Sunday, July 16, 2017

STQ Menjadi Sebuah Oase


Pagi  tadi setelah subuh aku bersepeda mengelilingi tempat sekitar yang biasa aku jelajahi sendiri. Jalan-jalan di sekitar  Islamic centre menjadi pilihanku. Ada 2  gedung di sana yang kabarnya direncanakan sebagai museum Perang Dunia ke -2. Juga museum minyak atau pertambangan.  Ada juga gedung perpustakaan dan gedung pemuda di sampingnya.  Di seberang jalan ada gedung  yang cukup bagus juga. Gedung Pengadilan Agama.
Jika semalam saat pembukaan STQ (Seleksi Tilawatil Quran)  XXIV  di Islamic Center di Kota Tarakan,    maka jalan-jalan ini dipenuhi mobil dan pengunjung  yang sangat banyak. Ribuan massa ikut menghadiri dan memeriahkan acara  itu. Aku pun hanya bisa masuk di pelataran masjid yang masih cukup jauh dari  panggung.  Maka pagi ni aku bebas keluar masuk arena yang memang masih kosong....he...he.  Hanya ketemu dan berbincang dengan Bapak pemulung yang aku kenal  serta dengan beberapa petugas keamanan.
Sambil mengingat syair lagu...yang dulu aku cukup hafal, Tapi sekarang aku ingat-ingat lupa, aku mengelilingi arena ini
Gema musabaqah tilawatil Quran....
Pancaran ilahi.....
Cinta pada Allah, nabi dan negara..........
Wajib bagi kita....
Limpah ruah  bumi Indonesia...........
Adil makmur sentosa .......
Baldatun Tayyibatun warrabun ghafur...........
Pasti terlaksana...

Musabaqah tilawatil Quran agung ......
Wahyu Kalam Tuhan ......
Pancasila sakti dasar Indonesia.......
Pujaan bangsaku.......
Gemah Ripah tanah air kita......
Aman damai sentosa.........
Baldatun tayyibatun  warrabun ghafur......
Cita-cita kita....

Betapa lagu ini sangat menentramkan, walaupun tadi malam aku tidak mendengarnya di setel di arena.  Mungkin karena aku datang lambat dan pulang cepat  maka wajar saja  tidak mendengar. Atau jangan-jangan sudah ganti lagunya. Karena  ini pelaksanaan yang ke sekian kalinya pastinya pastinya juga sudah banyak perkembangan.

Kembali ke lagu bahwa ternyata ada”sesuatu’ di sana.  Nilai –nilai dan cita cita bangsa ini.  aku tidak terlalu paham bahasa arab. Tapi dariyang aku baca maka arti dari Baldatun  Tayyibatun wa rrabun Ghafur adalah sebuah negeri yang  subur, makmur,  adil dan aman. Disebutkan juga bahwa semua kan proporsional.  Yang punya hak akan mendapatkannya dan yang berkewajiban akan melaksanakannya. Yang berbuat baik akan mendpat anugrah sebesar kebaikannya. Tidak ada kezaliman....

Itu semua adalah sebuah cita-cita luhur.
Namun sampai sekarang samai dimanakah perjalanan  bangsa ini ? Apakah makin mendekat dengan cita-cita itu atau kah justru makin menjauh ?

Jika sekarang  rakyat hidupnya makin sulit, ekonomi menurun, Tarif Dasar Listrik naik mencekik,  harga-harga  kebutuhan makin meninggi maka kita diharapkan untuk semakin hemat dan kreatif. Hemat dalam memakai air, listrik dan semua suber daya yang ada....
Kreatif menciptakan peluang-peluang sendiri yang dapat  mendatangkan  rupiah yang  ternyata disadari makin lama makin melemah......

Aku melihat sendiri betapa  teman-teman dekatku, tetanggaku dan keluargaku sendiri bahwa mereka sudah sangat  irit, mengetatkan ikat pinggang. Tapi ternyata bahwa memang tetap ada kebutuhan minimal bagi orang yang masih diberi hidup. Bukan hanya primer saja sebatas papan, pangan dan sandang  tapi juga kebutuhan pendidikan,  kesehatan  bahkan listrik  yang juga bisa menjadi kebutuhan penting lainnya setelah kebutuhan primer terpenuhi.  Jika di sekitarku -alhamdulillah kebutuhan-kebutuhan tadi  masih relatif tercukupi maka ternyata   melebar ke tempat lain dan di banyak berita masih banyak orang fakir  miskin  dan anak-anak  terlantar yang masih butuh peran negara  dan pemerintah untuk memperbaikinya.  Tantangan terbesar bagi  siapapun yang  memimpin  kota, wilayah dan negara sekalipun.

Bisa jadi memang  pembangunan infrastruktur  ( pembangunan jalan, gedungdll) memang menjadi salah satu  hal untuk menjawab tantangan itu. Tetapi keseimbangan dalam membangun sesuatu antara yang terlihat (tangible) seperti infrastruktur dan yang tidak terlihat  intagible (integritas, moral, agama, derajat  kesehatan  dan pendidikan dll)  menurutku sih menjadi  sesuatu yang niscaya.

Lagu  mars MTQ tadi  sudah  menyuratkan dan sekaligus menyiratkannya.  Tilawatil Quran  atau membaca Quran  menjadi kegiatan baik  yang harus dilestarikan  (seperti pean Menag)  bahkan lebih jauh dari pada itu. Maka  negara gemah ripah loh jinawi atau masyarakat madani menjadi sesuatu yang  akan dapat – minimal- semakin mendekat lah. Harapannya sih begitu...

Namun di luar sana banyak sekali perkembangan yang  kelihatannya justru sebaliknya. Minimal bagi sebagian  pihak. Bahwa umat  Islam dibenturkan dengan sesamanya, ada  cap  dan stigma yang dibangun bahwa Islam adalah teroris, radikal dan anti kebinekaan, ada  hukum yang pilih kasih pada pihak tertentu.  Ada pernyataan yang kontraproduktif  bagi umat Islam aeperti  terhadap rohis (kerohanian Islam) sebagai  persemaian bibit-bibit radikalisme dan ada pernyataan bahwa para ulama adalah para peramal masa depan (akhirat) yang tidak pernah  di lihatnya dan dikunjunginya. Ada banyak sekali opini yang dibangun-entah oleh siapa- yang menyudutkan dan membuat luka bagi umat.  


Astaghfirullah....   




Mencermati  keadaan  dan perkembangan sosial keagamaan yang ada di level lebih luas, maka  STQ   dan atau MTQ ( aku pun tidak paham beda seleksi dan musabaqah)  semoga bukan yang terakhir  buat STQ-seperti isu yang berhembus. 
STQ  mempunyai nilai-nilai positif yang sangat banyak, khususnya dalam bidang   implementasi  dan membumikan alquran. Tentu saja  juga dalam peningkatan partisispasi umat dan memperkokoh persatuan  dan persaudaraan umat.  Apalagi peserta  datang dari 33 provinsi lainnya.  Bahkan  event  pelaksanaan STQ  aku yakini  mampu menggerakkan  perekonomian rakyat  yang punya efek domino di tengah lesunya ekonomi makro secara nasional. 

Menurutku, STQ atau MTQ sekarang   ibarat  sebuah  oase di tengah  padang pasir yang maha luas.   Semoga dengan pelaksanaannya keberkahan menaungi kita semua sebagai sebuah bangsa. 

Aku jadi ingat Sabtu kemarin  (15/7/2017)  hujan  gerimis turun terus mulai Subuh. Lanjut pagi –siang dan sore nya.  Beberapa saat menjelang Isya-saat STQ mau dibuka- maka hujan pun berhenti total.  Semoga ini pertanda baik. Bahwa setelah  kesulitan ada kemudahan. Bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.  Optimis saja. Bahwa setelah pintu  yangtertutup maka ada jalan. Bahwa  selalu ada jawaban pada setiap masalah. Bahwa ada hal-hal pembelajaran pada setiap hal.

Ya Rabb...penguasa segalanya di jagat raya ini.
Entah bagaimana nasib dan jalan yang akan ditempuh bangsa ini.
Kami hanya bisa mengharapkan  bangsa ini akan  menjadi semakin baik dan  semakin kokoh.

Wallahu a’lam

    

No comments: