Wednesday, August 17, 2016

Inspirasi dari Surabaya


Walaupun lama meninggalkan Surabaya sejak lulus kuliah di Unair tapi aku merasa sampai sekarang masih mengikuti perkembangannya. Saat awal aku hidup di Surabaya tahun 92 an maka saat itu Surabaya walaupun kotanya cukup panas, tapi kondisinya bersih dan hijau. Ya aku sangat menikmati sudut-sudut kota Surabaya yang cukup bersih. Tapi beberapa waktu kemudian (lupa kapan tepatnya) maka Surabaya agak kotor dalam pandanganku. Ya saat itu menurut analisis beberapa orang - yang kuingat- pemimpinnya berganti.
Setelah itu lama aku kurang mengikuti secara intens berita tentang Surabaya. Tahun 2010 kalo nggak salah sempat nginap di Majapahit hotel sebagai salah satu heritage penting di sana bersama organisasi yang bergerak knowledge sector TAF. Tahun 2011 kalo nggak salah bersama dengan teman Unair, UI, Unhas dan UGM kumpul di bawah koordinasi tokoh Unair. Selebihnya Ya sesekali kalo pas pulang ke Jawa Timur ke rumah mertua kadang mampir juga sih. Setelah Tahun 2013 ada acara di kampus C Unair, baru lihat lagi dari dekat Surabaya. Saat itu saya melihat memang perkembangan Surabaya sudah sangat luar biasa. Hijau dan bersih sebagaimana saya pertama kali ke Surabaya . Bedanya sekarang jauh lebih ramai dan lebih meluas keramaiannya. Banyak daerah baru / hunian baru yang dulu belum berkembang saat aku tinggalkan terakhir kalinya di awal tahun 99.
Satu hal yang menarik adalah munculnya nama Bu Risma sebagai walikotanya. Jauh sebelum itu aku sudah mendengar nama beliau sejak beliau masih jadi kepala dinas yang berhubungan dengan kebersihan atau pertamanan dimana prestasi beliau sudah sangat menonjol dalam tata kota. Maka tidak heran bila dalam PrepCom 3 Surabaya UN Habitat III yang baru berlalu maka Surabaya mendapat apresiasi yang sangat bagus dari Joan Clos sekjen PBB untuk Habitat III dan menganggap Surabaya dapat menginspirasi perkembangan perkotaan lain di dunia.
Tampaknya kinerja walikotanya beserta seluruh jajarannya mencapai nilai yang sangat memuaskan. Aku juga melihat bahwa situasi kota yang kondusif akan juga ‘menular’ pada institusi yang ada di dalamnya. Aku lihat Surabaya dengan kondisi kampus-kampusnya yang juga sangat bersih. Tempat- tempat umumnya bahkan masjid-masjidnya. Baru sekali aku melihat masjid masjid yang menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO. Masjid al Akbar sekaligus Islamic center di Surabaya yang pertama aku lihat memasang spanduk penerapan ISO. Luar Biasa. Masjid sebagai tempat ibadah menerapkan sistem manajemen mutu. Dulu aku foto spanduknya tapi lupa naruhnya dimana. Jadi untuk sekedar kebersihan maka itu sudah menjadi kebutuhan. Untuk ‘tesisku bahwa kebersihan secara fisik di sebuah kota juga akan menular pada instansi lain (bahkan yang vertical sekalipun) selain di Surabaya maka aku lihat juga di Bandung tahun 2014 atau 2015 semasa pak Ridwan Kamil ini. Taman, Rumah sakit, pedestrian sangat lah bagus sekali penataannya dan sangat bersih pula.
Yang paling aku kagumi dari sosok bu Risma tekadnya untuk ‘membersihkan’ tempat prostitusi yang kabarnya terbesar di asia tenggara itu. Tentu saja dibekali dengan berbagai ketrampilan sebelumnya. Harapannya maka ibu-ibu, mba –mba penghuni Dolly dan Jarak akan kembali ke perilaku baik-baik sebagaimana asalnya
Bila sekarang kita melihat pemimpin Surabaya menjadi rebutan banyak pihak, - lepas dari isu politik yang sedang berkembang- ya bisa jadi sangat wajar. Warga Jakarta sebagian menginginkan dipimpin beliaunya, sementara di Surabaya banyak yang mempertahankannya. Kita semua belum tahu ending dari semuanya ini apakah Bu Risma tetap di Surabaya ataupun pindah ke Jakarta, tetapi yang jelas bahwa keberhasilan beliau di Surabaya membuat masyarakat Jakarta merindukan untuk dipimpin seseorang yang kapabel namun sangat humble itu.
Sebagai orang diluar kedua kota itu, aku hanya berharap moga-moga happy ending semua. Bisakah ? . Harapanku kalopun pada akhirnya bu Risma tetap di Surabaya maka pemimpin Jakrta berikutnya akan mampu mengambil dan menerapkan nilai-nilai baik bu Risma dengan Surabayanya. Kalopun nanti Bu Risma ke Jakarta maka selain Jakarta akan menjadi ‘ketularan’ Surabaya, maka mestinya di Surabaya juga harus memunculkan pemimpin sekelas bu Risma yang akan melanjutkan apa-apa yang sudah pernah diraih oleh beliaunya.
Namun kalo melihat situasi dan kondisi kota selalu identik dengan pimpinannya seperti perjalanann Surabaya dalam kacamataku di atas, maka satu hal yang selalu membuat galau aku “apakah tidak mungkin atau katakan terlalu sulit untuk mewujudkan cita-cita besar tidak hanya bergantung pada orang per orang (person) tetapi adalah sebuah system yang bekerja”, walaupun tidak dapat dibantah juga bahwa tetap dibutuhkan leadership dari seorang pemimpin.
Memang masih belum tahu berapa waktu yang dibutuhkan untuk sebuuah pembelajaran bahwa sistem yang baik akan menjadi budaya atau sebaliknya juga budaya baik menjadi sistem yang lebih terstruktur. Memang dalam banyak bacaan katanya untuk membangun sebuah karakter dan pembiasaan baik dibutuhkan waktu yang cukup lama. Tidak bisa sebentar. Karena secara natural pengaruh hal-hal yang buruk, ketidakteraturan lebih mudah untuk ‘menular’ dibanding dengan hal-hal baik. Hal-hal baik untuk menjadi sebuah pembiasaan dan kebiasaan memang butuh waktu lama , katanya kadang –kadang butuh peralihan generasi.
Kembali bahwa pembiasaan baik itu memang butuh percepatan dari penerapan sebuah sistem. Dengan sistem yang baik minimal hal-hal yang baik-baik itu bukan hanya bergantung pada 1 atau 2 orang tetapi pada lebih banyak orang dengan rambu-rambu yang lebih jelas. Lebih banyak yang akan saling mengingatkan bila ada melenceng-melencengnya.
Akhirnya kesimpulan sederhanaku sampai pada pemimpin yang hebat akan mampu membuat sistem yang hebat. Sistem yang bila ditinggal sekalipun ataupun disambil masih bisa berjalan dengan berperannya back up-back up di belakangnya yang kemampuannya tidak terlalu jauh beda bila mendapat kesempatan yang sama. Bukan one man show tapi lebih pada kerja tim. Bila satu orang saja yang menjadi tumpuannya maka yakinlah selain akan memunculkan rasa ‘paling’ pintar sendiri, paling hebat sendiri, paling baik sendiri pada diri pemimpin tetapi juga akan memunculkan gap kemampuan yang cukup besar pada orang-orang di belakangnya. Akibatnya bila sipemimpin berpindah maka akan memakan waktu yang cukup lama untuk recovery nya. Kadang justru memunculkan keadaan vakum yang paling berbahaya. Turun jauuuh ke bawah dan sulit untuk bangkit lagi. Entah kapan lagi sampai pemimpin lain akan muncul untuk membangunkannya . Tentu saja butuh waktu yang tidak sebentar.
Menurutku, Sistem memang abstrak. Berpikir tentang sistem lebih abstrak lagi. Tapi kata orang –orang pintar system thinking dibutuhkan untuk menganalisa segala sesuatu menjadi lebih komprehensif. Mulai dari ujung pintu masuk sampai pintu keluar. Mulai dari A sampai Z. Mulai dari urusan sumber daya, pemanfaatannya serta hasil kerjanya. Semua dianalisis. Semua dilihat gap-gapnya. Semua problem dianalissi dan dicari solusinya. Hmm…memang sangat tidak mudah. Tapi seorang leader akan mampu secara pelan tapi pasti untuk menyelesaikannya. Tantangan lain sudah menunggu, tentu saja dengan catatan – catatan tertentu. Kita semua sebagai orang luar hanya mampu mendoakan yang terbaik untuk semuanya. Jakarta dan Surabaya. Wallahualam.

No comments: