Tuesday, May 12, 2015

SEMEDULUR DARI SEBUAH BATU AKIK


 

Keluarga ini sangat ‘welcome’ dengan orang yang baru dikenalnya. Bahkan dengan cepatnya menawarkan bantuan dan berbagai kemudahan kepadaku. Sebenarnya saya kepengin dan sudah berusaha  menolak dengan berbagai alasan tetapi melihat kesungguhan dan ketulusannya akhirnya saya mengalah. Menerima dengan rasa terima kasih dan hormat yang sangat besar. Semoga diberikan balasan yang terbaik dari Allah swt.

Bila  tamunya orang yang  dikenal sebagai tokoh yang dihormati, dituakan memang hal ini  akan dianggap sebagai hal biasa. Kebiasaan bawahan menghormati atasan. Yang bisa jadi akan cenderung dibuat-buat untuk membuat si tokoh/atasan akan merasa senang saja. Dulu terkenal dengan sebutan ABS /IBS (asal Bapak/Ibu Senang). Tapi bila hal ini dilakukan pada orang yang sebenarnya  sangat biasa bahkan lebih rendah status sosialnya, jabatannya, atau yang lainnya maka inilah yang aku sebut sebagai semedulur.

Istilah ini dulu sering kudengar  saat kecil. Adalah istilah jawa (mungkin Banyumasan, tempat kami  berasal dan tinggal ) yang berrti merasa bersaudara dengan tulus dan ikhlas. Tanpa pamrih. Pada saat itu ibuku sering memakai istilah itu untuk menyebut orang lain yang dengan kebaikannya, keramahannya, sikap mau berkorbannya  seperti kepada saudara sendiri (sedulur). Padahal jelas itu adalah orang lain yang jauh hubungan darahnya.

Semedulur inilah yang sekarang makin sulit dicari. Di jaman yang segala sesuatunya dihargai dengan material maka sikap dan sifat seperti ini dianggap tidak akan  menguntungkan. Karena tentu saja dalam hal ini maka si tuan rumah (jika kasus menginap) maka akan banyak berkorban dengan segala sesuatunya untuk si tamunya.

Ya banyak sekali keluarga-keluarga yang saya kenal sangat baik penerimaannya terhadap para tamunya. Bahkan yang baru dikenalnya  sesaat. Entah dalam perjalanan, bersua dalam sebuah pertemuan/rapat maupun memang teman lama. Mereka menerima dengan tulus  para kenalannya baik dengan kata-kata yang santun dan baik, memperlakukan para kenalannya dengan sangat baik, lebih dari cukup. Bahkan seringkali memberikan bantuan dan kemudahan, seperti yang kuterima ini.

Rasanya tidak terhitung  aku menerima nikmat dan rejeki  yang  serupa dalam berbagai kesemptan dan di berbagai kota yang kusinggahi. Di Bandung dengan pak taxi yang memberiku kesempatan menitip koperku sebelum  ada pertemuan di sebuah hotel. Di kota ini juga aku bersama rombongan beberapa orang (ibu DAP dan  MTQ)  dari Jogja berkesempatan tinggal dan menginap di rumah teman FH saat pelatihan costing study. Di Tanah laut Kalimantan selatan tahun 2010/2011  aku berkesempatan  jalan-jalan dengan kenalan baruku di sebuah pertemuan bahkan sampai untuk singgah di rumah beliau. Belum lagi  saat itu,  aku dipertemukan dengan saudara jauh suamiku di areal bandara Banjarmasin yang kelaurga suami sendiri  puluhan tahun belum pernah bertemu kembali sampai sekarang ini.

Ini baru sebagian kecil  rasa semedulur  yang aku terima melalui orang lain…. Pernah juga aku ditolong di Hanoi, Vietnam saat bersama  beberapa teman ada masalah dengan hotel yang sudah dipesan sebelumnya saat di tanah air. Karena kita datang tanpa melalui agent travel maka segala sesuatunya harus diurus sendiri. Dan temankulah yang ketemu di sebuah kursus itulah yang menjadi dewa penolong kami. Dengan hadirnya dia kendala bahasa kami dengan recepsionis yang ada di hotel butik itu menjadi terpecahkan. Bahkan aku diajaknya mampir ke flatnya dan menjamu aku dengan  tata cara dan hidangan khas mereka.

Saat ramai-ramainya isu batu akik sekarang ini maka aku juga baru ingat kalau aku pernah diberi seseorang teman perempuan sebuah mutiara dan batu yang cukup bagus. Setelah sekian lama batu itu mengendap di dompetku tanpa tahu mau aku apakan,  ternyata  saat teman yang lain browsing tentang batu2 maka aku lihat ada sebuah kemiripan warna dengan  batu yang aku sendiri  ingat-ingat lupa. Ternyata rasa penasaranku terjawab saat aku coba keluarkan kenanag-kenangan yang aku pernah dapatkan itu yang bahkan siapa pemberinya pun aku lupa. Bukan berarti tidak bersyukur tapi memang pemberian batu itu saat dulu tidak terlalu paham bagaimana cara menikmatinya. Sebenarnya memang sangat salah menghargai sebuah pemberian  dari sebuah nilai barang. Karena yang jelas bahwa semua pemberian  sudah diniatkan untuk sebuah penghormatan.  MUngkin kita bisa beli sesuatu itu, tapi sesungguhnya yang tidak bisa kita beli adalah niat baiknya itu.

Jadi nilai pemberian batu akik  warna biru dengan gurat emas yang kata teman itu adalah batu pirus  yang  aku sendiri sampai lupa. . Maka dengan ini aku ucapkan terimakasih banyak. Walaupun seingatku dulu aku juga sdh bilang terimakasih. Tapi dulu saya tidak tahu betapa berharganya batuan ini sampai saya dipertemukan dengan teman penggemar akik –pagi ini-  yang mendiagnosa batu yang  aku keluarkan  saat aku penasaran dengan kemiripan batu seperti yang di browsingnya.  Ya terimakasih teman… semoga pemberianmu ini mendapatkan balasan yang terbaik juga dari Allah swt.

Ya sekali lagi bukan apa dan berapa nilai barang yang kita terima  karena  niat baiknya itulah yang sudah menempatkan dia pada sebuah tempat terhormat  bahkan juga untuk kita yang diberinya, minimal terhormat  menurut sudut pandang si pemberinya.  Memang pemberian  sekarang juga sudah dianggap bermasalah bila “ada udang di balik batu” alias gratifikasi.  Kayaknya pemberian materi harus dari atas ke bawah karena memang di situ dianggap tidak ada kepentingan apapun dari atasan ke bawahan. Khususnya mengharapkan ‘sesuatu’ di baliknya. Sementara  dari bawah ke atas bisa memberikan senyuman, keramahan, sikap terbuka untuk membantu dll,  Itulah semedulur yang sebenarnya…menurutku..

No comments: