Oleh
: Tri Astuti Sugiyatmi
Eksekusi mati terpidana penyalahgunaan narkoba tahap
III baru saja selesai. Ada 4 orang yang
ditembak mati kali ini dan menggenapinya menjadi berjumlah 18 orang
sejak ekseskusi tahap I dilakukan
Januari 2015 lalu dan tahap II pada April 2015. Cerita tentang gembong
narkoba dengan berbagai perilakunya saat
sebelum tertangkap maupun setelah dipenjara masih menghiasi berbagai media.
Ada pernyataan yang sangat menarik dari Freddy Budiman sebagai salah satu yang ditembak mati yang berasal dari Surabaya itu. Saat
diwawancarai secara ekslusif oleh salah satu seorang wartawan Televisi di Nusa
Kambangan -dalam sebuah kesempatan
“menunggu hukuman mati”- menyatakan
bahwa dia tidak ingin anaknya tahu dan terkena narkoba seperti dirinya. Penulis
mengambil kesimpulan bahwa dia juga menyadari
efek jelek dari narkoba yang pada akhirnya membuat Sang Gembong dianggap sampah
masyarakat sebagaimana diakuinya pada wartawan yang mewawancarainya saat itu.
Satu hal yang dapat ditarik pelajaran maka bahwa seburuk apapun kelakuan
seorang Ayah maka dia menginginkan anak- anaknya tetap jauh dari zat berbahaya ini.
Cerita tentang efek jelek narkoba
memang sudah sering kita dengar. Para
penikmat narkoba –karena efek
adiktif/kecanduannya- maka akan berusaha dengan segala cara untuk selalu mendapatkan suplai barang tersebut
untuk masuk ke dalam tubuhnya. Tidak peduli
berapapun harganya di pasaran, maka hal itu jugalah yang akan menyebabkan pemakai
untuk berusaha mendapatkan barang
haram ini. Seringkali pecandu menjadi
dekat dengan perilaku kriminalitas seperti memeras, mencuri bahkan merampok manakala tubuhnya ‘menagih’
barang ini sementara tidak ada
uang yang tersedia untuk membelinya.
Pengedar dan Bandar narkoba
mengambil keuntungan dari kondisi ini. Merujuk pada cerita Freddy
Budiman yang konon disampaikan ke Haris Azhar yang diberi judul “ Cerita Busuk Seorang
Bandit” menjelaskan bahwa bisnis ini memang keuntungannya sangat luar biasa dan
melibatkan banyak pihak yang justru seharusnya menjadi penegak hukum. Untuk
kebenaran cerita tersebut masih didalami oleh pihak berwenang. Tetapi di dalam cerita itu secara implisit bahwa tentu saja pengedar dan Bandar akan
berusaha menggaet target-target
baru para pecandu dari kalangan anak-anak dan pemuda kita. Jika aslinya barangnya seharga 5 ribu rupiah
saja tetapi bisa dijual dan laku sampai 200.000 rupiah. Mereka menjual barang
itu dengan harga yang sangat fantastic mencapai 4000% dari harga sebelumnya.
Bisa jadi awalnya barangnya
diberi harga yang murah dan lama kelamaan akan dinaikkan seiring dengan
ketidakmampuan tubuhnya untuk melawan hasrat mengonsumsinya kembali. Jadi jangan heran kalau para pelaku narkoba
ini juga dekat-dekat dengan hal criminal. Dalam kasus Freddy Budiman maka
dikabarkan bahwa dia sempat mencopet bahkan menjadi “raja
copet “ di Surabaya. Asumsi penulis adalah bahwa mengambil barang milik orang lain adalah
untuk memenuhi kebutuhan uangnya untuk
membeli zat adiktif pada waktu awal “kiprahnya” dalam dunia hitam tersebut. Kebutuhan /dosis yang makin
meningkat pada akhirnya akan menyebabkan
pelaku makin kreatif. Satu-satunya cara adalah menjadi pengedar ataupun
operator. Dengan hal itu maka akan mendapat sekaligus dua keuntungan. Satu
terpenuhinya kebutuhan akan zat adiktif yang makin bertambah serta yang kedua
akan memberi keuntungan finansial yang sangat luar biasa itu.
