Saturday, February 1, 2020

Belajarnya Ibu dan Anak


Saat beberapa waktu lalu yang viral kasus FS di UK maka aku terkesiap mendengarnya. Bukan hanya karena kasusnya yang menjadi predator sesamanya saja yang membuat kaget tetapi juga karena adanya ulasan bahwa dalam umur yang tidak lagi muda maka FS masih menggantungkan sepenuhnya secara finansial pada orang tuanya. Dia hanya 'bertugas' memakai dan memakai sumber keuangan keluarganya untuk semua kebutuhan hidupnya saja.
Dalam beberapa hari ini juga beredar di beranda medsos tentang seseorang anak muda lulusan S2 yang kabarnya malas melakukan sesuatu ( baca : kerja) pun karena menganggap percuma toh setelah penghasilan dikurangi pengeluaran ini itu maka sisanya tinggal sekian aja. Sementara dulu ayahnya selalu mengatakan bahwa dia bekerja untuk anak dan istrinya. Sehingga dia berpikir jika Ayahnya meninggal maka hartanya akan jatuh pada ibunya dan dia sebagai anak tunggal dengan porsi yang sama. Dia sudah merasa senang dengan kondisi saat ini yang relatif stabil dan nyaman. Dia berpikir saat ayahnya kelak meninggal juga akan sama. Bahwa bermalas malasan seperti saat ini adalah pilihan terbaik dari hidupnya.
Dua kisah nyata itu sangat mengganggu. Satu kisah yang tersebar saat sesuatu yang berada di sekitar FS - pelaku kejahatan super - menjadi cukup menarik dan satu lagi kisah yang dibagikan seorang psikolog konsultan anak dan remaja.
Aku melihat ada kesamaan bahwa keduanya anak laki- laki yang dibesarkan dalam kondisi orangtua yang sudah sangat mapan. Kondisi yang aku rasa juga terjadi bagi sebagian besar anak -anak kita saat ini.
Aku juga merasa bahwa pola serba instan saat ini dalam segala lini kehidupan menyebabkan sikap-sikap ini lebih mudah muncul. Tidak melalui proses memasak yang rumit dan lama namun tiba2 muncul "mak bedunduk" datang semua makanan yng diinginkan. Tentu saja semuanya jika ada uangnya untuk memesan ... g*food atau g***bfood.... . Itu baru salah satu contoh. Pendeknya bahwa banyak urusan sekarang bisa diselesaikan dengan gerakan jari pada smartphone atau laptop dari belakang meja saja.
Tentu saja era disrupsi yang ditandai dengan mudahnya kolaborasi antara beberapa pihak yang ujung- ujungnya memanjakan pelanggan tidak bisa disalahkan. Era disrupsi memang memudahkan banyak hal. Tentu saja the behind of the scene bagaimana sebuah aplikasi yang memudahkan tercipta, juga bukan sesuatu yang gampang . Aplikasi itu ada karena sudah menjadi resultan atau katakan "rangkuman" dari berbagai ilmu. Komputer, teknologi informasi, serta ilmu dasar dari tujuan aplikasi itu hadir. Dan untuk menggabungkan itu semua menjadi satu produk adalah buah kerja keras seseorang tim.
Jadi saat konsumen memakainya sebagai salah satu sarana yang memudahkan maka sebenarnya adalah hasil dari proses yang tidak mudah bagi kreator atau inovatornya. . Jadi bila ada konsumen " manja" yang memakai setiap produk karena malas tetap ada harga yang harus dibayar. Ujungnya adalah uang lagi.
Dalam hal ini aku mau ngomong bahwa bila salah memaknai, maka uang-lah yang seolah menjadi kunci bagi semua urusan. Dalam kadar tertentu bisa jadi benar tapi bila tidak berhati-hati maka justru itu akan membuat kekeliruan sikap yang menetap... na'udzubillah...
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
Pagi ini saat mengantar si kecil terlihat 2 anak perempuan yang berhijab yang menurut penilaianku masih adalam usia sekolah membawa atau lebih tepatnya memikul tongkat ( semacam tongkat pramuka) yang berisi berbagai kerupuk atau semacam penganan ringan yang sudah dibungkus dalam plastik transparan.
Sejauh ini aku belum pernah berbincang dengan mereka2 itu. Tapi aku menebak bahwa mereka itu sedang belajar banyak hal.
1. Kewirausahaan... bahwa mencari rejeki halal membutuhkan kreatifitas tertentu dan bukan hanya meminta-minta
2. Ketangguhan mental...bahwa pasti banyak cerita dibaliknya itu sangat aku yakini. Bahwa secara mental mereka adalah luar biasa menghadapi tatapan banyak orang yang memendam tanya dan kekepoan seperti aku saat ini...he..
3. Ketangguhan fisik....sejauh ini aku nggak tahu persis lokasi tempat tinggal mereka. Tapi melihat saat pagi sekali mereka muncul dari arah sebuah jembatan yang melintasi tol Surabaya Malang yang mengarah ke Karah maka aku berasumsi setidaknya mereka berjalan kaki lebih dari 1 kilometer.
, jarak yang sekarang dianggap jauh sekali bagi pengguna moda kaki sendiri... untuk betpindah dari 1 tempat ke tempat lain.
Pasti ada banyak hikmah lain di balik " penugasan" anak2 tanggung oleh orang dewasa di sekitarnya. Aku menganggap bahwa ini penugasan karena yang berjalan adalah 2 anak sebaya atau seumuran. Hampir nggak mungkin kalau itu datang dari sebuah keluarga.
Pagi ini aku mencoba berbincang dengan anakku tentang hal ini juga kegalauanku tentang 2 kasus viral di atas. Diskusi singkat ini sampai pada sebuah kesimpulan yang membuatku agak lega. Bahwa walaupun dibesarkan dalam era disrupsi yang sama, juga bisa jadi dalam kondisi "nyaman" walau dalam level berbeda... namun sebuah pemaknaan dari sebuah spirit menurutku menjadikannya berbeda. "Kenyamanan yang cenderung melenakan" membuatku berpikir keras bagaimana menggali apa yang ada di balik kepala anak2. Mengajaknya berbincang dan sedikit berpikir tentang apa tanggapannya terhadap itu semua.
Aku menganggap bahwa bisa jadi "kesulitan" secara artifisial dalam arti terukur memang menjadi jawaban bagi sikap manjanya anak2 jaman sekarang. Berjualan kerupuk dengan berjalan kaki aku anggap sebuah cara untuk mendewasakan anak2. Dan semuanya dimulai dari sebuah persepsi dan orientasi tentang hidup dan kehidupan. Hal ini menjadi penting karena hal ini jugalah yang akan membangun karakter serta perilaku2 ikutan lainnya.
Bahwa sumber terbesar semangat adalah mengimani bahwa hidup sekarang adalah bukan semata hanya milik "aku" semata. Ada hal besar di luar diriku sendiri yang bisa menjadi penentu semuanya. Datangnya bencana atau makhluk renik tak kasat mata seperti virus misalnya bisa menyebabkan sesuatu dari ada menjadi tiada ( kematian, hilangnya harta benda dalam sekejap). ⁹Atau dari tiada menjadi ada ( kemiskinan, kesedihan , penyakit dll)
Ada banyak persepsi bahwa semua hal yang berkaitan dengan tubuh ini bisa kita kendalikan tanpa campur tangan yang lain. Padahal tentu saja ini keliru. Bahkan detak jantung sendiri saja kita tidak kuasa untuk mengatur dalam arti sesungguhnya, begitu juga banyak hal dalam tubuh yang diluar kuasa kita.
Yang menjadi kuasa kita adalah saat kita memilih antara ke kanan atau ke kiri. Memilih perbuatan A atau B. Baik atau buruk dengan semua gradasinya
Banyak kemudahan hidup justru kadang kadang berbalik menjadi " racun" bagi jiwa kerdil. Aku hanya bisa berdoa semoga kami ditetapkan dalam kebenaran dan kebaikan dalam menyikapi segala sesuatunya.
Tentu saja juga upaya sebagai orangtua yang sedang belajar mendidik anak2 nya. Mencoba belajar parenting dari seminar, buku, tayangan, cerita serta berguru langsung pada seseibu atau sesebapak yang sudah " sukses" mengantar putra putrinya...
Tanggapannya cukup melegakan. Pendeknya jalan yang dilalui pagi ini membuat semua tak bisa tereksplor dengan sempurna. Tapi sikapnya yang dengan rela tanpa diminta dengan menawarkan bantuan fisik tadi malam untuk ikut "nyupir" alias nyuci piring, atau membantu membuangkan sampah ke depan rumah membuatku sedikit lega.
Juga saat pagi ini ketika buka pintu buru2 mau antar les dan ada tikus mati di teras... aku hanya sempat menaruhnya ke kresek yang aku buang ke tempat sampah. Si kakak menyempurnakannya dengan menyemprot dengan air sekaligus mengepelnya tanpa aku suruh saat aku datang dari antar adik.
Mencoba mensyukuri dan mengapresiasi apapun kebaikan yang anak lakukan, apapun itu. Semoga juga menjadi bekal berguna untuk esok hari saatnya tiba. Alhamdulillah.... dan bismillah...
Terimakasih juga untuk doa2 dari semua. Semoga kita dan anak semua dimampukan untuk berbuat terbaik dan terus belajar ...aamiin yra.

No comments: