Siang itu aku dan anak karena mengisi waktu---jalan-jalan di
sebuah lingkungan kampus. Sebuah tempat
belajar mahasiswa yang sangat berwawasan
lingkungan. Kampusnya sangat hijau, bersih dan sangat teratur. Sekilas mengamati dari luar , banyak
bangunannya yang memang desainnya juga sangat bagus. Ada genteng2 kaca di
bangunanan KM nya membuat pemanfaatan listrik juga minimal. Desain ruangannya
terbuka dan kaya ventilasi. Melihat VISI nya yang mencanangkan sebagai Eco
campus maka sudah terasa mendinginkan hati ini. Bagiku itu bisa jadi efek warna
hijau kali ya…
Sayang saat masuk sebuah minimarket yang di depannya terpampang
tulisan koperasi pegawai perguruan tinggi tersebut maka di belakang
kasisr aku melihat display rokoknya sangat lengkap. Sampai spontan bertanya … kok jualan rokok ya mba…. Mba nya
sebagai kasisr mungkin merasa kaget atau
aneh saja. Kok ada pembeli yang iseng banget nanyain segala hal itu…he..he…
Anakku senyum-senyum aja sambil melirik aku. Mba- nya nggak menjawab…
Pas saat di kendaraan anakku menanyakan sekaligus protes “kenapa
ibu suka gitu deh”. Dia mungkin malu ibunya ajaib begini… “Yah spontan
aja sih mas…”. Lantas aku melanjutkan bicara… “lho kalau eco campus kan semestinya
tidak boleh ada sesuatu yang disengaja
yang akan merusak lingkungan. Mungkin bagi sebagian orang itu adalah
kecil banget efeknya. Cuma aku merasa sayang banget kalau itu memantik habit
pengunjungnya untuk ramai –ramai merokok……di sebuah lingkungan yang sudah
sangat luar biasa ini.”
Komentar anakku pendek tapi membuat aku tersenyum kecut….
“namanya bisnis bu”…. He..he ya bener banget. Sebenarnya aku juga sangat sadar
bahwa itu hak mereka juga sih.
Namanya usaha bisnis… apapun dan
dimanapun ya begitu karakternya. Pengin
mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Apalagi rokok dianggap bukan benda
terlarang. Tapi aku lanjut ngobrol dengan anakku. “Tapi ada beberapa toko yang ngak mau menyediakan
rokok lho mas…keren kan? “ . “ Dimana ?”
“ada tuh di Sak**na* Mart
sebuah minimarket langganan
kami.” Oh ya …juga ya… Ya mereka memang menahan diri tidak
menjual barang yang termasuk paling sering dicari pelanggan” sebuah sikap yang memang berat karena hilangnya
kemungkinan pendapatan. Tapi itu keren
sekali…. “. Anakku diam. Mudahan
mengiyakan- harapku….
Aku jadi teringat saat berkunjung dan berkeliling ke sekolah dalam program Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sekolah dengan unggulannya Luru Utis ( program
untuk mengevaluasi dengan cara memungut
puntung rokok dan menghitungnya) oleh para siswa yang disebut sebagai relawan
kawasan tanpa rokok : RELAKATARO. Saat itu kalau arah kelilingnya ke lingkungan
dalam sekolah maka semua hampir
pasti sudah sangat bagus. Artinya program luru utisnya sudah berjalan.
Relawannya juga bekerja dengan sangat luar biasa. Namun yang
selalu menjadi masalah adalah saat berjalan di sekeliling gedung Sekolah itu entah SD, SMP atau SMA. Aku
mengamati bahwa ada fenomena dimana
semua warung yang mengitari
sekolah itu rata-rata ditutup dengan
spanduk yang isinya hampir 100% iklan rokok. Iklan rokok dengan gambar menarik,
tagline yang menggugah seringkali secara tidak sadar sudah masuk dalam alam
bawah sadar kita. Anak-anak sekolah yang
saat istirahat akan jajan langsung melihat iklan itu dan pada akhirnya akan
mengganggap bahwa hal itu menjadi sangat biasa dan wajar. Bukan sebuah keanehan
apalagi pelanggaran. Demikian juga anak saat datang dan pulang sudah otomatis disambut
oleh iklan-iklan itu.
Yang menyedihkan banyak dari warung-warung itu menyediakan
rokok eceran…. Aduuh uang jajan anak SMP
dan SMA sudah bisa untuk membelinya. Ini yang hampir tidak ada pengawasan sama
sekali.
Kelihatannya marketing dari pabrik rokok memang sudah siap
dengan semua amunissi untuk mencari perokok pengganti (alias menyasar anak
sekolah yang notabene yang lebih muda) karena sebetulnya perokok yang lebih tua
sdh banyak yang sakit dan meninggal.
Di hampir semua jalan protokol di banyak kota, terlihat iklan yang mendominasi adalah iklan rokok. Juga
banyak yang berbentuk neon box atau TV raksasa (videotron). Di berbagai bandara
dan terminal di berbgai kota juga demikian. TV raksasa
tepat di pintu keluar sebuah bandara kota besar menayangkan iklan rokok yang
bergerak tanpa jeda.
Iklan rokok bahkan sudah sangat jamak jika menjadi sumber
penghasilan, media masa, juga televise bagi pemerintah daerah. Hanya
beberapa Pemerintah Daerah yang melarang total iklan2 rokok di wilayahnya.
Kulonprogo adalah salah satunya. Sungguh luar biasa bagi Pemda yang berani menolak reklame rokok karena secara lgika
akan kehilangan sebagian pendapatan nya. Tapi bagi daerah dengan pimpinan yang
komitmennya sangat baik maka hal ini
tetap bisa terjadi. Toh masyarakatnya malah justru semakin meningkat kesejahteraannya. Ini diakui sendiri
oleh Bapak Bupati yang pernah mengisi
sebuah acara yang aku hadiri.
Ada beberapa daerah lain
yang menerapkan hal itu dan
rata-rata memang karena faktor
pemimpinnya. Harapannya pemimpin ke
depan negara ini juga berani untuk
mengatakan” tidak “ pada marketing rokok yang sangat ugal-ugalan. Rokok harus menjadi lebih mahal melalui cukainya. Sebagai sebuah bentuk
pengendalian supaya tidak mudah
anak-anak untuk membelinya. Bonus
demografi yang akan datang akan menjadi tidak banyak manfaatnya saat rokok,
vape serta banyak obat terlarang yang
masuk melalui pintu rokok akan
menggerus anak muda kita. Demikian juga
ancaman penyakit-penyakit kronis serta ‘menyedot’ banyak
pembiayaan juga sudah mengintai
anak muda kita… Wah akan sangat panjang
bila diteruskan… Tapi
harapannya sama dengan ucapan seorang direktur perusahaan rokok
besar seperti video yang beredar beberapa waktu lalu…. “Saya tahu bahwa rokok
itu berbahaya dan Merokok itu pilihan orang dewasa, dan saya memilih untuk
tidak merokok," …. Seperti juga yang terkonfirmasi dengan sikapnya saat
menghadiri sebuah acara di Universitas Airlangga pada tahun lalu.
Satu saja bagiku, bahwa ini sangat Woww….
No comments:
Post a Comment