Setiap yang sudah merasakan
narkoba maka akan sulit untuk lepas dari jeratnya. Jadi siap-siap saja akan
menjadi pesakitan di penjara, menjadi
sakit baik jasmani maupun rohani, hancurnya sendi-sendi keluarga serta akan menjadi “kaya yang
miskin” saat coba-coba mendekati zat dan barang adiktif ini !. Penulis menyebut kaya yang miskin karena
secara kasat mata, keuntungan hasil
menjual narkoba memang sangatlah besar mulai jutaan bahkan Milyaran dan ratusan M untuk sekelas Freddy. Tapi
kenyataannya pada akhirnya akan tetap
miskin karena uangnya biasanya habis untuk setoran ke sana sini saat terkena
kasus hukum maupun “menguap “ begitu saja saat dipakai untuk mabuk-mabukan,
berjudi atau main dengan wanita bayaran.
Fakta Hubungan
Antara Rokok Dan Narkoba
Ada fakta menarik hubungan antara
rokok dan narkoba. Seorang peneliti Dr.
Neneng Sugih Arti dari BERSAMA Indonesia yang mempresentasikan makalah dalam
acara “18th IFNGO ASEAN
Workshop on Prevention of Drugs and Substance Abuse” pada tahun 2008 di Malaysia menyatakan bahwa tak
akan ada pecandu marijuana yang tidak merokok. Hampir dapat dipastikan bahwa pengguna marijuana biasanya adalah
perokok.
Sebuah jurnal yang diterbitkan
dari Los angeles : Drug Abuse Resistance
Education – yang didedikasikan untuk
pendidikan ketahanan dari penyalahgunaan obat-obatan menyatakan bahwa pemakaian tembakau (baca : rokok)
dihubungkan dengan pemakaian alcohol dan
obat terlarang. Dan rata-rata pemakaian tembakau menjadi pemakaian
obat-obatan lebih lanjut, yang meliputi alcohol,
marijuana dan obat-obat terlarang lain
yang lebih keras.
Berbagai bukti yang ada
menjadikan para ahli menjadikan rokok sebagai sebuah gateway drugs yang berarti bahwa zat aditif nikotin yang ada dalam
tembakau yang bila dikonsumsi oleh seseorang maka akan membawa orang tersebut
untuk mengkonsumsi zat adiktif lain yang lebih keras. Sebuah kamus Merriam
Webster merumuskan gateway drug sebagai :
is drug that open the door to use other harder drugs. Diawali dengan
kebiasaan merokok, akhirnya para remaja/orang yang belum /tidak matang pola pikirnya itu juga seringkali jatuh
dalam kebiasaan minum alkohol serta
penyalahgunaan narkoba.
Untuk itulah penulis sebagai orang
tua juga merasa bahwa salah satu cara
untuk mencegah anak tidak terkena narkoba salah satunya adalah dengan
menjauhkannya dari perilaku merokok. Memang dalam kasus Freddy Budiman
tidak terlalu jelas hubungan antara
keduanya. Namun banyak kisah yang menceritakan bahwa Freddy juga seorang pemabuk, maka tesis adanya hubungan antara satu ;
maka karena rokok menjadi salah satu yang mengandung zat
adiktif yang dianggap paling ringan efeknya, yang seringkali menjadi tantangan pertama sebelum kecanduan bahan
adiktitif lain termasuk alkohol dan narkoba.
Cegah di Hulunya
Saat seorang Freddy Budiman
sebagai gembong narkoba besar merasa
harus melindungi anaknya dari berbagai bahaya narkoba -seperti banyak disiarkan
sebagai wasiat terakhir saat hidayah sudah menghampiri- maka
ini akan makin menyadarkan kita sebagai
orangtua biasa-biasa yang semestinya
untuk lebih care dengan hal tersebut.
Tentu saja dengan cara menjauhkan hal-
hal yang mendekati ke arah narkoba,
mulai dari pintu masuknya yaitu perilaku merokok. Ya mencegah anak merokok artinya mencoba meminimalisir dan mengusir factor risiko
kecanduan mulai dari hulunya. Karena menurut hemat penulis dalam kasus ini hulunya adalah merokok dan
hilirnya adalah zat adiktif lain seperti narkoba. Walaupun pada beberapa kasus hanya berhenti pada merokok saja. Tapi dengan
lingkungan yang sangat tidak kondusif., pengedar dan Bandar berkeliaran di
sekitar anak kita maka siapa yang akan bisa menjamin bahwa selesai hanya sampai
urusan menghisap produk tembakau saja.
Orangtua juga seringkali merasa
bahwa upaya menjauhkan anak dari rokok adalah hal yang sederhana, bahkan kadang cenderung
disepelekan. Pada kasus bayi dan balita seringkali sesudah dimandikan
pagi atau sore oleh ibunya, maka akan diajak berjalan-jalan oleh ayahnya dengan
tetap tidak melepas rokok dari genggamannya. Akibatnya anak akan selalu dikasih
asap sebagai perokok pasif dari bapaknya. Belum lagi efek pada terbentuknya mindset anak bahwa itulah kondisi normal yang harus diterima.
Orang tua juga kurang serius dalam memberi pengertian bahaya
merokok dan runutannya kepada narkoba kepada anak yang lebih besar. Hal
yang sering terjadi bahwa orangtua melarang anak untuk merokok sambil dengan tetap asyik memegang rokok di balik
punggungnya. Belum lagi orangtua acapkali menyuruh anak - anak untuk beli rokok di warung/ supermarket
terdekat. Ayah sebagai panutan di dalam
rumah bila masih merokok maka bagaimanapun
bagusnya nasihat Sang Ayah maka Si anak akan cenderung meniru perilaku yang
terlihat saja daripada yang terdengar. Pendeknya keteladanan menjadi hal terpenting dari seorang role model ayah atau ibunya untu
anak-anaknya.
Tentu saja masih banyak cara lain
untuk mencegah anak-anak kita bahaya
zat-zat yang terlarang ini. Sebagai orang tua memfasilitasi untuk mendapat
pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang
bahaya hal-hal terkait rokok, minuman keras dan narkotika serta zat
berbahaya lainnya. Ini tentu saja untuk
mengimbangi iklan dan media promosi
produk tembakau yang sangat menarik di luar sana.
Untuk anak-anak yang sudah kadung
‘berkenalan’ dengan rokok maka ajak dengan baik untuk mau mengakses klinik konseling upaya berhenti merokok dan mendorongnya untuk berhenti merokok. Intinya makin cepat berhenti akan semakin
baik. Karena dengan berhenti maka factor
risiko untuk munculnya berbagai penyakit mengerikan yang cenderung katastrofik
-berbiaya mahal dan memiskinkan - akan makin
menurun. Penulis merasakan cukup
sulit untuk menanamkan dan mempraktikkan
untuk menghindari hal-hal yang berbau ‘kenikmatan
candu” namun fakta yang tergambar
menyebabkan penulis dan kita semua harus
mengambil keputusan bahwa rokok bisa menjadi salahsatu pintu masuk kearah
narkoba. Tulisan ini menjadi pengingat
untuk diri sendiri bahwa ancaman ini
akan terus menerus hadir. Lebih baik mencegah di hulunya daripada membiarkan
terlanjur ke hilirnya yang akan makin sulit penanganannya.
Akhirnya, berhentilah merokok sebelum rokok dan zat
adiktif lainnya akan menghentikanmu dengan berbagai penyakit, kemiskinan serta berbagai
keadaan buruk lainnya.
No comments:
Post a Comment