Friday, September 21, 2012

Penguatan Puskesmas, Kunci Sukses Jaminan Kesehatan Semesta



Tri Astuti Sugiyatmi*
Dalam sistem pelayanan kesehatan maka pelayanan yang dilakukan  idealnya adalah dengan sistem  rujukan berjenjang. Mulai dari  yang paling bawah puskesmas sebagai Rawat Jalan Tingkat Pertama ( RJTP) maupun Rawat Inap Tingkat pertama (RITP) dan selanjutnya baru ke rumah sakit . Rumah sakit sendiripun juga mulai dari tipe yang paling rendah ke yang paling tinggi sebagai Rawat Jalan Tingkat  Lanjutan (RJTL) Maupun Rawat Inap  Tingkat Lanjutan (RITL).  Dalam hal ini puskesmas  dapat dikatakan sebagai “gate keeper” dalam sistem rujukan berjenjang itu. Seperti halnya dokter keluarga yang sekarang sudah berlaku di dalam sistem rujukan yang berlaku di ASKES.
Namun kenyataan yang ada  sekarang Puskesmas hanya akan cenderung dilewati saja tanpa bisa berbuat banyak.  Dalam kondisi ini maka  RS akan  menjadi sebuah “puskesmas raksasa”, karena kasus-kasus ringan pun akan masuk ke sana. Sedangkan kasus berat sebagai porsi  tempat rujukan lanjutan kadang-kadang malah tidak tertangani ataupun tertangani dengan antrian yang cukup panjang. Dalam kasus Jaminan persalinan (Jampersal) di daerah Sendawar sebagai contoh, terdapat  banyak kasus kelahiran non risiko tinggi yang  masuk ke  RSUD Harapan Insan Sendawar. Hal ini berakibat program ini berjalan tidak efektif.
Bila hal-hal  seperti ini dibiarkan  maka bukan tak mungkin program besar yang akan menjamin seluruh penduduk ini akan  kesulitan ke depannya.  Hal ini memang bisa jadi karena sosialisasi yang kurang baik di masyarakat. Namun satu hal yang juga mungkin adalah  karena  puskesmas  yang ada kurang kuat, kurang bermutu, kurang menarik dan kurang dipercaya oleh pelanggannya maka sistem rujukan tidak akan banyak berfungsi dan  pemanfaataan puskesmas rendah.   
Butuh Penguatan di Semua Lini
Selama ini permasalahan di puskesmas yang sering terjadi adalah kurangnya biaya operasional puskesmas. Dengan adanya dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) yang juga dapat dimanfaatkan  untuk upaya kegiatan, kegiatan penunjang, manajemen puskesmas serta perbaikan ringan maka semestinya permasalahan puskesmas yang mendasar  tidak terjadi lagi. Dalam hal ini  manajemen  puskesmas juga harus diperkuat. Dengan adanya dana yang cukup berlimpah seperti BOK   yang sifatnya suplemen dari APBD II maka dibutuhkan  manajemen yang tangguh dalam hal pengelolaan kegiatan maupum administrasi keuangan sehingga dana BOK dapat terserap dan terlihat “perbedaan” sebelum dan sesudah adanya dana operasional. Dulu sebelum ada dan operasional maka puskesmas cenderung terlihat kurang terawat, kotor, cenderung tidak menarik, maka semestinya dengan adanya berbagai dana tersebut kesan seperti itu dapat dihilangkan.
Penguatan puskesmas yang lain adalah adanya layanan inovasi di puskesmas. Walaupun konsep puskesmas tetap basic six namun tidak ada salahnya bila sumberdaya ada dan memenuhi maka bisa dilakukan pelayanan inovasi seperti puskesmas sayang lansia (lanjut Usia), puskesmas 24 jam, konsultasi psikologi (seperti di Kabupaten Sleman), puskesmas dengan layanan VCT (Voluntary Counselling and Testing HIV/AIDS) seperti di puskesmas kota Tarakan, puskesmas keliling  dsb. Pelayanan  unggulan dan inovasi  puskesmas juga akan mengembalikan trust pelanggan kepada  fasilitas pelayanan kesehatan plat merah ini. Puskesmas selama ini sering diplesetkan hanya dianggap dapat melayani “pusing, keseleo dan masuk angin”. Padahal dengan keragaman sumberdaya yang ada  puskesmas bisa banyak berbuat untuk melakukan inovasi yang ujung-ujungnya untuk menarik minat pelanggan.
Penguatan puskesmas yang lain adalah dengan program penguatan mutu  puskesmas seperti penerapan sistem manajemen mutu (SMM), pelayanan prima ataupun sertifikasi juga penting dikerjakan. Pada daerah perkotaan yang masalah akses tidak menjadi persoalan utama maka mutu puskesmas sudah saatnya untuk dipikirkan. Selama ini puskesmas dikesankan hanya untuk masyarakat miskin yang tidak pernah mempermasalahkan mutu pelayanan. Namun dengan semakin kritisnya masyarakat maka masalah mutu puskesmas sudah harus menjadi agenda utama.  
Memang untuk meraih mutu pelayanan di puskesmas tidak harus yang berbiaya mahal seperti sertifikasi ISO 9001:2000 ataupun ISO 9001:2008, namun juga  bisa dengan cara lain yang pada prinsipnya akan meningkatkan performance puskesmas. Untuk daerah perbatasan, terpencil dan kepulauan  (DPTK) maka  penulis sarankan: kaidah housekeeping dari Jepang adalah 5 S yaitu : Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke yang sudah diadopsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi 5 R yaitu ( Ringkas , Rapi, Resik, Rawat dan Rajin) sangat mungkin untuk dilaksanakan. Dengan 5 R yang hampir tanpa biaya itu, puskesmas bisa “tampil beda” dan membuat pengunjung merasa nyaman.
Dengan adanya rencana Universal Health Coverage pada tahun 2014 nanti,   dimana jumlah fasilitas kesehatan terutama puskesmas juga akan ditambah, maka satu hal bahwa dana semacam BOK juga sudah harus disiapkan untuk puskesmas yang baru tadi. Dalam sebuah kesempatan Rakor tanggal 1 Agustus 2012  beberapa waktu yang lalu  presiden SBY meminta supaya Kemenkes menggarap BPJS lebih serius, karena sebagai investasi awal dalam BPJS tidak main-main,  25 Triliun. Pertanyaannya, apakah di dalamnya sudah  termasuk  dana penguatan puskesmas atau belum. Karena bagaimanapun input berupa dana, tenaga, infrastruktur adalah pondasi awal yang harus ada terlebih dahulu. Baru kemudian penguatan manajemen, inovasi, dan mutu juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Karena  berhasil atau tidaknya Jaminan Kesehatan Semesta ini bisa diperkirakan  dari keadaan puskesmas yang ada sebagai lini pertama yang memegang kendali sistem rujukan.
Kepustakaan :
1.            Program Jampersal Tak Efektif Akibat Selalu Dirujuk ke RSUD HIS
2.            Petunjuk Teknis: Bantuan Operasional Kesehatan tahun 2012, Kemenkes RI  2011
3.            Profil Dinas Kesehatan Kota Sleman tahun 2011
4.            Profil Dinas Kesehatan Kota Tarakan Tahun 2011
5.            Tri Astuti Sugiyatmi, Naskah Tesis :  Analisis Biaya Mutu (Cost of Quality) Dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Sleman, DIY, KPMAK- IKM-UGM
6.            http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/08/01/m82619-sby-minta-kemenkes-garap-bpjs-lebih-serius

No comments: