Friday, April 8, 2016

Sebuah Niat


Ramai berita tentang mantan rektor almamaterku yang dijerat korupsi oleh institusi anti korupsi tertinggi di negeri ini membuat kami kaget. Apalagi berita yang lain juga tak kalah mengharu biru menyusul keluarganya juga masuk ICU terkena serangan jantung. Doa kami semoga diberikan ketabahan dan kekuatan untuk semuanya. 
Sebenarnya saya mahasiswa UNAIR angkatan tua (masuk 92 s.d 98) yang tidak terlalu kenal dengan beliau. Namun hidup di asrama Ekanita Unair selama 6 tahun yang satu kompleks dengan tempat tinggal beliau di perumahan dosen Unair di kampus B menjadikan saya cukup familier dengan nama beliaunya. Setiap Minggu saya dan teman-teman hampir pasti melewati sebelah rumah beliau saat ke wartel di koperasi mahasiswa. Apalagi saat itu diasrama juga ada beberapa anak farmasi angkatan 90, 91 dan angkatan bawahnya dimana beberapa kawan baik -yang saya tahu persis – sangat mengagumi beliau karena kesederhanaannya dan kepakarannya. 
Sebagai mantan anak asrama Unair yang gedungnya di sebelah belakang rektorat agak ke kanan bila menghadap jalan, merasa sebagian sejarah hidupnya ada di sana. Pergantian beberapa pejabat di sana sedikit banyak mempengaruhi kehidupan kami di asrama. Memang waktu (awal masuk) itu beliau kalau tdk salah masih di fakultas. Saya tidak ingat apa jabatan beliau, mungkin dekan. Bisa jadi saat kami keluar tahun 98 bisa jadi sudah beralih ke rektorat. 
Memang secara umum beliau tdk terlalu terkait dengan asrama kami. Tapi yang jelas dinamika di asrama menyebabkan kami beberapa kali berhubungan dengan beberapa keluarga besar rektorat. Ya asrama putri dengan 60 mahasiswi saat itu memang beberapa kali mengalami masa sulit dan itulah yang menyebabkan kami “merasa dekat” dengan orang-orang lama apalagi beliau tinggal sekompleks dengan kami. 
Yang jelas, beberapa kali saya ke rumah beliau – karena ada teman yang pernah tinggal disana. Beberapa kali berinteraksi dan berjumpa dengan anggota keluarganya. Sangat sederhana. Ya sebatas itu saya mengenalnya. Tapi bagaimanapun saya sampai sata ini pun masih mengagumi beliau karena ya saya masih yakin dan percaya dengan sikap tulus beliau dan keluarganya, kesederhanaannya serta sikap baiknya.
Saya menyadari bahwa system kita di Negara kita memang sangatlah tidak kondusif. Keburukan system yang ada menyebabkan banyak orang baik yang akhirnya mundur teratur untuk menjadi pengambil kebijakan tertinggi di beberapa level. Saya mengenal beberapa pribadi seperti itu. Padahal disadari untuk memperbaiki sebuah system juga dibutuhkan ‘tangan dingin’ orang –orang baik itu. Tapi situasi yang tidak kondusif akan menyebabkan orang baik akan berpikir ulang untuk ke sana. Sistem yang cenderung korup juga akan menyebabkan orang baik ‘takut’ masuk ke sana (dunia structural). Namun diyakini Orang baik juga pasti akan berhitung dengan kekuatannya bagaimana menghadapi situasi seperti itu termasuk kontaminasi dari sekitar. Dan pada saat orang baik memutuskan iya, tentu saya sangat yakin bahwa keputusan yang diambil secara sadar tersebut sudah dikalkulasi dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Tentu saja hanya dua kemungkinannya, mau mewarnai atau diwarnai. Dan orang baik, saya yakin bahwa keputusannya mau masuk birokrasi adalah adanya keyakinan untuk bisa mendedikasikan sebagian ilmunya melalui jalur yang ini. Tentu saja sudah dengan perhitungan yang sangat matang dengan diiringi niat baik dan lurus. Memang sulit menerka niat seseorang karena yang tahu hanyalah si pemilik niat dan Sang pembolak balik hati si pemilik niat alias Allah swt, Tuhan Sang Penggenggam Hati. Saya yakin semua orang baik pasti akan mengawalinya semua kegiatannya / amanah yang ditunaikannya dengan niat baik. Satu hal bahwa orang yang lurus itu selalu berusaha menjaga niatnya. Dan dalam keyakinan saya, prof F adalah dalam barisan tersebut. 
Saya juga meyakini bahwa ketiadaan orang baik di birokrasi menyebabkan system akan tetap seperti itu. Tidak ada perubahan kearah yang lebih baik. Karena untuk memperbaiki sebuah system bisa jadi tidak bisa hanya dari luar. Orang baik perlu masuk dan turun gelanggang secara langsung. Namun kembali bahwa dalam nature sebuah system nya banyak hal bisa terjadi disana. Saling sikut, saling sikat, saling injak kadang dimanfaatkan sebagian oknum untuk mencapainya. Namun seringkali situasi seperti ini menjadikan keengganan orang baik masuk birokrasi dan pada akhirnya birokrasi menjadi sangat buruk rupanya. Sebuah lingkaran yang akhirnya menjadi sulit ditarik ujung pangkalnya. 
Munculnya beberapa kepala daerah yang sudah terbukti dan amazing di Bantaeng, Surabaya, Bandung pada saat ini menjadikan kepercayaan saya bahwa ditengah hal- hal yang sedemikian rupa masih ada dan bisa orang baik hadir muncul dari level manapun. Ya mutiara tetap akan bersinar sekalipun dari lumpur yang paling kotor munculnya. 
Namun bagaimanapun baiknya seseorang, apabila dicari-cari kesalahan /kekeliruan pasti ada saja. Apalagi orang baik akan selalu positif thinking dengan sekitarnya. Sehingga pada dunia yang makin hedonis ini seringkali kebaikan seseorang dan sikap husnudhan akan disalahartikan oleh oknum lain untuk memperoleh keuntungan baik dalam hal materi ataupun non materi. Dalam hal kasus diatas, saya tidak tahu persis bagaimana konteksnya. 
Yang cukup memprihatinkan adalah bahwa bila sekarang niat menjadi ‘pembeda ‘ perlakuan dari KPK terhadap beberapa targetnya memang bisa menjadi bias hasilnya. Karena tergantung masing-masing penafsirnya terhadap niat si target. Saya percaya bahwa niat baik hanyalah muncul dari orang –orang yang baik saja. Orang-orang baik hanya bisa dinilai dari rekam jejak sebelumnya dari orang orang yang mengenalnya. Dalam kasus diatas saya yakin bahwa niat baik insyaallah pasti ada. Karena track record nya memang menunjukkan demikian. 
Sebuah pertanyaan besar bila si penafsir dari “atas sana” menganggap ada niat jahat maka bagaimana bisa membuktikan sebuah niat menjadi jahat sementara disaat yang sama ada kasus lain di tempat lain dengan dengan dukungan data lebih lengkap (bahkan dari institusi lain /baca: BPK juga menunjukkan penyimpangan) justru dianggap punya niat sebaliknya. Ya terbukti ada perlakuan yang sangat berbeda karena perbedaan menafsirkan sebuah kata yang memang sangat abstrak bentuknya. Dan sekali lagi hanya diketahui kebenarannya oleh si empunya sendiri dan Pemilik hati yang sesungguhnya. 
Ya logika hukum yang tidak masuk akal bagi orang –orang awam seperti kami. Ketidakjelasan hukum seperti ini juga yang secara nyata dan jelas menjadikan orang baik menjadi takut masuk system. Karena beberapa orang yang track recordnya sangat baik dan insyaallah tetap baik justru menjadi pesakitan dengan tuduhan yang kadangkala terasa sangat sumir dan mengada-ada. Harapannya semoga hal-hal ini seperti ini tetap tidak menyurutkan niat dan langkah orang –orang baik dalam arti yang sesungguhnya –bukan sekedar jargon dan pencitraan di depan media- untuk dapat memperbaiki kehidupan kita dimasa yang akan datang. 
Saya yakin dan percaya bahwa hasil judgment di level manusia adalah belum final 100%. Masih ada pengadilan tertinggi allah SWT kelak di hari kemudian. Dan itulah yang pasti. Namun kenyataan bahwa pada hari ini manusia hanya melihat pengadilan di dunia. Bully, caci maki, sinis serta hal sebangsanya langsung diterima kontan saat orang disorot sebagai pesakitan. Bahkan dalam jaman sekarang semua orang bisa langsung berkomentar apapun layaknya juruwarta di wall masing-masing medsosnya tentang banyak kasus yang ada termasuk yang td di atas. Sangat prihatin dengan itu semua. Karena dalam banyak kasus apa yang kita baca dan lihat di media mainstream bisa jadi sangat berbeda dengan kenyataannya. Maka pada saat kita berkomentar hendaknya bijak bukan hanya bersumber pada media mainstream saja. Dan selayaknya doa kita untuk semua yang sedang terkena musibah untuk dapat dikuatkan dan untuk yang sedang berkuasa untuk diingatkan. Semoga juga untuk penegak hukum dari komisi antirasuah juga diberikan kekuatan untuk tidak tebang pilih sesuai tugasnya. Tiada daya dan upaya selain dari Allah swt semata. Wallahualam.

No comments: