Wednesday, February 24, 2016

TI atau TC ?

TI atau TC ?
Diajak berdiskusi dan berpikir oleh sebuah lembaga kajian. Walaupun berpendapat bahwa TOR maupun spanduk yang dibuat tidak sesuai dengan kecenderungan hati, tetapi oke lah. Mari kita berpikir secara jernih terhadap sesuatu masalah yang sebenarnya sudah sangat terang benderang. Masalah tembakau....sesuatu yang terlalu menarik untuk ditolak.
Saya meyakini dengan segenap hati dan pikiran bahwa kita manusia dikaruniakan kemampuan untuk memilih dan memilah informasi apa yang masuk ke diri pribadi dan kemudian akan menganalisisnya dan terakhir akan menghasilkan sebuah pola pikir dan keluar dalam bentuk perilaku dan segala rentetan konsekuensi dari sikap yang diambil. Terkait dengan hal itu maka saya mengambil sikap bahwa bahaya dan mudharat tembakau (baca : rokok) sangat jauh lebih besar daripada manfaatnya.
Ya memang tidak bisa melihat masalah hanya dari satu sisi saja. Tetapi dalam hal tembakau/rokok, banyak studi yang lain juga memperlihatkan hal yang serupa. Rokok merugikan bukan hanya dari sisi kesehatan tetapi juga keuangan/ekonomi keluarga. Pemenuhan gizi anak/bayi terhambat karena ayahnya lebih suka untuk membelanjakan uangnya untuk dibelikan rokok untuk dirinya sendiri daripada susu atau telur untuk anaknya.
Belum lagi rasa saya sayang sama rokok yang sedang diisapnya juga menyebabkan racun masuk ke anak yang sedang digendongnya. Kalo melihat bapak yang begini, saya pikir dia lebih sayang pada rokoknya daripada pada anaknya. Sehingga tak heran banyak anak-anak kecil yang masuk rumah sakit karena pneumonia karena selalunya disuguhinya asap dan bau serta remah remah abu rokok.
Candu rokok juga seringkali menjadi pintu masuk candu yang lain. Narkoba.Data ini sering dinafikkan oleh para pegiat tembakau. Menurut mereka itu kasusistis . Memang betul tetapi hampir selalu pecandu narkoba rata-rata awalnya adalah perokok. Candu nikotin adalah salah satu zat berbahaya yang memang masih legal sampai sekarang. Itulah membuat mereka beralasan bahwa tidak pantas rokok ditempatkan sedemikian rupa. Mereka menganggap bahwa "rezim kesehatan ' lah yang membuat rokok menjadi dimusuhi.
Padahal dari sisi ekonomi rokok juga cukup membebani ekonomi keluarga. Belanja rokok menempati nomor dua dan hanya kalah dari belanja bahan pangan pokok (nasi/padi-padian).
Bisa dihitung bila belanja rokok 12 rb-15 rb per hari untuk sebungkus rokok maka berapakah pengeluaran mingguan, bulanan atau setahun, 5 tahun dan 10 tahun. Ya kalo dihitung beneran mungkin uang rokok itu sdh bisa dibelikan motor atau uang muka rumah atau bahkan untuk naik haji bagi yang muslim.
Belum lagi dari sisi ekonomi kesehatan berapa uang yang dikeluarkan bagi pengidap gagal ginjal, jantung atau stroke sebagai akibat kontribusi dari rokok bersama dengan faktor risiko yang lain.sangat bisa orang yang sakit kronis akan menjadi miskin karena penyakitnya. Belum lagi kecacatan yang ditimbulkannya misalnya karena sisa dari stroke yang ditimbulkannya.
Belum lagi fatwa para ulama (walaupun sebagian ada yang tdk setuju) bahwa merokok itu minimal mubah bahkan ada yang sampai mengharamkan, menguatkan argumen bahwa hasil-hasian itu maknanya bagi saya pribadi.
Bahwa masih menghidupi petani tembakau itu memang betul, tapi toh alih tanam atau pemanfaatan tembakau selain untuk rokok juga sudah banyak dilakukan. Bahkan seorang mantan petani mengatakan bahwa tidaklah mungkin para petani tembakau akan menjadi kaya, karena memang tata niaga tembakau yang cenderung dikendalikan oleh pabrik rokok tidak akan banyak memberi peluang untuk untung bagi para petani. Produksi rokok yang faktanya makin banyak justru memunculkan keheranann karena yang banyak terjadi adalah produksi tembakau dan cengkeh justru stagnan..
Itulah dasar saya memilih berdiri dalam kalangan yang mencoba meyakinkan publik bahwa rokok tidak ada keuntungan yang berarti.
Bila ada pihak-pihak yang memaksakan pemikiran bahwa rokok menjadi warisan budaya yang harus dijaga, menurut saya terlalu berlebihan.
Karena pada arti leksikal dari budaya sendiri, maka rokok menurut saya tidaklah pantas masuk dalam katagori mulia tersebut.
well, saya hanyalah diundang untuk berbicara sesuai pengetahuan dan keyakinan saya. jadi tidak masalah untuk datang dengan niat memberi warna lain....pada diskusi yang sejak awal saya agak kurang sreg dengan tor, tema dan back drop yang masih debatable.
apapun itu, hal tersebut sudah membuat wawasan menjadi kaya. Waaupun jujur, inilah perang pemikiran yang juga menyita emosi saya. Bayangkan jika nanti RUU pertembakauan yang sudah masuk prolegnas dan disyahkan maka di tahun 2020 akan diproduksi rokok sebesar 550-600 Milyar batang maka saat itulah semua kita dipaksa menjadi perokok. Mungkin bayi -bayi baru lahir pun akan menjadi pasar untuk menghabiskan produksi rokok itu. Ironis....!!! Saatnya menentukan sikap : pro TI (tobacco industry atau Tobacco-control.
(tri astuti sugiyatmi, mikir-mikir pasca diskusi)

No comments: