Tuesday, May 26, 2020

Obor Zoom


Lebaran saat pandemi begini memang menjadi momen sangat sangat istimewa. Lebaran itu sudah teramat istimewa. Apalagi dalam suasana pandemi - yang jatuhnya 100 tahun sekali- maka menjadikan hal yang yang suaaaangat istimewa.
Terlalu banyak yang bisa ditulis dan diceritakan. Bagaimana biasanya lebaran menjadi momen unjung-unjung. Tapi saat pandemi.malah nggak boleh untuk hal- hal yang melanggar physical distancing seperti silaturrahim secara fisik, sungkeman, salam bekti, dan tamu-tamuan ( dua yang terakhir adalah istilah kami orang Banyumasan).
Kalau lebaran pandemi ini terjadi di jaman dulu- saat internet belum seperti sekarang- maka akan banyak orang atau keluarga akan kepaten obor- istilah yang banyak dipakai saat satu keluarga kehilangan " penerangan" karena matinya obor. Itu arti secara leksikalnya. Arti kiasan yang sering dipakai adalah hilangnya "penunjuk" pada hubungan sesama saudara. Sangking lamanya tidak berinteraksi karena kesibukan misalnya maka hubungan kekeluargaan sering kali menjadi " hilang". Ini biasanya saat yang tetua atau yang dituakan sudah tidak ada sehingga sudah tidak ada lagi yang menunjukkan si A atau si B masih ada hubungan kekerabatan dengan kita.
Saat pandemi ini khususnya momen silaturrahim seperti saat lebaran maka Zoom - sebuah aplikasi meeting atau video conference- menjadi salah satu "obor"nya.
Banyak sih sebenarnya yang lain. Ada skype, cisco webex, google meet, vidcall lewat WA dll. Tapi mungkin sangking boomingnya maka kita pakai ini. Lepas dari kekurangannya - kata orang yang bilang agak kurang aman.
Mungkin memang menjadi kesulitan tersendiri saat sebagian di antara kami juga belum pernah bersentuhan dengan dunia virtual begini. Tapi jujur, ini menjadikan silaturrahim keluarga menjadi lebih mudah dan relatif murah. Bila dulu silaturrahim secara fisik hanya bisa dilakukan dengan jumlah terbatas yang dekat rumah. Sekarang bisa lebih luas jangkauannya. Tanpa batas jarak dan waktu.
Yang jelas bila dulu kadang sungkan untuk berinteraksi karena merasa minder dengan berbagai 'asesoris' yang dipakai maka sekarang lebih merasa bebas karena semua relatif sama. Terasa lebih imbang, tidak terlalu terlihat gap- nya secara fisik, yang dulu menjadikan sering hilangnya kehangatan berkeluarga atau bersaudara.
Patut disyukuri jika ada obor - obor itu yang masih bisa menyala. Dan harus tetap ada orang yang berusaha menjaga silaturrahim dengan mendekatkan obor teknologi itu untuk lebih bisa dinikmati oleh keluarganya saat ini.
Maka inilah saat terbaik merajut kembali tenun kekeluargaan - menyitir dengan memodif istilah tenun kenbangsaan pak Anis. - ( CMIIW). Menyatukan keluarga yang terpisah jauh secara jarak dan budaya. Merangkai yang sudah pernah terkoyak. Menyatukan hati bersama keluarga dan kerabat saat pandemi.
Semoga tidak pernah "kepaten obor" baik dalam berkeluarga dan bisa jadi lebih luas lagi dalam berbangsa. Yang terakhir terlalu muluk kah ? Semoga tidak. Toh memang elemen terkecil negara adalah rumah tangg atau keluarga inti, lanjut keluarga besar dan seterusnya. Is it right ?

No comments: