Sunday, February 9, 2020

Bersih dan Budaya Bersih

Bersih dan Budaya Bersih
Saya perhatikan dari jauh, seorang petugas kebersihan di rumah sakit ini mengambil sampah bahkan dengan tangannya dengan sangat telaten. Sampah yang ada di sela2 besi atau yang ada di got. Sehingga memang aliran air di got itu juga bersih dari sampah.
Bagi sebagian orang sampah itu tidak terlalu mengganggu. Karena bisa jadi hanya plastik kecil, juga potongan kertas atau tissu kecil yang tertinggal saat pengunjung tidak sengaja meninggalkannya di selasar yang pada akhirnya jatuh ke dalam got.
Sebaliknya, pada kesempatan lain di pojokan sebuah tempat parkir sebuah institusi kesehatan, botol air mineral, kaleng, plastik, bungkus rokok dan puntung rokok serta tisue berserak dan bercampur jadi satu...
Bila dalam kesempatan lain terlihat posisi dan komposisi sampah masih tetap artinya sètelah melewati hari pun belum tersentuh sapu dan pembersihan.
Parkirannya memang termasuk bagian terluar dari RS ( di dalam pagar RS tetapi yang terdekat dengan jalan raya)...jadi akan terkesan kotornya parkir agak kurang jadi perhatian dari tim cleaning service...tentu saja pada ujungnya di bawah manajemen juga.
Ya selama ini kebersihan dan pemberaihan suatu ruangan dan lingkungan kebanyakan hanya dibebankan pada petugas cleaning service saja atau tim dari sebuah perusahaan out sourcing terkait kebesihan. Mereka ditugasi bagaimana caranya supaya lingkungan tetap bersih. Namun pada kenyataannya di beberapa tempat itu seringkali masih ditemukan pojokan khususnya di parkiran atau lingkungan luar tidak bisa maksimal.
Yang bersih kebanyakan hanya di indoor saja. Sementara bagian luar masih terlihat kotor dan kumuh. Padahal wajah pertama yang dilihat pengunjung adalah parkiran dan halamannya.
Kadang - kadang yang sering aku temui petugas kebersihan outdoor hanya fokus pada nyapu rontokan daun dari pohon saja tapi justru sampah non organik seperti plastik, kaleng, bungkus rokok dan kertas jenis lain malah dibiarkan...
Dalam hal ini menurutku yang terpenting adalah supervisi dari atasannya supaya sampah non organik tidak berserakan. dengan alasan tidak mudah terurai.
Cara lain yang sangat membantu tapi jarang dilakukan adalah dengan mempromosikan budaya bersih.
Budaya beraih akan menjamin kontribuai pihak lain selain tim ayng bertugas. Bisa dari pihak internal yaitu pegawainya serta dari pihak luar alias pengunjung. Atau orang dalm bukan tapi pengunjung juga bukan yaitu biasanya dari para driver. Saat mereka menunggu biasanya akan tercipta kotoran yang cukup banyak baik dari bungkus makanan, minuman maupun rokok.
Jadi menurut kepala sekolah SMA Al Hikmah ustadz M.Faiz bahwa kondisi bersih berbeda dengan budaya bersih. Kondisi bersih tercipta hanya dari pihak tim cleaning service. Ya ibaratnya tim kebersihan akan menyapu 3 kali sehari. Maka dapat dipastikan akan terlihat bersih.
Tapi bila satu dan lain hal cleaning service tidak bekerja maka otomatis dengan sangat cepat akan turun tingkat keberaihannya. Ya kebersihan adalah sesuatu yang sangat temporer. Kecuali bila sudah menjadi budaya.
Mengutip ustadz Faiz, untuk menumbuhkan budaya bersih memang bukan hal mudah. Tapi dulu saat kita kecil ada istilah piket kelas. Jadwal piket ditempellan besar - besar di dinding kelas. Dalam 1 hari bisa ada 4 atau 5 anak yang piket. Mereka membagi diri ada yang nyapu, sulak -sulak meja kursi guru, menghapus papan tula, memgambil kapur dan membuang sampah ke TPS.
Sekarang paling hanya membuat himbauan untuk meningkatkan keterlibatan pengunjung khususnya untuk sama menjaga kebersihan. Ya bisa melalui spanduk, flyer, poster atau papan pengumuman. Bisa juga dengan mengingatkan secara berkala dengan suara, dll.
Budaya memang perlu didesain dan dibangun. Memang butuh waktu dan tidak instan. Tidak semudah membangun atau memindah bangunan fisik. Yang harus jelas adalah content budaya seperti apa yang mau dibangun.
Pada saat budaya bersih sudah ada, apakah cleaning service tetap dibutuhkan ?
Menurutku sih tetap dibutuhkan.Namun akan menjadi lebih punya waktu untuk melihat pojokan parkir atau di
Got- got misalnya ( yang selama ini hampir selalu menjadi nilai minus sebuah institusi, khususnya kesehatan)

No comments: