Saturday, June 6, 2020

Saat Surabaya Mulai Menghitam

Saat Surabaya Mulai Menghitam
Pertambahan kasus Covid -19 di kota Surabaya menjadikannya juara di Jawa Timur dalam beberapa waktu ini. Di susul Sidoarjo dan Gresik yang hinterland nya Surabaya. Sementara Jatim sendiri merangsek naik, menyodok ke urutan tertinggi atau minimal di nomor 2 secara nasional.
Sebagian netizen menganggap Surabaya bukan lagi zona merah. Tapi daerah yang menuju hitam.
Hitam adalah warna yang paling ujung kanan. Sedang di ujung kirinya ada putih. Menghitam berarti mulai menuju arah hitam. Melewati warna tua dan gelap yang lain: merah kemudian merah tua...artinya hitam adalah warna maksimal di sebelah kutub yang berlawanan dengan putih di sisi kutub lain.
Pagi ini aku dengan peralatan lengkap: masker doubel, hand sanitizer, kresek sendiri dan Cofing belanja ke depan perumahan.
Satu tukang mlijo dengan ToSa nya sudah parkir rapi dengan sebagian belanjaan di gelar di atas paving dengan dialasi terpal. Sebenarnya ini memang tempat kosong yang biasanya akan dipakai untuk tempat parkir saat orang mau ke kantor sekitarnya jika di sana parkirnya penuh. Jadi ini memang di luar pagar perumahan. Penginjungnya sebagian perumahan sekitar sebagian besar adalah yng dekat- dekat situ.
Sayangnya dalam situasi 95 daerah Surabaya merah penuh dengan cluster covid maka perilaku sebagian masyarakatnya masih sangat nekad.
Ada seorang muda berpakaian olahraga dengan "asesoris" kesehatan yang cukup mahal ikut berkerumun tanpa masker. Aku taksir dengan usia muda dan belanja sendiri di tengah ibu- ibu maka kemungkinan dia adalah seorang muda yang masih hidup sendiri. SayangnyĆ  dia tampil dengan nekad tanpa masker sama sekali.
Beberapa yang lain tidak pakai juga. Ada 1 bapak yang agak sepuh, 3 orang perempuan laiƱnya. Dari sekitar 15 orang yang tanpa masker bisa sekitar 5 orang-an. Aduh hampir 30 % sendiri ya. Belum yang pakainya hanya di bawah dagu sekitar 3 orangan. Ya hanya sekitar 50 % saja yang bermasker dengan baik.
Saya jarang banget belanja ke situ. Biasanya menunggu tukang mlijo yang lewat depan rumah. Tapi entah kenapa WA aku nggak dibales beberapa hari ini. Biasanya saat sebelum subuh pun - saat masih belanja di pasar katanya, biasanya sudah membalas chat para customernya, termasuk aku.
Jadi belanja di depan perumahan ini hanya sesekali aja. Nggak terlalu kenal juga dengan tukang sayur ini. Mau menegur yang nggak pakai masker, nanti malah bikin ribut pagi2... apalagi sebagian yang nggak pakai masker aku lihat ada yang bermobil dan anak muda yang aku yakin seorang karyawan atau profesional muda. Aku perkirakan merekapun sangat tahu anjuran bermasker itu.
Aku mikir apakah mereka yang tidak pakai masker dari kalangan terpelajar yang merasa bahwa Covid -19 adalah virus buatan yang tidak perlu dipatuhi protokol pencegahannya. Ataukah yang menyalahkaprahkan new normal.
Entahlah. Tapi aku -yang jarang berinteraksi dengan mereka di mlijo yang ini - merasa menyayangkan aja mengapa bisa begitu ? Merahnya Surabaya tetap membuat mereka tidak takut sama sekali. Mau menegur aecara langsung takut salah paham. Saat mereka tidak bermasker dan bergerombol. Aku berdiri cukup jauh setelah mengumpulkan sayuran yang dibeli. Sebenarnya memungkinkan juga kok untuk berdiri berjauhan wong tempatnya memang terbuka.
Akhirnya aku hanya berpesan pada satpam perumahan untuk memberitahu pak Pedagang supaya pembelinya bermasker. Setelah itu aku termenung tepat atau tidaknya tindakanku ini. Sebenarnya kasihan juga pedagangnya, dia nggak salah. Walaupun memang dia memakai maskernya di bawah dagu, mungkin supaya kedengaran saat ngitung jumlah belanjaan masing- masing. Apalagi ngitungnya memang manual dengan " awangan". Itu ulah customernya yang pada tidak patuh.
Aku juga mbayangin saat si pedagang menegur maka akan mempengaruhi minat customernya untuk berbelanja di situ.Dianggap cerewet lah atau apa yang menyebabkan customer merasa nggak nyaman.
Tapi ini memang jaman pandemi. Pertimbangan kenyamannya semestinya dikurangi sedikit demi protokol kesehatan. Mungkin perlu surat edaran atau apalah untuk mengikutkan para pedagang mlijo untuk berkontribusi mencegah munculnya klaster baru. Tapi dari siapa ? Ini sektor informal yang tidak punya " induk semang". Makanya aku memilih lewat pak satpam aja yang kelihatannya sudah akrab dengan pak pedagang yang hari - hari mangkal di sana. Hanya sekitar 25 meter di depan lokasi papk satpam.
Saat ini dibutuhkan kesadaran semua warga Surabaya untuk ikut mencegah Surabaya jadi Wuhan kedua. Suatu prediksi yang sangat mengerikan. Namun mestinya ini memberikan kita warning jika tetap abai maka bukan tidak mungkin hal ini akan terjadi. Na'udzubillah.
Memang aku hanya numpang di Surabaya, tetapi tetap berharap para pemimpin di sini kompak untuk mengatasi krisis kesehatan ini. Covid -19 membutuhkan bersatunya pikiran dan pola tindak kebijakan di lapangan.
Sebaliknya kita sebagai masyarakat harus mematuhi justru dengan berpencar dan tidak berkerumun. Bermasker dan penerapan cuci tangan pakai sabun serta PHBS.
.

No comments: