Tuesday, September 18, 2018

Pseudo Efisiensi ala BPJS Kesehatan


Oleh :Tri Astuti Sugiyatmi
Dihentikannya beberapa pelayanan seperti katarak, persalinan bayi lahir sehat serta fisioterapi alias tidak ditanggung lagi oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan (BPJSK) sejak 27 Juli 2018 ini memunculkan reaksi dari berbagai pihak. Petugas di garis depan seperti dokter spesialis dan perhimpunannya serta rumah sakit (RS) menyatakan menolak bila hal itu terjadi karena dianggap akan memunculkan berbagai potensi menurunnya mutu pelayanan kesehatan.
Keputusan tersebut diambil dengan alasan yang disebut mengacu pada pasal 23 ayat 4 dan pasal 22 UU no 40 tahun 2004 tentang SJSN. Pasal 23 menyatakan bahwa BPJSK melakukan sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan, sementara pasal 22 menyatakan bahwa luasnya pelayanan kesehatan dengan kebutuhan peserta dapat berubah dan menyesuaikan dengan situasi keuangan BPJSK.
Antara Mutu dan Biaya Pelayanan Kesehatan
Istilah mutu mempunyai banyak persepsi dan tafsir. Secara leksikal berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti ukuran baik buruk suatu benda. Dengan kata lain derajat atau tingkat kesempurnaan. Sementara parameter kesempurnaan itu sendiri diambil dari sebuah standar sehingga mutu juga bisa dimaknai sebagai kesesuaian dengan standar. Namun kelemahannya definisi tersebut menjadi kurang operasional. Hansen & Mowen (2006), sebagai ahli akuntansi manajerial menyatakan secara operasional mutu adalah sesuatu yang sesuai dengan harapan pelanggan dimana harapan tersebut digambarkan menjadi sesuatu yang disebut sebagai dimensi mutu.
Dalam beberapa bidang dimensi mutu disesuaikan dengan ciri khas atau karakter pelayanannya. Ciri atau dimensi mutu dalam pelayanan kesehatan menggambarkan harapan pelanggan akan pelayanan yang aman, sopan, penuh perhatian, relevan, ketersediaan pelayanan, tepat waktu, terjangkau. Pendeknya sesuatu yang bernilai positif di mata pasien. Dalam dunia asuransi kesehatan mutu layanan kesehatan menjadi sebuah kajian tersendiri.
Dari hal ini memang menjadi sangat wajar bila dalam membangun mutu maka butuh biaya yang cukup. Sebagaimana dipelajari dalam ilmu manajemen maka biaya (money) bisa menjadi salah satu masukan input dalam membangun mutu selain sumber daya manusia (man), alat (machine), bahan (material). Mutu disini menjadi sebagai salah satu output setelah melewati serangkaian proses yang cukup kompleks mulai dari awal sampai akhir pelayanan.
Dalam perkembangannya karena adanya keterbatasan sumber daya maka bertindak efisien yaitu bertindak secara tepat atau sesuai (dengan tidak membuang-buang sumber daya ) dalam mengerjakan atau menghasilkan sesuatu menjadi sangatlah penting untuk diterapkan. Terminologi efisiensi menjadi pilihan yang cukup tepat dalam menggambarkan sebuah tujuan dengan kualitas yang baik dengan biaya serendah mungkin.
Organisasi managed care – salah satu produk asuransi kesehatan yang mengintegrasikan pembiayaan dengan pemberian pelayanan kesehatan- berusaha memberikan pelayanan yang bermutu dengan pembiayaan yang serendah mungkin yang juga dikenal sebagai istilah kendali mutu dan kendali biaya Dalam kasus BPJSK, jika efisiensi sebagai tujuan dengan cara memangkas berbagai tindakan dan obat kanker karena dianggap dapat menyelamatkan dana sebesar 360 M maka menurut penulis hal ini harus dikaji ulang. Efisiensi dalam pelayanan kesehatan tidak pada tempatnya jika harus mengurangi input esensial dasar yang semestinya harus ada. Jika dipaksakan maka tujuan dari efisiensi sendiri tidak akan tercapai.
Bisa diambil sebagai contoh adalah bidang kesehatan anak khususnya dalam hal pertolongan persalinan bayi sehat. Harus diingat dalam dunia pelayanan kesehatan banyak hal yang sifatnya tidak pasti (uncertainty). Jika selama ini dipakai parameter Apgar Score (AS) untuk menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran maka ternyata banyak bayi lahir dengan nilai AS yang kurang baik dari ibu hamil yang sehat. Demikian juga sebaliknya ada bayi lahir sehat dari ibu yang kehamilannya sering bermasalah pada awalnya. Pada ibu hamil yang karena kondisinya harus menjalani operasi sectio caesaria (SC) untuk mengeluarkan bayi dari dalam perutnya juga bisa didapatkan 2 kemungkinan bayinya. Bayi dengan nilai AS baik ataupun yang kurang baik. Jika AS rendah maka kondisi bayi yang baru dilahirkan membutuhkan resusitasi awal. Permasalahannya bahwa sejak awal kita tidak tahu apakah bayi akan membutuhkan resusitasi awal sampai perawatan lanjutan atau tidak. Keterlambatan resusitasi akan mengakibatkan asfiksia (sesak nafas) yang akan dapat menjadi permaslahan kesehatan dalam jangka panjang seperti kerusakan otak bayi berat sampai permanen. Dapat disimpulkan jika input tidak dipenuhi (ketidakhadiran spesialis anak) maka hal terburuk berpotensi terjadi. Dapat dikatakan bahwa pemangkasan program ini bisa menjadi sesuatu yang kontraproduktif terhadap kesehatan bayi dan kurang mendukung upaya untuk penurunan Angka Kematian Bayi.
Jadi menurut hemat penulis tindakan menurunkan mutu pelayanan demi sesuatu yang dikatakan sebagai efisiensi adalah sesuatu yang absurd. Apabila terjadi suatu kejadian buruk akibat ‘kesalahan setting’ sejak awal seperti ini maka dapat dipikirkan berapakah biaya yang harus dikeluarkan saat ada tuntutan medis dari pasien atau keluarganya kepada dokter atau RS. Belum lagi berapa biaya peluang (opportunity cost) yang hilang saat mendapatkan anak tumbuh dengan kerusakan otak atau bahkan kecacatan.
Jika dalam usaha manufaktur maka kegagalan terlihat nyata misalnya produknya rusak dan tidak sempurna. Dalam pelayanan kesehatan, kegagalan mutu bisa berupa munculnya kejadian tidak diinginkan (KTD), error, failure yang intinya dapat mengancam keselamatan pasien dengan berbagai penyebab. Dalam hal ini penyebabnya karena input yang tidak memadai.
Usulan
Kondisi keuangan BPJSK yang defisit memang akan mengancam keberlangsungan program. Memang ada beberapa alternative solusi. Efisiensi adalah salah satu jalan yang masuk akal. Namun bila efisiensi ini mengguncang dari esensi dari tujuan JKN itu sendiri maka menurut penulis bisa disebut sebagai pseudo efisiensi. Efisiensi sebenarnya bisa diambilkan dari biaya entertainment BPJS atau apalah sebutannya maupun kegiatan – kegiatan yang tidak mempunyai nilai tambah untuk pelayanan pada pasien.

No comments: