Monday, February 17, 2020

Silaturrahim Off Line


"Tok..tok..." terdengar suara pintu depan di ketok sore itu...
Aku bergegas keluar, walaupun agak heran. Tidak ada janjian dengan tukang galon, air mineral ataupun aplikasi pesan makanan atau pengantaran barang...
Aku bukakan pintu..." Ibu ini dari pak ******* untuk ibu sekeluarga. Mohon berkenan untuk menerimanya ". ...begitu sang utusan - seorang pria tegap- menyampaikan pesan.
"Maaf pak... beliau sudah tidak di sini tapi sudah pindah ke 'xxx. Aku menyebut sebuah alamat. Aku menyampaikan bahwa si Bapak - yang dulu sempat menyewa di rumah ini - sudah pindah.
"Lho nggak ibu , ini justru dari Bapak untuk keluarga ibu di rumah" begitu katanya sambil menyorongkan sebuah kotak besar yang dibungkus kertas kado.
"Maaf pak sering sekali ada yang keliru ke sini pak". Aku mengingat setidaknya ada belasan orang yng datang ke sini mau mengantar barang untuk si Bapak. " Mungkin Bapak keliru"... saya masih bilang begitu.
"Ini beneran bu, dari beliau. Saya tidak keliru" kembali pak tegap ini bilang.
"Oh ya ada acara apa nggih beliau nya ? ...aku masih nanya - nanya lagi.
" Nggak ada acara apa- apa ibu. Dulu kan Bapak pernah di sini nggih bu ?"
" Oh nggih bila memang demikian saya terima ya Pak. Oh ya kalau boleh saya minta nomornya Panjenengan nggih. Nanti bila ibu- untuk istri Bapak- berkenan kapan-kapan saya mau silaturrahim ke sana"
Akhirnya aku terima kotak besar itu. Ternyata di depan nya ada ketikan besar yang bunyinya : "mohon berkenan untuk menerimanya", dengan nama si Bapak tersebut di bawah terprint cukup besar...
" Terima kasih banyak ya Pak. Mohon untuk disampaikan"
Alhamdulillah...Ya rejeki mungkin...begitu batinku... dan sambil mengingat kembali kalau Si Bapak dan keluarga sempat tinggal di rumah ini selama 2 tahunan. Cuma memang belum pernah aku berhubungan dengan Beliau dan keluarganya. Ya sebagai seorang yang punya wewenang dan tanggung jawab besar di kota ini dan sekarang sudah pindah menjadi pucuk pimpinan di kota lain menjadikan kami jarang sekali bertemu. Mungkin suami pernah sekali saja bertemu dengan si Bapak. Sementara aku belum pernah sama sekali. Hanya lihat sesekali dari layar TV atau koran.
Paling dalam beberapa kali lebaran saling berkirim ucapan selamat. Selebihnya tidak pernah.
Oh ya pernah saat baru pertama kali pindah ke sini, putra beliau yang masih kecil SD suka main- main di depan rumah dan pernah kangen dengan rumah ini. Anaknya pemberani " Tante tinggal disini ya sekarang" ?
"Iya. Adek dimana rumahnya?" Itu disana... sambil menunjuk rumahnya... Akhirnya aku baru tahu bahwa si Bapak akhirnya tetap tinggal di kompleks sini...
Tapi kesibukan maaing- masing menyebabkan aku lupa pada semua itu. Pada sore hari beberapa waktu yang lalu itulah seolah aku diingatkan untuk selalu bersilaturrahim...Terimakasih pak, semoga selalu sehat dan berkah rejekinya. Aamiin yra.
Silaturrahim memang berarti mengikat tali kasih sayang. Kita juga sering menyebutnya silaturahmi. Menurutku walaupun secara leksikal agak sedikit berbeda artinya tapi intinya bahwa keduanya berfungsi memelihara pertemanan atau persaudaraan bahkan kekeluargaan.
Pada kasus di atas aku menganggap bahwa Beliau si Bapak - sebagai penyewa rumah - ini akan menyambung lagi tali persaudaraan dengan Kami sebagai pemilik rumah.
Dalam dunia modern silturrahim banyak terbantu dengan teknologi. Adanya ponsel pintar, laptop menjadi sarana silaturrahim yang sangat efektif. Keluarga atau teman yang tinggal beda rumah, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi atau bahkan antar negara atau antar benua dengan mudah saling menyapa melalui sosial media.
Aplikasi facebook, telegram, WA, line, mesenger , dan masih banyak lagi yang lain menjadikan kita seolah tak berjarak lagi.
Seiring dengan hal itu silaturrahim off line makin jarang dikerjakan. Urusan" ngendong" atau bertamu semakin jarang terdengar. Padahal menurut pak ustadz silaaturrahim bisa memperpanjang umur ( bisa jadi bukan umur biologis saja tapi juga umur kemanfaatan) dan menambah rejeki.
Semestinya dari arti secara leksikal maka Silaturrahim harusnya hanya bermakna positif.
Semakin kita sering bertemu maka seharusnya makin membuat kita saling memahami satu dengan yang lain. Sehingga bila ada satu hal yang tidak menyenangkan antara keduanya tetap mengedepankan pikiran positif dan prasangka baik ( husnudzan).
Namun pada kenyataannya hubungan antara makhluk yang tidak didasari karena allah swt semata seringkali justru sering menimbulkan pertengkaran dan pertikaian yang tidak perlu.
Betapa banyak hubungan yang pada akhirnya putus dan berbuntut : " padu " ( istilah Jawa berbantah - bantahan bahkan saling menyerang), juga pada akhirnya pelaporan hukum. Biasanya pada hubungan yang sifatnya transaksional yang wanpretasi. Akhirnya pecah kongsi, saling menjelekkan, bahkan saling mematikan.
Na'udhubillah...
Pada akhirnya silaturrahim harus didasari niat tulus, saling mendoakan dan bila memungkinkan saling berbagi.
Aku ingat sekali pernah salah seorang saudara bilang bila jauh bau wangi dan sebaliknya kalo terlalu dekat maka bisa jadi bau terasi atau bau bauan apalah yang merujuk pada sesuatu yang tidak enak.
Ya artinya tetap harus ada batas antara 1 pihak dengan pihak lain. Saat terlalu dekat bila "kecenthok" bisa lebih bahaya efeknya daripada yang normal...
Alih-alih mau menjaga silaturrahim maka bisa jadi menjadi sebuah antipati saat ada masalah.
Saat silaturrahim on line makin mudah, bisa jadi kasus pertengkaran individu dan pelaporan seseorang akibat salah ucap, salah tingkah laku, salah tulis, salah meme dan.lain - lain malah semakin meningkat.
Jadi kesimpualannya menututku adalah silaturrahim fisik secara off line atau langsung tetap sangat diperlukan bahkan kadang harus diusahakan.
Walaupun memang dalam hal ini tidak harus membuat sebuah terowongan silaturrahim secara fisik. Cukup "terowongan hati" lah yang menjadi jembatannya.

No comments: