Wednesday, January 29, 2020

Petugas Medis juga Manusia...


"Kok pak / bu dokter juga batuk sih..?" Begitu berkali-kali komentar dari pasien saat teman memeriksa pasiennya dalam kesempatan visite di bangsal pagi itu.
Dari balik maskernya, si dokter menjawab dengan gaya bercanda..."dokter juga...manusia"... yang dibalas dengan senyum maklum dari pasien.
Dalam kenyataannya : dokter yang bertugas mengobati atau menjadi perantara sebuah kesembuhan maka seringkali juga didera rasa sakit. Bahkan dalam beberapa kasus yang pernah kudengar dokter ahli ginjal terkena sakit ginjal. Begitupun dengan dokter ahli kencing manis juga ada yang terkena sakit yang sama dengan keahliannya....
Dalam hal ini aku memaknainya sebagai sebuah pelajaran bahwa dokter tetap manusia biasa yang punya latar belakang genetik tertentu yang diturunkan dari orangtuanya. Dalam kasus penyakit degeneratif seperti yang terkait dengan kasus tersebut adalah juga karena punya pola hidup tertentu. Memang apa manifestasi penyakit yang muncul merupakan perpaduan dari bakat atau genetik yang didukung dengan pola hidup dalam lingkungan tertentu. Jadi sudah campuran antara bawaan dan bentukan.
Khususnya dalam hal penyakit menular seperti flu- fluan yang mudah mewabah maka petuģas medis menjadi orang terdepan yang sangat berisiko, khususnya bila model penularan sudah human to human.
Dalam hal penyakit menular, yang paling berperan adalah daya tahan tubuh si petugas. Pada 2 orang yang berbeda, walaupun sama-sama terpapar tapi bisa jadi reaksinya berbeda. Satu menjadi sakit, misalnya dalam bentuk meriang, berkeringat dingin, pucat, lemas sementara yang satunya masih tetap seperti biasa. Masker menjadi salah satu barrier fisik supaya percikan "droplets" tidak langsung bisa masuk saluran pernapasan kita.
Bila dalam kasus wabah yang meluas seperti 2019-nCoV maka berita tentang upaya seorang pasien yang sangat panik dan menarik masker petugas ( dalam bahasa kita : supaya sama2 sakit dan menderita) menjadi sangat memprihatinkan.
Tanpa itupun, sebenarnya seorang dokter dan petugas medis/paramedis sudah sangat berisiko. Menghadapi sejumlah pasien dengan kondisi demikian juga menyebabkan peluang mereka akan menjadi "terduga" / suspek penyakit yang sama akan semakin besar. Walaupun bisa jadi sudah sudah memakai alat pelindung diri saat bertugas. Masker, baju astronot, kacamata google....
Berita meninggalnya seorang petugas medis garis depan -walaupun menyadarinya sebagai sebuah risiko pekerjaan- namun tetaplah mengagetkan.
Dalam sebuah film yang menceritakan tentang Ebola - yang sampai sekarang masih menjadi salah satu kewaspadaan global- diceritakan bahwa dokter yang menangani pasien pertama yang dirujuk segera setelah turun dari pesawat juga pada akhirnya meninggal karena gejala yang sama dengan pasiennya. Setelah wajahnya terkena semprotan muntahan pasien.
Sulit membayangkan jika sebuah wabah semakin meluas dan petugas medis akan habis karena berguguran satu persatu... mengerikan sekali. Siapa nanti yang akan merawat para korbannya? ( jangan sampai ya...na'udzubillah). Kenapa habis? Karena dalam sejarah nabi pun dilarang memasuki daerah yang sedang wabah. Artinya bantuan petugas untuk masuk daerah wabah juga akan sangat sulit.
Dulu pernah ikut simulasi penanganan flu burung di Tarakan serta penanganan ebola di Bali. Sebenarnya kewaspadaan dini lebih tepatnya. Jika saat simulasi terasa seperti main drama ( ...kan simulasi judulnya) terasa kok kayak mengada-ada tapi belajar dalam kasus nCOv di Wuihan ini ternyata memang nyata adanya.
Jika wabah meluas-- akan dikarantina-- perlu penyiapan logistik yang sangat banyak( masker, obat, perlatan medis, makaann dll) --- jika logistik menipis maka akan saling berebut ( di wuihan, penduduk berebut bahan makanan di supermarket dan saling berkelahi)-- kerawanan sosial juga akan muncul.
Dalam simulasi digambarkan semua pihak punya peranan masing2. Melihat asal virus dari LN maka pintu masuk negara baik pelabuhan atau bandara juga dijaga ketat oleh petugas pintu masuk dengan bantuan thermal scanner. Jika saat melewati entry point belum menunjukkan tanda2 ... dan pada akhirnya tanda2 muncul setelah masuk ke suatu wilayah maka petugas surveilans di wilayah itulah yang akan " mencari".
Jika sejak turun pesawat atau kapal sudah ketahuan maka ada armada ambulans khusus dengan petugas terlatih yang akan menjemput dan mengirimnya ke kamar isolasi. Di sanalah dokter dan paramedis akan merawatnya...
Mata rantai penanganan yang sangat kompleks ini juga melibatkan keamanan petugas penyuluh, dinas yang berkaitan dengan logistik ( sosial), juga media dan seluruh jajaran kesehatan di semua level.
Yang paling penting dari semuanya adalah koordinasi....walaupun dalam kenyataannya menjadi hal tersulit untuk dikerjakan.
Tentu saja daerah2 dengan pelabuhan dan penerbangan internasional langsung dari daerah terjangkit harus lebih waspada...
-----‐--☆☆☆☆☆☆●●●●●●●♡♡♡♡♡♡♡
Kembali ke pak dan bu dokter serta seluruh petugas paramedis, hormat kami semua pada Anda semua yang sudah mendedikasikan diri pada kemanusiaan.
Sangat sedih bila ada banyak kata yang pada intinya melecehkan dari beberapa pihak terhadap profesi ini beserta seluruh risiko di dalamnya...
Memang dokter sebatas manusia yang hanya bisa berusaha...tetaplah Allah swt yang punya kuasa....wallahualam bishawab

No comments: