Thursday, March 19, 2020

Membunuh Waktu, Saat Social Distancing


Menunggu memang rata-rata sangat membosankan. Apapun itu. Waktu terasa berjalan sangat lambat. Waktu seolah menjadi hal yang relatif di sini. Sebaliknya, saat senang, waktu menjadi sangat cepat dan tidak terasa.
Dalam banyak kesempatan kita menunggu, misalnya di bandara, di pelabuhan dan di terminal saat menunggu jadwal keberangkatan. Menjadi tidak terasa saat kita ada teman. Sambil mengobrol dan bercerita atau bahkan diskusi. Tahu- tahu panggilan boarding berbunyi. Pernah sangking asyiknya ngobrol serta sangat bising, mau ketinggalan pesawat. Padahal sambil mantengin jadwal boarding di TV. Ternyata memang tidak tepat tulisan yang ada di layar. Di samping tadi karena asyik ngobrol...
Menunggu saat sendirian kadang memang membuat bete. HP sudah diotak atik. Dibukain semua. Ternyata seringkali membuat bosan juga. Disanping mata juga lelah. Bosan akhirnya kadang ngantuk. Bila akhirnya tertidur, cukup bahaya juga. Pernah teman ketinggalan pesawat gara gara tertidur di ruang tunggu depan gate nya. Tidak ada yang membangunkan. Akhirnya harus beli tiket baru.
Bagi para kutu buku maka buku bisa jadi salah satu alternatif. Mungkin di tempat kita agak kurang familiar. Beda memang sama di beberapa negara maju. Eh bukannya negara kita sudah berpindah menjadi negara maju juga ya...(?)
Kadang bagi para work aholic maka biasanya tidak ketinggalan laptop. Jujur kalo aku kadang bawa bukan karena hal itu tapi karena untuk " obat penenang" saja. Tapi memang menunggu berjam- jam kadang tidak terlalu terasa saat ada yang diulik dan dikerjakan. Bedanya dengan hp karena laptop lebih luas layarnya. Mungkin juga dulu aku paling nggak bisa nulis di hp. Ini cerita saat menunggu anak- anak di gazebo SMP Luqman al Hakim. Menunggu saat mereka ada waktu sejenak buat istirahat. Biasanya peralihan di antara waktu shalat / menunggu adzan.
Menunggu yang paling membosankan biasanya saat dalam antrian untuk ngurus sesuatu. Pernah ngurus sesuatu tapi antrian nggak jelas. Bergerombol dan tidak ada nomornya. Tidak ada sistem yang jelas. Akhirnya berdesakan dan terjepit. Rasanya pusing karena bisa jadi berebut oksigen dan bercampur aduk antara berbagai aroma.
Dalam banyak hal maka menunggu berarti membunuh waktu. Jadi membunuh waktu untuk mengusir kebosanan harus ada tipsnya. Biar bisa menunggu dengan menyenangkan. Diharapkan kalau bisa malah tetap produktif.
Dalam masa wabah corona ini, maka sudah disarankan oleh para ahli bahwa social distancing menjadi salah satu cara memutus rantai penularan.
Menjaga jarak secara sosial dengan orang lain berarti sementara waktu tidak bisa berinteraksi secara terlalu.dekat dengan orang lain. Maka kebiasaan ngobrol dekat- dekat sambil ketawa -ketawa diharapkan tidak dilakukan. Karena seperti banyak dibahas bahwa penularan COVID -19 yang melalui droplet akan menjadi lebih besar saat kita berinteraksi dalam jarak yang kurang dari 1, 8 meter. Ada yang bilang cukup 1 meter.
Dalam hal ini maka social distancing dilakukan selama sekitar 14 hari.
Bagi yang pernah berkontak dengan kasus konfirmasi maka self quarantine juga menjadi pilihan. Saat RS penuh bahkan Alat pelindung diri petugas medis juga sangat kurang maka self quarantine dengan benar menjadi satu pilihan, bahkan pada kasus positif corona sekalipun. Tentu saja saat kondisi tubuh masih cukup baik. Sudah beberapa orang yang memilih ini.
Akhirnya memang permasalahan bukan lagi sekedar menjaga higiene sanitasi secara pribadi, memakai masker bagi si sakit dan yang sehat yang menungguinya. Tapi problem membunuh waktu juga perlu di sampaikan. Supaya tetap bertahan bagi yang sedang social distancing. Maupun yang sedang menunggu pemeriksaan lab corona.
Dalam masa menunggu itu, banyak hal yang biaa dikerjakan. Bagi anak- anak sudah banyak pembelajaran online gratis maupun berbayar yang beredar. Walaupun demikian tadi aku dengar anakku : "nggak enak pembelajaran on.line, nggak bisa ngobrol". Lagi- lagi ngobrol. Memang mungkin ini juga salah satu fitrah manusia ya sebagai makhluk sosial. Apalagi wanita yang butuh menyalurkan 20.000 katanya dalam setiap harinya.
Memang mungkin ada fitur untuk chatting. Tapi tetap beda antara bahasa tulis dan lisan. Tapi apapun kebosanan nya maka jaga jarak tetap wajib diikuti karena memang itu yang terbukti secara efektif mencegah kurva pasien naik tajam yang pada akhirnya akan melumpuhkan sistem pelayanan kesehatan khususnya RS.
Aku sangat terhenyak saat teman dokter di RS besar dan tergabung dalam WAG yang sama bilang " kami butuh bantuan APD, karena dokter dan paramedis sudah banyak yang jadi korban".
Saat kitapun sama kekurangan APD yang sederhana yaitu masker 3 lapis, maka aku bilang : " sementara kita hanya bisa bantu doa saja"
Respon teman dokter tadi : "minta tolong bisa ikut menyuarakan social distancing ya". "Insyaallah bu" aku jawab di group.
"I will try...aku membatin.
Betapa sangat dilematisnya tenaga medis saat ini. Tentu akan lebih tenang bekerja bila APD minimal tetap ada dan tersedia, walaupun tetap saja was was. Karena sudah banyak buktinya bahwa dokter adalah manusia biasa yang bisa terkena corona. Sudah beberapa korban jiwa dari kalangan medis dan paramedis.
Maka jika kita tidak patuh anjuran itu hanya gara- gara bosan dalam membunuh waktu maka tolong ingat- ingat bahwa dokter bekerja keras untuk kita semua dan kita dengan nyamannya diberi kesempatan di rumah demi mereka.
Ayo cari cara supaya kita bisa membunuh waktu dengan positif. Bagi emak - emak maka menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dengan lebih santai, melakukan hobi yang biasanya susah cari waktunya : berkebun, masak-masak, atau apapun.
Bagi bapak atau emak pekerja bisa menyelesaikan pekerjaan dari rumah ( Work from home). Ya memang harus ada kuota juga sih. Aku punya teman yang saat tidak ada wabah corona pun sudah sering kerja dari rumah. Yang bisa ditiru bahwa dia dengan disiplin sudah di depan laptop saat jam kerja dimulai alias 07.30 tet. Wah hebat ya. Dalam kondisi tidak terlalu terawasi secara langsung oleh pimpinan, dia bisa tetap serius dan patuh pada rule yang sudah disepakati... wow...
Bagi anak- anak sampai mahasiawa, tetap membuat tugas, assigment dan soal- soal ujian yang ada. Tentu saja via on line.
Memang tetap dibutuhkan selingan lain yang positif selain kegiatan uatamanya itu. Banyak juga beredar buku online, film- film yang recommended dan aman untuk ditonton anak- anak. Jangan lupa tetap ngaji secara mandiri juga.
Atau apapun yang bisa dikerjakan secara soliter. Sebelum terlambat, ayo kita bisa saling bantu ...

No comments: