Ramadhan Tanpa Rokok , Mungkinkah ?
Bulan Ramadhan sudah di depan
mata. Bulan dimana bagi umat muslim
sudah banyak ditunggu –tunggu kedatangannya karena berbagai keistimewaan yang
ada di dalamnya. Dari banyak studi, Ramadhan yang berarti
puasa selama sebulan penuh terbukti mempunyai banyak sekali manfaat bagi kesehatan jasmani dan rohani
manusia.
Kemampuan untuk menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkan sejak terbit fajar sampai matahari terbenam menjadi sesuatu yang mutlak harus ada disebut sebagai sebuah
rukun puasa. Hal ini yang menyebabkan
aktivitas seperti makan minum yang sengaja sebagai
sesuatu yang tidak diperkenankan pada siang hari. Tentu saja saat
maghrib tiba maka kegiatan tersebut menjadi diperkenankan kembali.
Memasukkan rokok ke dalam mulut
dan menghisapnya seperti laiknya aktifitas makan minum secara umum juga
diketahui termasuk hal yang dapat membatalkan puasa. Sebenarnya berbicara masalah rokok dan perilaku merokok itu memang sangatlah kompleks termasuk dalam
hukum-hukum agama. Berbagai pendapat
bahkan yang berbeda tentang rokok juga mengemuka. Namun lepas dari hal tersebut maka satu hal yang pasti adalah bahwa
kesempatan dan waktu merokok pada bulan ramadhan diyakini akan lebih pendek daripada hari-hari biasa yaitu
hanya malam hari saja. Praktis hanya
tersisa waktu yang sangat sempit untuk bisa menikmati asap rokoknya yaitu pada saat setelah
buka sampai saat sahur hari (dikurangi
waktu beribadah shalat tarawih serta tidur). Tentu saja jumlah konsumsi rokok pada perokok bisa jadi akan
sangat berkurang.
Berkaitan dengan hal itu maka ramadhan bisa menjadi salah satu alternatif bagi
perokok untuk mencoba mengurangi
konsumsi rokok. Dalam hal
ini penulis berpendapat bahwa Ramadhan juga bisa menjadi momentum terbaik yang menjadi sebuah usaha awal untuk berhenti merokok sama sekali, khususnya bagi yang sudah punya niatan untuk itu. Niat
berhenti merokok ini juga seringkali
diinginkan para perokok yang sudah ‘kadung’ menjadi pecandu walaupun masih
banyak juga yang belum punya niatan ke
arah sana. Tapi tentu saja disadari bahwa kenyataannya masih cukup sulit karena ternyata tidak hanya cukup niat
saja tapi juga dibutuhkan aksi nyata. Program
Ramadhan Terbatas/Tanpa Rokok (RTR)
menjadi sebuah aksi nyata yang bisa
diinisiasi oleh diri sendiri dengan
sebuah tekad yang kuat dan bulat. Tentu saja
dalam hal ini butuh input informasi- bahaya asap rokok dan kerugiannya
dalam berbagai bidang- untuk lebih menguatkan diri sendiri dalam
menghadapi halangan dan rintangan yang
sangat kuat dari eksternal.
Isu Seputar Rokok
Studi tentang dampak zat yang mengandung 4000 zat berbahaya
pada masalah kesehatan beserta bukti-buktinya
juga sudah banyak dilakukan. Angka
kesakitan dan kematian akibat merokok di
Indonesia sangat luar biasa. Menyuplik hasil riset dari Dr. Soewarta Kosen bahwa
pada tahun 2012, diperkirakan 384.058
orang terkena penyakit akibat
mengkonsumsi tembakau. Penyakit kronis pada usia lanjut seperti jantung koroner (PJK), stroke, tumor ,
kanker, kencing manis menjadi makin akrab di telinga dan setengah
pengidapnya mengalami kematian dini. Pada penyakit
batuk disertai sesak (pneumonia) bayi dan balita pada banyak kasus juga
ternyata karena seringkali berhubungan dengan kebiasaan merokok orang dewasa di
sekitarnya. Ya, perokok pasif (secondhand
smoker) juga ternyata memiliki risiko yang sama terhadap paparan asap
rokok, bahkan di beberapa studi menunjukkan angka yang lebih besar.
Gempuran iklan rokok yang dikesankan sebagai gaul, macho dan sportif itu yang sangat
massif di berbagai sudut kota dan bahkan sampai ke dalam rumah –lewat berbagai
media- mengalahkan papan dan peringatan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Gambar seram pada kemasan rokok maupun
joke dari mantan Menkes bahwa
para perokok adalah orang paling bodoh -yang mau membayar harga dan pajak untuk sebuah penyakit – bahkan hanya
dianggap sepi oleh para pecandu berat.
Itulah sebabnya tidak
mengherankan bahwa usia mulai merokok
juga terjadi pada usia yang makin muda. Sejak
1995 dan 2010 umur 5-9 tahun - umur sekolah dasar- dan perokok remaja meningkat
menjadi tiga kali lipat. Kita juga pernah dikejutkan dengan balita perokok yang diunggah di situs media social youtube yang
mengundang perhatian dari berbagai belahan dunia.
Sangat ironis bahwa biaya untuk
rokok juga berlipat- lipat dari biaya yang dikeluarkan untuk investasi pendidikan dan kesehatan yang sebenarnya sebagai
syarat utama untuk rumah tangga miskin bisa bangkit dari keadaan yang
membelitnya. Bahkan pengeluaran rokok (beserta sirih) pada keluarga miskin
menjadi pengeluaran terbesar nomor dua setelah padi-padian. Juga biaya
investasi pendidikan dan kesehatan. Dalam sebuah penelitian juga banyaknya para Penerima Bantuan Iuran
(PBI) pada program Jaminan Kesehatan Nasional
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial juga masih banyak yang
perokok. Ironisnya mereka kebanyakan juga
menderita penyakit akibat rokok dan mengobatinya dengan fasilitas dari BPJS.
Memang belum ada mekanisme lanjutan yang mengatur hal tersebut, tapi setidaknya
hal ini menjadi pertimbangan sendiri.
Dalam hal kerugian di bidang
ekonomi di level mikro yaitu rumah tangga
maka akan banyaknya kesempatan
yang hilang akibat merokok. Dengan
estimasi sebatang rokok seharga Rp.600
maka berdasarkan data Riset kesehatan dasar tahun 2013 total biaya yang
dihabiskan untuk membeli rokok mencapai Rp 221.400,- per bulan.
Pengeluaran dalam setahun mencapai Rp.2.656.800,-, dan untuk 10 tahun
10 tahun berikutnya Rp. 26.568.000,-Maka
sebenarnya biaya ini melebihi biaya untuk beli motor, DP mobil, pembelian
gadget, ikut serta ibadah qurban saat
Idul Adha maupun umroh. Secara makro data Badan Kebijakan Fiskal pada tahun 2012
menggambarkan bahwa dengan penerimaan cukai rokok yang hanya sekitar 50T tidak
dapat menutupi total kerugian ekonomi secara makro akibat konsumsi merokok yang
mencapai angka 245,41T.
Di sisi lain, ada sebuah tafsir yang cukup kompleks yang
diperlihatkan pada sebuah kebijakan terutama rokok yang diambil oleh Negara.
Kebijakan pengendalian tembakau yang disampaikan oleh Kementrian Kesehatan belum didukung oleh semua pengambil kebijakan
di berbagai sector lain. Sampai sekarang pemerintah RI masih enggan untuk mengaksesi
dan meratifikasi piagam FCTC (Framework
Convention on Tobacco Control)- kerangka kerja internasional dari badan
kesehatan dunia (WHO) -untuk mencegah meluasnya epidemi merokok itu. Bahkan dalam dalam beberapa bagian kebijakan pro rokok yang cukup terlihat secara
telanjang seperti pada kasus beberapa menteri beberapa waktu yang lalu. Sehingga
janganlah heran bila negara kita menjadi
satu-satunya negara di Asia Pasifik yang
belum menandatangani dan mengaksesi.
Dan isu-isu buruk tentang
tembakau yang ada di atas seringkali tertutupi oleh banyaknya kampanye dan promosi
yang mencitrakan bahwa rokok dan
industrinya sangat positif peranannya. Tentu saja hal ini dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan khususnya
industri rokok. Namun bagi para perokok
yang sudah punya niatan untuk berhenti, maka hendaknya isu negatif tentang rokok menjadi
sebuah “bahan bakar” yang mengobarkan niat dan semangat untuk menjalankan Program
Ramadhan Terbatas/Tanpa Rokok (RTR) sebagai awal dari usaha berhenti merokok
yang permanen.
Cara Berhenti Merokok :
Upaya berhenti merokok dapat dimulai dengan Identifikasi diri sendiri
sebagai perokok apakah sudah mempunyai keinginan untuk berhenti apa belum. Keinginan untuk berhenti
ini bisa makin mantap pada saat para
perokok membaca kerugian akibat merokok di berbagai bidang seperti diatas tadi.
Tahap berikutnya adalah para
perokok yang mempunyai keinginan berhenti maka sebaiknya mempelajari
profil merokok pada diri sendiri. Berapa banyak jumlah rokok yang dikonsumsi
harian, mingguan dst serta jadwal ( waktu tersering ) untuk merokok seperti sebelum/sesudah makan,
mengisi waktu senggang sore hari,
atau saat mengobrol dengan teman-teman. Juga
jenis rokok yang dikonsumsi.
Setelah tahap tersebut maka perokok menilai motivasi
yang ada pada dirinya sendiri dengan memberi nilai 0 untuk yang belum
termotifasi berhenti atau yang punya motivasi sangat kuat dengan memberi angka
10.
Bila sudah mempunyai motivasi maka segera lakukan dengan berbagai cara. Dalam hal
program RTR maka untuk berhenti merokok memang bisa dilakukan dengan terapi
nonfarmakologi yang artinya tanpa bantuan obat dan hanya membutuhkan upaya sendiri (self help). Kadang-kadang memang membutuhkan nasihat, bila perlu berkonsultais pada petugas di layanan UBM di
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan.
Dalam hal berhenti merokok
memang ada beberapa cara yang bisa
dipilih. Yang pertama adalah cold turkey yaitu perokok berhenti secara
tiba-tiba pada hari yang ditentukan
(misalnya mulai hari I bulan Ramadhan) tapi memang biasanya agak sulit karena
butuh niat dan motivasi yang sangat
kuat. Ada cara kedua yang bisa jadi
lebih ‘ringan” adalah dengan cara menunda saat merokok pertama kali dalam
setiap harinya. Misalnya biasanya hari
pertama (dalam hal ini hari I bulan Ramadhan) merokok pertama pada jam 18.00 saat jam awal
buka puasa. Dan diharapkan pada hari ke - 2 jamnya bergeser mundur misalnya jam 20.00 dan
seterusnya sampai bisa berhenti pada saat akhir Ramadhan. Cara ketiga adalah dengan pengurangan jumlah
rokok yang dihisap setiap harinya misalnya yang biasanya dalam 1 hari 1 bungkus
atau 12 batang maka secara perlahan bisa diturunkan menjadi 10 dan seterusnya
sampai bisa bebas sama sekali di akhir Ramadhan.
Akhirnya diharapkan pada akhir
bulan Ramadhan maka rokok yang dikonsumsi sudah berkurang atau bahkan sampai 0. Program Ramadhan Terbatas
Rokok atau Ramadhan Tanpa Rokok yang diinisiasi oleh perokok sendiri semoga bisa
berjalan dengan baik. Akhirnya selamat
berpuasa Ramadhan….
No comments:
Post a Comment