Monday, March 2, 2020

Botak bagi Koruptor


Peristiwa digundulinya dan dipakaikannya baju orange untuk 3 orang pembina pramuka sekaligus guru di Sleman menyusul susur sungai yang menimbulkan korban meninggal, bagiku memang memprihatinkan.
Tentu bukan berarti aku tidak bersimpati dengan para korban dan keluarganya. Menurutku, disini tetap ada unsur kelalaian karena tidak mengelola berbagai risiko yang muncul saat sebuah tindakan akan dieksekusi. Dalam ini kita hanya bisa mengambil hikmah yang sudah terjadi bahwa risk management ternyata penting adanya. Bagi apapun tindakan dan kegiatan yang akan atau sedang berjalan.
Namun kelalaian yang diyakini tidak diharapkan ini sebenarnya tidak pernah diniatkan. Artinya sebuah kesalahan yang terjadi karena ketidaksengajaan.
Upaya untuk mengamankan pihak yang dianggap bertanggungjawab pada kegiatan ekstra kurikuler pramuka itu sudah berjalan, namun menjadi terlihat berlebihan saat "dipertontonkan di depan kamera" bahwa para bapak guru itu digelandang dengan baju orange dan keadaan kepala bersih dari rambut alias botak.
Ya, keprihatinan dari organisasi para guru dan banyak pihak lain sejatinya adalah pada tidak berimbangnya perlakuan saja. Memang belakangan sudah dikonfirmasi bahwa itu permintaan para guru itu, supaya tidak dikenali wajahnya. Tapi tetap saja bagi sebagian kalangan bahwa tindakan menggunduli dan memakaikan seragam orange seolah menyamakan dengan tindakan kriminal begal motor misalnya... sebagaimana salah satu judul di media tentang hal itu.
Ya begal motor itu sungguh pantas bila diperlakukan demikian. Meresahkan dan sudah merencanakan kejahatannya. Namun bagi profesi mulia seorang guru dengan kesalahan yang tidak diniatkan ( unintentional error) diperlakukan sama. Bahkan koruptor dengan kesalahan yang lebih besar dan merugikan jutaan rakyat malah dengan gagahnya tetap melambaikan tangan pada deretan juru warta dengn rambut yang masih sangat rapi... alias tidak dibotakin....
Setahuku perlakuan pembotakan beberapa kali aku lihat ditujukan bagi "pelanggaran berat" pada anak- anak yang tinggal di asrama dengan peraturan ketat. Pelanggaran berat itu dalam arti sudah berkali-kali ditegur secara halus namun masih kurang mempan. Biasanya hukuman bagi pelanggaran awal anak - anak sebenarnya sangat bagus dan mendidik misalnya membersihkan halaman, kamar mandi dll. Namun bila hukuman itu tidak mempan, maka pilihannya hanya satu : menggundulinya....
Pembotakan menjadi tindakan terakhir saat pelanggaran lebih berat terjadi...dan siapaun akan paham bila ada anak dengan gaya rambut botak biasanya karena alasan itu. Entah apalagi hukumannya saat sudah botak kok masih melanggar dengan kategori berat lagi.
Jadi bila sekelas unintentional error pada pembina pramuka tadi sudah selayaknya tidak perlu diperlakukan. Ini menjadi wajar jika diberikan pada pelaku kriminal lain yang memang sengaja untuk merugikan pihak lain atau melukai pihak lain.
Bila para begal motor dikerjakan biasanya oleh orang bodoh lagi malas bekerja. Jadi dalam pikirannya akan melakukan perampasan, bila perlu melukai korban sampai berdarah - darah bahkan mati dengan target mengambil motor korban.
Sementara para koruptor biasanya dilakukan oleh orang yang minimal punya kedudukan dan peluang. Ya anggaplah orang pintar. Untuk melakukan upaya tersebut bisa jadi memang sudah diniatkan sejak anggaran dirancang, disusun, dikawal sampai pengetokan anggaran.
Saat kegiatan A dirancang dan muncul anggaran A maka bisa jadi sudah dihitung berapa mark up, berapa yang akan dibagi ke sana sini, berapa yang intinya akan menguntungkan kantong sendiri saja.
Jadi walaupun peristiwanya cenderung senyap dan korban tidak terlihat berdarah apalagi meninggal tetapi sesungguhnya korbannya lebih banyak dan masif.
Bila yang dikorupsi anggaran di tingkat daerah maka korbannya adalah semua rakyat di daerah itu. Demikian pula bila anggarannya dj tingkat yang lebih tinggi lagi yaitu provinsi atau negara maka korbannya sesungguhnya sebanyak rakyat yang ada.
Namun perlakuan pembotakan pada mereka para pelaku extra ordinary crime ini tidak pernah kulihat. Bahkan para koruptor diperlakukan secara khusus. A
Jika hukuman bagi para koruptor selama ini juga tidak punya efek menjerakan ( terbukti berita skandalnya muncul terus seperti jiwasraya, Asabri, HM dan banyak lagi yang lain), menurutku bisa jadi pembotakan menjadi salah satu solusinya saat dilakukan konferensi pers atau gelar perkara mereka. Karena saat itulah kamera TV akan menyorot mereka.
Aku hanya merasa perlakuan buat para guru itu " njomplang" banget dengan perlakuan terhadap para "tikus-tikus" berdasi itu yang seringkali justru digelarkan karpet merah itu.
Dan ini harus diakhiri.
Setuju ? #eh

(tri astuti Sugiyatmi)

No comments: