Tuesday, June 23, 2015

Ramadhan Tanpa Rokok , Mungkinkah ?


Ramadhan Tanpa Rokok , Mungkinkah ?

Bulan Ramadhan sudah di depan mata.  Bulan dimana bagi umat muslim sudah banyak ditunggu –tunggu kedatangannya karena berbagai keistimewaan yang ada di dalamnya. Dari banyak studi,  Ramadhan  yang berarti  puasa selama sebulan penuh terbukti mempunyai banyak sekali  manfaat bagi kesehatan jasmani dan rohani manusia.

Kemampuan untuk  menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan sejak terbit fajar sampai matahari terbenam  menjadi sesuatu  yang mutlak harus ada disebut sebagai sebuah rukun puasa. Hal ini  yang menyebabkan aktivitas seperti   makan minum  yang sengaja   sebagai  sesuatu yang tidak diperkenankan pada siang hari. Tentu saja saat maghrib tiba maka kegiatan tersebut menjadi diperkenankan kembali.

Memasukkan rokok ke dalam mulut dan menghisapnya seperti laiknya aktifitas makan minum secara umum juga diketahui  termasuk hal   yang dapat membatalkan puasa.  Sebenarnya berbicara  masalah rokok dan perilaku merokok itu  memang sangatlah kompleks termasuk dalam hukum-hukum agama. Berbagai pendapat  bahkan yang berbeda tentang rokok juga mengemuka.  Namun lepas dari hal tersebut  maka satu hal yang pasti adalah bahwa kesempatan dan waktu    merokok  pada bulan ramadhan  diyakini akan  lebih pendek daripada hari-hari biasa yaitu hanya malam hari saja.  Praktis hanya tersisa waktu yang sangat sempit untuk bisa menikmati  asap rokoknya yaitu pada saat setelah buka  sampai saat sahur hari (dikurangi waktu beribadah shalat tarawih serta tidur). Tentu saja jumlah  konsumsi rokok pada perokok bisa jadi akan sangat berkurang.

Berkaitan dengan hal itu maka  ramadhan  bisa menjadi salah satu alternatif bagi perokok untuk mencoba mengurangi  konsumsi rokok.  Dalam hal ini  penulis  berpendapat bahwa  Ramadhan  juga bisa menjadi  momentum terbaik yang menjadi sebuah  usaha awal   untuk  berhenti merokok sama sekali, khususnya  bagi yang sudah punya niatan untuk itu. Niat berhenti merokok ini  juga seringkali diinginkan para perokok yang sudah ‘kadung’ menjadi pecandu walaupun masih banyak juga  yang belum punya niatan ke arah sana.  Tapi tentu saja disadari  bahwa kenyataannya masih cukup  sulit karena ternyata tidak hanya cukup niat saja tapi juga dibutuhkan  aksi nyata. Program Ramadhan  Terbatas/Tanpa Rokok (RTR) menjadi  sebuah aksi nyata yang bisa diinisiasi oleh diri sendiri  dengan sebuah tekad yang kuat dan bulat. Tentu saja  dalam hal ini butuh input informasi- bahaya asap rokok dan kerugiannya dalam  berbagai bidang-  untuk lebih menguatkan diri sendiri dalam menghadapi  halangan dan rintangan yang sangat kuat dari eksternal.

 

Isu Seputar Rokok

Studi tentang  dampak zat yang mengandung 4000 zat berbahaya pada masalah kesehatan beserta   bukti-buktinya juga sudah banyak dilakukan.  Angka kesakitan dan kematian akibat merokok  di Indonesia sangat luar biasa.  Menyuplik  hasil riset dari Dr. Soewarta Kosen bahwa pada tahun 2012,  diperkirakan 384.058 orang  terkena penyakit akibat mengkonsumsi tembakau.  Penyakit  kronis pada usia lanjut  seperti jantung koroner (PJK), stroke, tumor , kanker, kencing manis menjadi makin akrab di telinga dan setengah pengidapnya   mengalami kematian dini.  Pada penyakit  batuk disertai sesak (pneumonia) bayi dan balita pada banyak kasus juga ternyata karena seringkali berhubungan dengan kebiasaan merokok orang dewasa di sekitarnya. Ya, perokok pasif (secondhand smoker) juga ternyata memiliki risiko yang sama terhadap paparan asap rokok, bahkan di beberapa studi menunjukkan angka yang lebih besar.

Gempuran iklan rokok yang  dikesankan sebagai  gaul, macho dan sportif itu yang sangat massif di berbagai sudut kota dan bahkan sampai ke dalam rumah –lewat berbagai media- mengalahkan papan dan peringatan tentang  Kawasan Tanpa Rokok (KTR).   Gambar seram pada kemasan rokok  maupun  joke dari mantan Menkes  bahwa para perokok adalah orang paling bodoh -yang mau membayar harga dan  pajak untuk sebuah penyakit – bahkan hanya dianggap sepi oleh para pecandu berat.

Itulah sebabnya tidak mengherankan bahwa  usia mulai merokok juga terjadi pada usia yang makin muda.  Sejak 1995 dan 2010 umur 5-9 tahun - umur sekolah dasar- dan perokok remaja meningkat menjadi tiga kali lipat.  Kita  juga pernah dikejutkan  dengan balita perokok yang  diunggah di situs media social youtube yang mengundang perhatian dari berbagai belahan dunia.

Sangat ironis bahwa biaya untuk rokok juga berlipat- lipat dari biaya yang dikeluarkan untuk investasi  pendidikan dan kesehatan  yang sebenarnya  sebagai  syarat utama untuk rumah tangga miskin bisa bangkit dari keadaan yang membelitnya. Bahkan pengeluaran rokok (beserta sirih) pada keluarga miskin menjadi pengeluaran terbesar nomor dua setelah padi-padian. Juga biaya investasi pendidikan dan kesehatan. Dalam sebuah penelitian  juga banyaknya para Penerima Bantuan Iuran (PBI) pada program Jaminan Kesehatan Nasional  oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial juga masih banyak yang perokok.  Ironisnya mereka kebanyakan juga menderita penyakit akibat rokok dan mengobatinya dengan fasilitas dari BPJS. Memang belum ada mekanisme lanjutan yang mengatur hal tersebut, tapi setidaknya  hal ini menjadi pertimbangan sendiri.

Dalam hal kerugian di bidang ekonomi di level  mikro yaitu  rumah tangga  maka akan  banyaknya kesempatan yang hilang akibat  merokok. Dengan estimasi sebatang rokok seharga Rp.600  maka berdasarkan data Riset kesehatan dasar tahun 2013 total biaya yang dihabiskan untuk membeli rokok mencapai Rp 221.400,- per bulan. Pengeluaran  dalam setahun  mencapai Rp.2.656.800,-, dan untuk 10 tahun 10 tahun berikutnya  Rp. 26.568.000,-Maka sebenarnya biaya ini melebihi biaya untuk beli motor, DP mobil, pembelian gadget, ikut serta  ibadah qurban saat Idul Adha maupun umroh. Secara makro  data Badan Kebijakan Fiskal pada tahun 2012 menggambarkan bahwa dengan penerimaan cukai rokok yang hanya sekitar 50T tidak dapat menutupi total kerugian ekonomi secara makro akibat konsumsi merokok yang mencapai angka 245,41T.

Di sisi lain,  ada sebuah tafsir yang cukup kompleks yang diperlihatkan pada sebuah kebijakan terutama rokok yang diambil oleh Negara. Kebijakan pengendalian tembakau yang disampaikan oleh Kementrian Kesehatan  belum didukung oleh semua pengambil kebijakan di berbagai sector lain. Sampai sekarang pemerintah RI masih enggan untuk mengaksesi dan meratifikasi piagam FCTC (Framework Convention on Tobacco Control)- kerangka kerja internasional dari badan kesehatan dunia (WHO) -untuk mencegah meluasnya epidemi merokok itu.  Bahkan dalam dalam beberapa bagian  kebijakan pro rokok yang cukup terlihat secara telanjang seperti pada kasus beberapa menteri beberapa waktu yang lalu. Sehingga janganlah heran bila negara kita  menjadi satu-satunya negara di Asia Pasifik  yang belum menandatangani dan mengaksesi.

Dan isu-isu buruk tentang tembakau yang ada di atas seringkali tertutupi oleh banyaknya kampanye  dan promosi  yang mencitrakan  bahwa rokok dan industrinya sangat positif peranannya. Tentu saja hal ini  dilakukan oleh  semua pihak yang berkepentingan khususnya industri rokok.  Namun bagi para perokok yang sudah punya niatan untuk berhenti, maka  hendaknya isu negatif tentang rokok menjadi sebuah “bahan bakar” yang mengobarkan niat dan semangat untuk menjalankan Program Ramadhan Terbatas/Tanpa Rokok (RTR) sebagai awal dari usaha berhenti merokok yang permanen. 

Cara  Berhenti Merokok :

Upaya berhenti merokok dapat  dimulai dengan Identifikasi diri sendiri sebagai perokok apakah sudah mempunyai keinginan untuk  berhenti apa belum. Keinginan untuk berhenti ini  bisa makin mantap pada saat para perokok membaca kerugian akibat merokok  di berbagai bidang seperti diatas tadi.

Tahap berikutnya adalah para perokok  yang mempunyai  keinginan berhenti maka sebaiknya mempelajari profil merokok pada diri sendiri. Berapa banyak jumlah rokok yang dikonsumsi harian, mingguan dst serta jadwal ( waktu tersering ) untuk merokok seperti  sebelum/sesudah  makan,  mengisi waktu senggang sore  hari, atau saat mengobrol dengan teman-teman.  Juga jenis rokok yang dikonsumsi.

Setelah  tahap tersebut maka perokok menilai motivasi yang ada pada dirinya sendiri dengan memberi nilai 0 untuk yang belum termotifasi berhenti atau yang punya motivasi sangat kuat dengan memberi angka 10.

Bila sudah mempunyai  motivasi maka segera  lakukan dengan berbagai cara. Dalam hal program RTR maka untuk berhenti merokok memang bisa dilakukan dengan terapi nonfarmakologi yang artinya tanpa bantuan obat dan hanya  membutuhkan upaya sendiri (self help). Kadang-kadang memang membutuhkan  nasihat, bila perlu  berkonsultais pada petugas di layanan UBM di fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan.  

Dalam hal berhenti merokok memang  ada beberapa cara yang bisa dipilih. Yang pertama adalah cold turkey yaitu perokok berhenti secara tiba-tiba  pada hari yang ditentukan (misalnya mulai hari I bulan Ramadhan) tapi memang biasanya agak sulit karena butuh  niat dan motivasi yang sangat kuat.  Ada cara kedua yang bisa jadi lebih ‘ringan” adalah dengan cara menunda saat merokok pertama kali dalam setiap harinya. Misalnya biasanya  hari pertama (dalam hal ini hari I bulan Ramadhan)  merokok pertama pada jam 18.00 saat jam awal buka puasa. Dan diharapkan pada hari ke - 2  jamnya bergeser mundur misalnya jam 20.00 dan seterusnya sampai bisa berhenti pada saat akhir Ramadhan.  Cara ketiga adalah dengan pengurangan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya misalnya yang biasanya dalam 1 hari 1 bungkus atau 12 batang maka secara perlahan bisa diturunkan menjadi 10 dan seterusnya sampai bisa bebas sama sekali di akhir Ramadhan. 

Akhirnya diharapkan pada akhir bulan Ramadhan maka rokok yang dikonsumsi sudah berkurang atau  bahkan sampai 0. Program Ramadhan Terbatas Rokok atau Ramadhan Tanpa Rokok yang diinisiasi oleh perokok sendiri semoga bisa berjalan dengan baik.  Akhirnya selamat berpuasa Ramadhan….

No comments: