Monday, January 14, 2019

Pemasaran Sebuah Rokok



Siang itu aku dan anak karena mengisi waktu---jalan-jalan di sebuah lingkungan  kampus. Sebuah tempat belajar  mahasiswa yang sangat berwawasan lingkungan. Kampusnya sangat hijau, bersih dan sangat teratur.  Sekilas mengamati dari luar , banyak bangunannya yang memang desainnya juga sangat bagus. Ada genteng2 kaca di bangunanan KM nya membuat pemanfaatan listrik juga minimal. Desain ruangannya terbuka dan kaya ventilasi. Melihat VISI nya yang mencanangkan sebagai Eco campus maka sudah terasa mendinginkan hati ini. Bagiku itu bisa jadi efek warna hijau kali ya…
Sayang saat masuk sebuah minimarket yang di depannya  terpampang  tulisan koperasi pegawai perguruan tinggi tersebut maka di belakang kasisr aku melihat display rokoknya sangat lengkap.  Sampai spontan bertanya …  kok jualan rokok ya mba…. Mba nya sebagai  kasisr mungkin merasa kaget atau aneh saja. Kok ada pembeli yang iseng banget nanyain segala hal itu…he..he… Anakku senyum-senyum aja sambil melirik aku.  Mba- nya nggak menjawab…
Pas saat di kendaraan anakku menanyakan  sekaligus protes  “kenapa  ibu suka gitu deh”. Dia mungkin malu ibunya ajaib begini… “Yah spontan aja sih mas…”. Lantas aku melanjutkan  bicara… “lho kalau eco campus kan semestinya tidak boleh ada sesuatu yang disengaja  yang akan merusak lingkungan. Mungkin bagi sebagian orang itu adalah kecil banget efeknya. Cuma aku merasa sayang banget kalau itu memantik habit pengunjungnya untuk ramai –ramai merokok……di sebuah lingkungan yang sudah sangat luar biasa ini.”
Komentar anakku pendek tapi membuat aku tersenyum kecut…. “namanya bisnis bu”…. He..he ya bener banget. Sebenarnya aku juga sangat sadar bahwa  itu hak mereka juga sih. Namanya  usaha bisnis… apapun dan dimanapun  ya begitu karakternya. Pengin mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Apalagi rokok dianggap bukan benda terlarang.  Tapi aku lanjut  ngobrol dengan anakku. “Tapi  ada beberapa toko yang ngak mau menyediakan rokok  lho mas…keren kan? “ . “ Dimana ?”  “ada tuh di  Sak**na* Mart  sebuah  minimarket langganan kami.” Oh ya …juga ya… Ya mereka memang menahan diri   tidak menjual barang yang termasuk paling sering dicari pelanggan” sebuah sikap  yang memang berat karena hilangnya kemungkinan pendapatan.  Tapi itu keren sekali…. “.   Anakku diam. Mudahan mengiyakan- harapku….
Aku jadi teringat saat berkunjung dan berkeliling  ke sekolah dalam program  Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sekolah   dengan unggulannya Luru Utis ( program untuk  mengevaluasi dengan cara memungut puntung rokok dan menghitungnya) oleh para siswa yang disebut sebagai relawan kawasan tanpa rokok : RELAKATARO.  Saat  itu kalau arah kelilingnya ke  lingkungan  dalam sekolah maka semua  hampir pasti  sudah sangat bagus.  Artinya program luru utisnya sudah berjalan. Relawannya juga bekerja dengan sangat luar biasa.  Namun yang  selalu menjadi masalah adalah saat berjalan di sekeliling  gedung  Sekolah itu entah SD, SMP atau SMA. Aku mengamati bahwa ada fenomena dimana  semua  warung yang mengitari sekolah itu rata-rata  ditutup dengan spanduk yang isinya hampir 100% iklan rokok. Iklan rokok dengan gambar menarik, tagline yang menggugah seringkali secara tidak sadar sudah masuk dalam alam bawah sadar kita.  Anak-anak sekolah yang saat istirahat akan jajan langsung melihat iklan itu dan pada akhirnya akan mengganggap bahwa hal itu menjadi sangat biasa dan wajar. Bukan sebuah keanehan apalagi pelanggaran.   Demikian juga anak saat  datang dan pulang sudah otomatis disambut oleh iklan-iklan itu.
Yang menyedihkan banyak dari warung-warung itu menyediakan rokok eceran…. Aduuh  uang jajan anak SMP dan SMA sudah bisa untuk membelinya. Ini yang hampir tidak ada pengawasan sama sekali.
Kelihatannya marketing dari pabrik rokok memang sudah siap dengan semua amunissi untuk mencari perokok pengganti (alias menyasar anak sekolah yang notabene yang lebih muda) karena sebetulnya perokok yang lebih tua sdh banyak yang sakit dan meninggal.
Di hampir semua jalan protokol di banyak kota,  terlihat iklan  yang mendominasi adalah iklan rokok. Juga banyak yang berbentuk neon box atau TV raksasa (videotron). Di berbagai bandara dan terminal   di berbgai kota juga demikian. TV raksasa tepat di pintu keluar sebuah bandara  kota besar menayangkan iklan rokok yang bergerak tanpa jeda.
Iklan rokok bahkan sudah sangat jamak jika menjadi sumber penghasilan, media masa, juga televise   bagi pemerintah daerah.   Hanya beberapa Pemerintah Daerah yang melarang total iklan2 rokok di wilayahnya. Kulonprogo adalah salah satunya. Sungguh luar biasa bagi Pemda yang berani  menolak reklame rokok karena secara lgika akan kehilangan sebagian pendapatan nya. Tapi bagi daerah dengan pimpinan yang komitmennya  sangat baik maka hal ini tetap bisa terjadi. Toh masyarakatnya malah justru semakin  meningkat kesejahteraannya. Ini diakui sendiri oleh Bapak Bupati yang pernah mengisi  sebuah acara yang aku hadiri.

Ada beberapa daerah lain  yang menerapkan hal itu dan  rata-rata memang  karena faktor pemimpinnya. Harapannya  pemimpin ke depan negara ini juga berani  untuk mengatakan” tidak “ pada marketing rokok yang sangat ugal-ugalan.  Rokok harus menjadi lebih mahal  melalui cukainya. Sebagai sebuah bentuk pengendalian supaya  tidak mudah anak-anak untuk membelinya.  Bonus demografi yang akan datang akan menjadi tidak banyak manfaatnya saat rokok, vape  serta banyak obat terlarang yang masuk melalui  pintu rokok akan menggerus  anak muda kita. Demikian juga ancaman penyakit-penyakit kronis serta ‘menyedot’  banyak  pembiayaan  juga sudah mengintai anak muda kita… Wah akan sangat panjang  bila diteruskan… Tapi  harapannya  sama dengan  ucapan seorang direktur perusahaan rokok besar seperti  video yang beredar  beberapa waktu lalu…. “Saya tahu bahwa rokok itu berbahaya dan Merokok itu pilihan orang dewasa, dan saya memilih untuk tidak merokok," …. Seperti juga yang terkonfirmasi dengan sikapnya saat menghadiri sebuah acara di Universitas Airlangga pada tahun lalu.
Satu saja  bagiku,  bahwa ini sangat Woww….



No comments: