Friday, November 10, 2017

Rokok Elektrik, Ancaman Baru Terhadap Kawasan Tanpa Rokok (KTR)


Oleh : Tri Astuti Sugiyatmi*

Video sejumlah anak laki-laki berseragam merah putih lengkap dengan dasinya yang sedang menghisap vape menjadi viral di media. Video berdurasi 1,5 menit itu bahkan bisa menangkap badge yang menunjukkan asal sekolahnya yaitu sebuah SD di sebuah Kabupaten di Jawa Timur. Dengan berbagai tingkah bak perokok “asli” mereka bergaya dengan memain-mainkan sejenis kabut putih yang dikeluarkan baik lewat hidung maupun mulutnya di depan kamera perekam. Ada sebuah kebanggaan di wajah mereka saat mereka berhasil menyedot alat berisi cairan tertentu dan mengeluarkannya menjadi serupa asap rokok ke sekitarnya.
Vape atau vapor sebutan lain bagi rokok elektrik (e-cigarette) memang sedang naik daun. Banyak kalangan merasa bahwa memakai vape sebagai pengganti rokok biasa adalah lebih aman, lebih ‘sehat’ serta memiliki gengsi tersendiri. Memang Vape dianggap sebagai inovasi dari rokok konvensional. Rokok elektrik ini tidak membakar tembakau seperti rokok konvensional tetapi rokok ini membakar cairan yang ada di dalamnya dengan menggunakan tenaga dari baterai. Sehingga alat ini dapat untuk mengantarkan nicotine- sebagaimana pada rokok konvensional- secara elektronik sehingga sering disebut sebagai ENDS (Elecronic Nicotine Delivery Systems). Uapnya dapat masuk ke paru-paru pemakai dan akhirnya akan dikeluarkan lewat hidung ataupun mulut.
Sejak kemunculannya pertama pada tahun 2003 di Cina, sampai sekarang rokok elektrik sudah mengalami beberapa perkembangan. Proses penge-charge –an baterainya, pengisian ulang cartridge nya dengan berbagai rasa serta penambahan cairan ke dalam alatnya menjadikan rokok elektrik menjadi salah satu produk yang paling cepat perubahannya. Kemunculan toko yang khusus menjual alat ini seperti vape shop atau vape lounge di berbagai kota menjadikan produk ini menjadi terkesan ekslusif. Beberapa toko on line juga mengkhususkan diri menjadi penyedia barang yang sebenarnya masih sangat kontroversi ini.
Lebih Sehat ?
Bagi sebagian orang kemunculan rokok elektrik sampai dianggap sebagai hal yang biasa saja. Hanya sebatas trend gaya hidup saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Apalagi ada label “HEALTH” di dalam kemasannya. Namun bagi sebagian yang lain kemunculan rokok ini tetap saja mengkhawatirkan karena berbagai alasan.
Bagi mereka yang pro, label “health” itu muncul dan menjadi daya tarik tersendiri untuk mencobanya. Apalagi ada iming-iming juga bisa sebagai lat untuk berhenti merokok. Namun bagi yang kontra rokok elektrik menganggap bahwa label “health” itu justru akan mengecoh karena ternyata tidaklah aman dan sehat seperti gembar-gembornya dalam berbagai promosinya.
Memang uap air rokok elektrik memiliki partikel yang jauh lebih kecil daripada asap dan dianggap tidak mengandung CO (karbon monoksida). Namun rokok elektrik tetap mengandung bahan karsinogen dan radikal oksidatif seperti pada rokok konvensional lainnya. Uap yang dhasilkan juga tetap menjadi hazards (bahaya) bagi berbagai keluhan saluran napas mulai dari iritasi yaitu tenggorokan yang terasa perih hingga adanya potensi kanker paru dalam jangka panjang.
Badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) pada September 2008 telah menyatakan untuk tidak mendukung rokok elektronik dikonsumsi sebagai alat untuk berhenti merokok. Dapat dimaklumi karena cara berhenti merokok pun sangat memungkinkan walaupun tanpa bantuan alat ini. Seperti kita ketahui bahwa keberhasilan untuk berhenti merokok adalah adanya tekad dan semangat yang kuat untuk melepaskan diri dari racun tembakau.
Pada tahun 2009 penelitian FDA (Food Drug Administration) atau badan pengawas obat dan makanan Amerika justru menemukan bahwa rokok elektrik mengandung tobacco specific nitrosamines (TSA) yang bersifat toksik dan diethylene glycol (DEG) yang dikenal sebagai karsinogen (penyebab kanker). Sehingga dengan dasar ini wajar sekali jika rokok elektrik tidak bisa dikatakan aman. Bahkan di banyak negara seperti Australia, Kanada dan Finlandia menyikapi rokok elektrik ini sebagai barang yang illegal. Sementara di beberapa negara lain peredarannya juga harus dibatasi dan tetap dalam pengawasan yang cukup ketat.
Untuk kandungan nikotinnya dalam rokok elektrik memang lebih rendah daripada rokok konvensional lainnya. Namun demikian diyakini bahwa tidak ada istilah aman bagi sebuah zat yang sudah terbukti dapat menyebabkan ketergantungan itu, sebagaimana bahan karsinogenik diatas.
Pada Mei 2010, WHO juga kembali membahas mengenai peraturan terkait keselamatan ENDS dan menyatakan bahwa produk itu masih belum melalui pengujian yang cukup untuk menentukan apakah aman dikonsumsi ataukah sebaliknya.
Khusus di negara kita maka pada tahun 2010 itu berdasarkan pertimbangan WHO itulah maka BPOM juga tidak merekomendasikan ijin edar dari alternative rokok tersebut disamping juga menghimbau masyarakat untuk tidak mengkonsumsinya.
Sementara itu perkembangan terbaru terkait vapor ini pada akhir-akhir ini bahwa kementrian perdagangan sudah berkoordinasi dengan Kementrian kesehatan akan menerbitkan aturan terkait dengan pembatasan peredaran produk ini.
Gateway Drugs
Satu hal yang cukup menarik bahwa FDA pada tahun 2014 menyatakan bahwa rokok elektrik bisa jadi menjadi produk perantara bagi para remaja untuk mencoba produk temabakau lainnya termasuk rokok konvensional yang diketahui menyebabkan penyakit dan risiko kematian dini akibat berbagai penyakit kronik yang ditimbulkannya.
Peralihan dari rokok elektrik ke rokok konvensional bisa jadi akan menjadi keniscayaan. Ujungnya ini semua akan menjadi pintu masuk bagi obat-obatan (gateway drugs). Apalagi generasi terbaru dari rokok elektrik memang memungkinkan cairannya diisi dengan zat lain. Artinya pemakai rokok elektrik pada awalnya kemudian akanberpotensi beralih ke rokok konvensional dan akhirnya berpotensi juga menjadi pengguna obat terlarang. Walaupun bisa jadi ada variasi lain dari rokok elektrik langsung ke obat terlarang.
Di beberapa Negara di Eropa ditengarai bahwa cairan vape dapat diisi dengan narkoba juga. Bukan hanya kokain tetapi juga jens obat berbahaya lainnya. Hal ini juga dikuatkan dengan artikel yang dimuat dalam sebuah jurnal di Inggris yaitu New England Journal of Medicine pada tahun 2014.
Ancaman Baru KTR
Mengingat berbagai kerugian yang ada di dalamnnya maka sudah sepantasnya kita juga memperlakukan rokok elektrik seperti perlakukan pada rokok konvensional. Maka saat ada pembatasan ruang untuk merokok (baca: konvensional) dalam sebuah kawasan KTR (Kawasan Tanpa Rokok) maka sudah sepatutnya juga bahwa rokok elektrik juga terkena pembatasan itu.
Walaupun tanpa tembakau tapi rokok elektrik juga mempunyai efek buruk yang serupa dengan rokok tembakau. Memang ini pasti akan menjadi sebuah perdebatan. Tapi membiarkan orang dewasa dengan bebasnya menyedot rokok elektrik dan melepaskan uap-uapnya di kawasan pendidikan, kesehatan, tempat bermain anak-anak, kawasan ibadah sebagai kawasan tanpa rokok adalah sangatlah tidak elok. Apalagi bila hal itu dilakukan oleh tokoh-tokoh atau orang yang ditokohkan maka akibatnya bisa ditebak. Anak-anak akan dengan mudah meniru role model yang ada. Dan video viral seperti diatas akan lebih sering beredar dan tunggu saja efek bom waktu di belakang hari. Maka, Pilih mana ? (Radar Tarakan, 8/11/2017)

No comments: