mengambil kesimpulan bahwa betapa setiap individu mengalami ujiannya masing-masing, termasuk sakit.  Dan  bagaimana  cara pandang dan memaknainya  kondisi  sakit dan penyakit itulah saja yang bisa menolongnya. Bahwa semua orang akan sakit dalam hidupnya adalah keniscayaan.  Namun  bagaimana menanggapinya mungkin itu akan berbeda pada setiap individu. semua kisah diatas menimbulkan  kekaguman yang membekas dalam hatiku. Bagaimana di tengah ujian yang menimpanya orang-orang itu demikian optimis dan tidak kehilangan ‘pegangan’. Pegangan itu adalah rasa tawakal  yang bisa diartikan sabar dan tetap berusaha.  tentu saja itu bersumber dari adanya sebuah  rasa percaya pada adanya Dzat yang Maha segalanya. Doa terbaik untuk semua…
Btw, aku jadi ingat omongan FH (you know who)   di acara ILC minggu ini.  walaupun  konteknya berbeda, namun  intinya  bahwa agama adalah sesuatu yang sangat positif bagi para pemeluknya pada saat menghadapi krisis. tentu saja bukan berarti saat tidak krisis, agama tidak dibutuhkan lho ya.  Bila 5 kisah-kisah ini adalah krisis ujian pada diri sendiri atau keluarga maka  apa yang diomongkan  politisi muda itu agak berbeda sedikit.  
Bahwa ditengah –tengah isu mendiskreditkan agama  tertentu sebagai biang intoleransi, radikalisme dan antikebhinekaan maka seharusnya kita justru berterimakasih pada agama. Bila bagi penganut atheism agama adalah angan-angan belaka maka bagiku Agama menjadi gantungan saat orang-orang  mengalami frustasi dalam menghadapi kenyataan  yang menghimpit hidupnya… Memang akan debatable dalam hal sebuah pandangan politik. Apalagi saat ini. Karena bisa jadi ada yang setuju atau tidak setuju.   Forget it !
Tapi bagiku konten dari pernyataan itu memang  benar adanya. Bahwa agama menjadikan munculnya  adanya harapan.    Jika ada krisis daya beli yang sangat merosot dengan memperbanyak puasa mungkin … (he..he…ini sih interpretasiku sendiri) , walaupun tentu saja   tidak bisa begitu bagi orang-orang yang mengandalkan tenaga fisik untuk bekerja. Asupan  karbohidrat dalam makanan menjadi wajib adanya, misalnya bagi penarik becak atau gerobak misalnya.   Tentu saja agama juga memberikan pesan  kebaikan bahwa jangan kita kenyang sendiri sementara ada tetangga yang kelaparan.  Sampai pada cerita indah khalifah Umar bin Khatab yang memanggul  sendiri  bahan pangan yang  akan diberikan pada rakyatnya yang ditemuinya  kelaparan saat melakukan agenda blusukan rutinnya. Ada cerita pemberdayan si miskin dengan dana-dana sedekah misalnya.  dll. Kesimpulannya: bahwa ada  berbagai skema  yang ditawarkan oleh agama (baca : Islam) pada saat ada krisis kelaparan membelit.Dan tentu saja bukan hanya terbatas pada  umat seagama saja.
Bahkan saat ada umat lain- tetangga  berbeda agamapun -  bahkan dari belahan kabupaten /kota atau provinsi bahkan negara lain pun maka  ada himbauan dari agama untuk ikut berkontribusi di dalamnya.  Sudah banyak sekali bukti nyatanya.

Maka bila ada wacana penghapusan/ pelarangan  adzan, bila ada narasi bahwa atheism /komunisme tidak bertentangan dengan dasar negara kita seperti yang beredar saat ini, maka  apakah yang akan menjadi pegangan kita saat krisis itu mendera ?.  Na’udzubilah. Semoga tidak terjadi….
Maka kalau itu yang terjadi, aku tak kan kuat , Kau sajalah !!!
(Tri Astuti Sugiyatmi,  Surabaya 16 Feb 2018)

No comments: