Keluarga ini sangat ‘welcome’ dengan orang yang baru
dikenalnya. Bahkan dengan cepatnya menawarkan bantuan dan berbagai kemudahan
kepadaku. Sebenarnya saya kepengin dan sudah berusaha menolak dengan berbagai alasan tetapi melihat
kesungguhan dan ketulusannya akhirnya saya mengalah. Menerima dengan rasa
terima kasih dan hormat yang sangat besar. Semoga diberikan balasan yang terbaik
dari Allah swt.
Bila tamunya orang
yang dikenal sebagai tokoh yang dihormati,
dituakan memang hal ini akan dianggap sebagai
hal biasa. Kebiasaan bawahan menghormati atasan. Yang bisa jadi akan cenderung
dibuat-buat untuk membuat si tokoh/atasan akan merasa senang saja. Dulu
terkenal dengan sebutan ABS /IBS (asal Bapak/Ibu Senang). Tapi bila hal ini
dilakukan pada orang yang sebenarnya
sangat biasa bahkan lebih rendah status sosialnya, jabatannya, atau yang
lainnya maka inilah yang aku sebut sebagai semedulur.
Istilah ini dulu sering kudengar saat kecil. Adalah istilah jawa (mungkin
Banyumasan, tempat kami berasal dan
tinggal ) yang berrti merasa bersaudara dengan tulus dan ikhlas. Tanpa pamrih.
Pada saat itu ibuku sering memakai istilah itu untuk menyebut orang lain yang
dengan kebaikannya, keramahannya, sikap mau berkorbannya seperti kepada saudara sendiri (sedulur).
Padahal jelas itu adalah orang lain yang jauh hubungan darahnya.
Semedulur inilah yang sekarang makin sulit dicari. Di jaman
yang segala sesuatunya dihargai dengan material maka sikap dan sifat seperti
ini dianggap tidak akan menguntungkan.
Karena tentu saja dalam hal ini maka si tuan rumah (jika kasus menginap) maka
akan banyak berkorban dengan segala sesuatunya untuk si tamunya.
Ya banyak sekali keluarga-keluarga yang saya kenal sangat
baik penerimaannya terhadap para tamunya. Bahkan yang baru dikenalnya sesaat. Entah dalam perjalanan, bersua dalam
sebuah pertemuan/rapat maupun memang teman lama. Mereka menerima dengan
tulus para kenalannya baik dengan
kata-kata yang santun dan baik, memperlakukan para kenalannya dengan sangat
baik, lebih dari cukup. Bahkan seringkali memberikan bantuan dan kemudahan,
seperti yang kuterima ini.
Rasanya tidak terhitung
aku menerima nikmat dan rejeki
yang serupa dalam berbagai
kesemptan dan di berbagai kota yang kusinggahi. Di Bandung dengan pak taxi yang
memberiku kesempatan menitip koperku sebelum
ada pertemuan di sebuah hotel. Di kota ini juga aku bersama rombongan
beberapa orang (ibu DAP dan MTQ) dari Jogja berkesempatan tinggal dan menginap
di rumah teman FH saat pelatihan costing study. Di Tanah laut Kalimantan
selatan tahun 2010/2011 aku
berkesempatan jalan-jalan dengan kenalan
baruku di sebuah pertemuan bahkan sampai untuk singgah di rumah beliau. Belum
lagi saat itu, aku dipertemukan dengan saudara jauh suamiku
di areal bandara Banjarmasin yang kelaurga suami sendiri puluhan tahun belum pernah bertemu kembali
sampai sekarang ini.
Ini baru sebagian kecil
rasa semedulur yang aku terima
melalui orang lain…. Pernah juga aku ditolong di Hanoi, Vietnam saat
bersama beberapa teman ada masalah
dengan hotel yang sudah dipesan sebelumnya saat di tanah air. Karena kita
datang tanpa melalui agent travel maka segala sesuatunya harus diurus sendiri.
Dan temankulah yang ketemu di sebuah kursus itulah yang menjadi dewa penolong
kami. Dengan hadirnya dia kendala bahasa kami dengan recepsionis yang ada di
hotel butik itu menjadi terpecahkan. Bahkan aku diajaknya mampir ke flatnya dan
menjamu aku dengan tata cara dan
hidangan khas mereka.
Saat ramai-ramainya isu batu akik sekarang ini maka aku juga
baru ingat kalau aku pernah diberi seseorang teman perempuan sebuah mutiara dan
batu yang cukup bagus. Setelah sekian lama batu itu mengendap di dompetku tanpa
tahu mau aku apakan, ternyata saat teman yang lain browsing tentang batu2
maka aku lihat ada sebuah kemiripan warna dengan batu yang aku sendiri ingat-ingat lupa. Ternyata rasa penasaranku
terjawab saat aku coba keluarkan kenanag-kenangan yang aku pernah dapatkan itu
yang bahkan siapa pemberinya pun aku lupa. Bukan berarti tidak bersyukur tapi
memang pemberian batu itu saat dulu tidak terlalu paham bagaimana cara
menikmatinya. Sebenarnya memang sangat salah menghargai sebuah pemberian dari sebuah nilai barang. Karena yang jelas
bahwa semua pemberian sudah diniatkan
untuk sebuah penghormatan. MUngkin kita
bisa beli sesuatu itu, tapi sesungguhnya yang tidak bisa kita beli adalah niat
baiknya itu.
Jadi nilai pemberian batu akik warna biru dengan gurat emas yang kata teman
itu adalah batu pirus yang aku sendiri sampai lupa. . Maka dengan ini
aku ucapkan terimakasih banyak. Walaupun seingatku dulu aku juga sdh bilang
terimakasih. Tapi dulu saya tidak tahu betapa berharganya batuan ini sampai saya
dipertemukan dengan teman penggemar akik –pagi ini- yang mendiagnosa batu yang aku keluarkan
saat aku penasaran dengan kemiripan batu seperti yang di browsingnya. Ya terimakasih teman… semoga pemberianmu ini
mendapatkan balasan yang terbaik juga dari Allah swt.
Ya sekali lagi bukan apa dan berapa nilai barang yang kita
terima karena niat baiknya itulah yang sudah menempatkan
dia pada sebuah tempat terhormat bahkan
juga untuk kita yang diberinya, minimal terhormat menurut sudut pandang si pemberinya. Memang pemberian sekarang juga sudah dianggap bermasalah bila “ada
udang di balik batu” alias gratifikasi.
Kayaknya pemberian materi harus dari atas ke bawah karena memang di situ
dianggap tidak ada kepentingan apapun dari atasan ke bawahan. Khususnya
mengharapkan ‘sesuatu’ di baliknya. Sementara
dari bawah ke atas bisa memberikan senyuman, keramahan, sikap terbuka
untuk membantu dll, Itulah semedulur
yang sebenarnya…menurutku..
No comments:
Post a Comment