Wednesday, August 17, 2016

Hindari Rokok sebagai Gateway Drugs (baca:Narkoba) !


                                                      Oleh : Tri Astuti Sugiyatmi
Eksekusi mati  terpidana penyalahgunaan narkoba   tahap III baru saja selesai. Ada 4 orang yang  ditembak mati kali ini dan menggenapinya menjadi berjumlah 18 orang sejak ekseskusi tahap I dilakukan  Januari 2015 lalu dan tahap II pada April 2015. Cerita tentang gembong narkoba dengan berbagai  perilakunya saat sebelum tertangkap maupun setelah dipenjara  masih menghiasi berbagai media.
Ada pernyataan  yang sangat menarik  dari Freddy Budiman sebagai  salah satu yang ditembak mati  yang berasal dari Surabaya itu. Saat diwawancarai secara ekslusif oleh salah satu seorang wartawan Televisi di Nusa Kambangan  -dalam sebuah kesempatan “menunggu hukuman mati”-  menyatakan bahwa dia tidak ingin anaknya tahu dan terkena narkoba seperti dirinya. Penulis mengambil kesimpulan  bahwa dia juga menyadari efek jelek dari narkoba yang pada akhirnya membuat Sang Gembong dianggap sampah masyarakat sebagaimana diakuinya pada wartawan yang mewawancarainya saat itu. Satu hal yang dapat ditarik pelajaran maka bahwa seburuk apapun kelakuan seorang Ayah maka dia menginginkan anak- anaknya tetap jauh dari  zat berbahaya ini.
Cerita tentang efek jelek narkoba memang sudah sering kita dengar.  Para penikmat  narkoba –karena efek adiktif/kecanduannya- maka akan berusaha dengan segala cara untuk  selalu mendapatkan suplai barang tersebut untuk masuk ke dalam tubuhnya. Tidak peduli  berapapun harganya di pasaran, maka hal itu jugalah   yang akan menyebabkan  pemakai  untuk  berusaha mendapatkan barang haram ini. Seringkali pecandu menjadi  dekat dengan perilaku kriminalitas seperti memeras,  mencuri bahkan merampok manakala tubuhnya  ‘menagih’  barang ini sementara tidak ada  uang yang tersedia untuk membelinya.
Pengedar dan Bandar narkoba mengambil  keuntungan  dari kondisi ini. Merujuk pada cerita Freddy Budiman yang konon disampaikan ke Haris Azhar  yang diberi judul “ Cerita Busuk Seorang Bandit” menjelaskan bahwa bisnis ini memang keuntungannya sangat luar biasa dan melibatkan banyak pihak yang justru seharusnya menjadi penegak hukum. Untuk kebenaran cerita tersebut masih didalami oleh pihak berwenang. Tetapi  di dalam cerita itu secara implisit bahwa  tentu saja pengedar dan Bandar akan
berusaha menggaet target-target baru para pecandu dari kalangan anak-anak dan pemuda kita.  Jika aslinya barangnya seharga 5 ribu rupiah saja tetapi bisa dijual dan laku sampai 200.000 rupiah. Mereka menjual barang itu dengan harga yang sangat fantastic mencapai 4000% dari harga sebelumnya.
Bisa jadi awalnya barangnya diberi harga yang murah dan lama kelamaan akan dinaikkan seiring dengan ketidakmampuan tubuhnya untuk melawan hasrat mengonsumsinya kembali.  Jadi jangan heran kalau para pelaku narkoba ini juga dekat-dekat dengan hal criminal. Dalam kasus Freddy Budiman maka dikabarkan bahwa    dia sempat mencopet bahkan menjadi “raja copet “ di Surabaya. Asumsi penulis adalah bahwa  mengambil barang milik orang lain adalah untuk memenuhi kebutuhan  uangnya untuk membeli  zat adiktif pada waktu  awal “kiprahnya” dalam dunia  hitam tersebut. Kebutuhan /dosis yang makin meningkat  pada akhirnya akan menyebabkan pelaku makin kreatif. Satu-satunya cara adalah menjadi pengedar ataupun operator. Dengan hal itu maka akan mendapat sekaligus dua keuntungan. Satu terpenuhinya kebutuhan akan zat adiktif yang makin bertambah serta yang kedua akan memberi keuntungan finansial yang sangat luar biasa itu. 
Setiap yang sudah merasakan narkoba maka akan sulit untuk lepas dari jeratnya. Jadi siap-siap saja akan menjadi  pesakitan di penjara, menjadi sakit baik  jasmani maupun rohani,  hancurnya sendi-sendi keluarga  serta akan menjadi  “kaya yang  miskin” saat  coba-coba mendekati  zat dan barang adiktif ini !.  Penulis menyebut kaya yang miskin karena secara kasat mata,  keuntungan hasil menjual narkoba memang sangatlah besar mulai jutaan bahkan Milyaran  dan ratusan M untuk sekelas Freddy. Tapi kenyataannya pada akhirnya akan  tetap miskin karena uangnya biasanya habis untuk setoran ke sana sini saat terkena kasus hukum maupun “menguap “ begitu saja saat dipakai untuk mabuk-mabukan, berjudi atau main  dengan wanita bayaran.
Fakta Hubungan Antara  Rokok Dan Narkoba
Ada fakta menarik hubungan antara rokok dan narkoba.  Seorang peneliti Dr. Neneng Sugih Arti dari BERSAMA Indonesia yang mempresentasikan makalah dalam acara  “18th IFNGO ASEAN Workshop on Prevention of Drugs and Substance Abuse” pada  tahun 2008 di Malaysia menyatakan bahwa tak akan ada pecandu marijuana yang tidak merokok. Hampir dapat dipastikan  bahwa pengguna marijuana biasanya adalah perokok. 
Sebuah jurnal yang diterbitkan dari Los angeles : Drug Abuse Resistance Education –  yang didedikasikan untuk  pendidikan ketahanan  dari penyalahgunaan obat-obatan menyatakan  bahwa pemakaian tembakau (baca : rokok) dihubungkan dengan pemakaian  alcohol dan obat terlarang.  Dan rata-rata  pemakaian tembakau menjadi pemakaian obat-obatan lebih lanjut, yang meliputi  alcohol, marijuana dan obat-obat  terlarang lain yang lebih keras.
Berbagai bukti yang ada menjadikan para ahli menjadikan rokok sebagai sebuah gateway drugs yang berarti bahwa zat aditif nikotin yang ada dalam tembakau yang bila dikonsumsi oleh seseorang maka akan membawa orang tersebut untuk mengkonsumsi zat adiktif lain yang lebih keras. Sebuah kamus Merriam Webster merumuskan gateway drug sebagai : is drug that open the door to use other harder drugs. Diawali dengan kebiasaan merokok, akhirnya para remaja/orang yang belum /tidak  matang pola pikirnya itu juga seringkali jatuh dalam  kebiasaan minum alkohol serta penyalahgunaan narkoba.
Untuk itulah penulis sebagai orang tua  juga merasa bahwa salah satu cara untuk mencegah anak tidak terkena narkoba salah satunya adalah dengan menjauhkannya dari perilaku merokok. Memang dalam kasus Freddy Budiman tidak  terlalu jelas hubungan antara keduanya. Namun banyak kisah yang menceritakan bahwa Freddy  juga seorang pemabuk, maka  tesis adanya hubungan  antara satu ;
maka karena  rokok menjadi salah satu yang mengandung zat adiktif yang dianggap paling ringan efeknya, yang seringkali menjadi  tantangan pertama sebelum kecanduan bahan adiktitif lain termasuk alkohol dan narkoba.

Cegah di Hulunya
Saat seorang Freddy Budiman sebagai gembong narkoba besar  merasa harus melindungi anaknya dari berbagai bahaya narkoba -seperti banyak disiarkan sebagai wasiat terakhir saat hidayah sudah menghampiri-   maka ini akan makin menyadarkan  kita sebagai orangtua  biasa-biasa yang semestinya untuk lebih care dengan hal tersebut. Tentu saja dengan cara menjauhkan  hal- hal yang mendekati ke  arah narkoba, mulai dari pintu masuknya yaitu perilaku merokok.  Ya mencegah anak merokok artinya mencoba  meminimalisir dan mengusir factor risiko kecanduan mulai dari hulunya. Karena menurut hemat penulis  dalam kasus ini hulunya adalah merokok dan hilirnya adalah zat adiktif lain seperti narkoba.  Walaupun pada beberapa kasus  hanya berhenti pada merokok saja. Tapi dengan lingkungan yang sangat tidak kondusif., pengedar dan Bandar berkeliaran di sekitar anak kita maka siapa yang akan bisa menjamin bahwa selesai hanya sampai urusan  menghisap produk tembakau saja.
Orangtua juga seringkali merasa bahwa upaya menjauhkan anak dari rokok adalah hal yang  sederhana, bahkan kadang cenderung disepelekan.  Pada kasus  bayi dan balita seringkali sesudah dimandikan pagi atau sore oleh ibunya, maka akan diajak berjalan-jalan oleh ayahnya dengan tetap tidak melepas rokok dari genggamannya. Akibatnya anak akan selalu dikasih asap sebagai perokok pasif dari bapaknya. Belum lagi efek  pada terbentuknya mindset anak bahwa itulah kondisi normal yang harus diterima.
Orang tua  juga kurang serius dalam memberi pengertian bahaya merokok dan runutannya kepada narkoba kepada anak yang lebih besar.   Hal yang sering terjadi bahwa orangtua melarang anak untuk merokok sambil  dengan tetap asyik memegang rokok di balik punggungnya. Belum lagi orangtua acapkali menyuruh anak - anak  untuk beli rokok di warung/ supermarket terdekat.  Ayah sebagai panutan di dalam rumah bila masih merokok maka bagaimanapun  bagusnya nasihat Sang Ayah maka  Si anak akan cenderung meniru perilaku yang terlihat saja daripada yang terdengar. Pendeknya keteladanan menjadi  hal terpenting dari seorang role model ayah atau ibunya untu anak-anaknya.
Tentu saja masih banyak cara lain untuk mencegah anak-anak kita  bahaya zat-zat yang terlarang ini. Sebagai orang tua memfasilitasi untuk mendapat pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang  bahaya hal-hal terkait rokok, minuman keras dan narkotika serta zat berbahaya lainnya.  Ini tentu saja untuk mengimbangi  iklan dan media promosi produk tembakau yang sangat menarik di luar sana.
Untuk anak-anak yang sudah kadung ‘berkenalan’ dengan rokok maka ajak dengan baik untuk mau mengakses  klinik konseling  upaya berhenti merokok  dan mendorongnya untuk berhenti merokok.   Intinya makin cepat berhenti akan semakin baik.  Karena dengan berhenti maka factor risiko untuk munculnya berbagai penyakit mengerikan yang cenderung katastrofik -berbiaya mahal dan memiskinkan - akan makin  menurun. Penulis merasakan  cukup sulit untuk  menanamkan dan mempraktikkan untuk menghindari  hal-hal yang berbau ‘kenikmatan candu” namun  fakta yang tergambar menyebabkan penulis dan kita semua  harus mengambil keputusan bahwa rokok bisa menjadi salahsatu pintu masuk kearah narkoba.  Tulisan ini menjadi pengingat untuk diri sendiri  bahwa ancaman ini akan terus menerus hadir. Lebih baik mencegah di hulunya daripada  membiarkan  terlanjur ke hilirnya yang akan makin sulit penanganannya.

Akhirnya,  berhentilah merokok sebelum rokok dan zat adiktif lainnya akan menghentikanmu dengan berbagai penyakit, kemiskinan serta berbagai keadaan buruk lainnya. 

No comments: