Wednesday, April 29, 2020

Stres Corona


Dalam hari -hari ini pandemi sudah mempengaruhi semua lini kehidupan. Mulai kesehatan, pariwisata, olahraga sampai dengan ekonomi perdagangan. Mulai urusan pribadi sampai organisasi. Mulai ranah rumah tangga sampai dengan negara bahkan planet bumi sekalipun.
Corona mampu mengubah banyak hal. Mulai mindset, kebiasaan serta perilaku manusia. Selain mempengaruhi jasmani, maka diperkirakan mempengaruhi rohani atau mental.
Khusus yang terakhir karena ketakutan yang berlebihan serta banyaknya kehilangan dalam arti yang sebenarnya. Kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai menyebabkan beratnya beban hidup akibat Corona.
Dengan menurunnya kehidupan ekonomi dunia maka gelombang PHK menanti artinya hilangnya pekerjaan sebagai sumber kehidupan di satu sisi. Akibatnya banyak sekali pengangguran dadakan. Dengan minimnya pendapatan namun kebutuhan ataupun pengeluaran juga makin meningkat maka ujungnya adalah kemiskinan dan kelaparan mencapai puncaknya.
Akibat ikutannya adalah banyak sekali kejahatan karena dorongan rasa lapar itu. Ada banyak pencurian, penjambretan dan tipu menipu yang dipicu oleh corona.
Dari hal tersebut maka Corona diyakini telah sukses menjadi stressor atau pemicu terjadinya stres pada semua orang dan kalangan. Stres di sini bisa bermakna lebih luas. Yaitu stres fisik dan stres 'non fisik'.
Stres fisik jelas pada pasien yang terdampak. Gambaran gejala penyakitnya sudah banyak diunggah dalam berbagai video testimoni dari para penderitanya. Namun bukan hanya pada pasien bahkan juga pada kelurga maupun tim yang merawat juga mengalaminya. Dalam hal ini termasuk perawat dan dokter. Saat ini
semakin banyak tenaga yang bertumbangan maupun diisolasi maka jadwal jaga makin sering. Betapa kita bayangkan bahwa ini adalah stres fisik yang luar biasa. Apalagi bila sudah berbaju hazmat, berapa jam menahan semua keperluan hidupnya sejenak seperti makan, minum, perasaan kepengin ke belakang.
Maka stres fisik pada akhirnya juga menyebabkan stres non fisik. Dan juga diyakini sebaliknya bahwa stres perasaan bisa beralih menjadi keluhan badan alias psikosomatis.
Dalam hal stres non fisik maka Corona akan membuat perasaan sedih. Bukan hanya pada korbannya tapi juga pada masyarakat secara luas.
Sebuah teori dalam kedokteran jiwa sebuah tekanan baru yaitu corona menyebabkan sebuah kesedihan terbagi dalam fase - fase tertentu di dalamnya. Mulai penyangkalan (denial), perasaan marah, depressi , mencoba menerima (bargain), pada akhirnya menerima dan yang paling tinggi jika sudah ada komitmen. Memang perkembangan setiap orang berada di tahap mana bisa jadi berbeda.
Saat mendengar berbagai berita buruk seperti kesakitan dan kematian dari orang yang kita kenal bahkan keluarga ataupun saat mendengar nguing- nguing suara ambulans menyebabkan perasaan kurang nyaman. Apalagi ditambah stres karena beban ekonomi menjadi meningkat.
Sebagai sebuah sttessor maka corona perlu dihadapi dengan sebuah sikap. Dalam menyikapinya maka ada 2 hal yang sering terjadi. Karena sebenarnya stress bisa bermakna 2 hal. Menyebabkan reaksi yang positif dan negatif. Reaksi negatif bisa ditebak mengarah ke yang lebih parah yaitu kesehatan mental. Bila bermakna positif maka bisa lebih mendorong kreatifitas dan tertantang dengan hal-hal yang "menghalanginya" alias berbagai keterbatasan yang ada seperti lockdown dan karantina.
Dalam situasi seperti ini bagaimana kita harus bertahan ?.
.
Memang pada saat stressor mengarah ke negatif maka yang diyakini bisa menjadi penghalang efek yang mengarah ke yang lebih buruk adalah bahwa menyadari bahwa inilah ketentuan Allah swt Sang pencipta. Bahwa pastilah ada maksud dibalik semuanya.
Dengan berdamai dengan keadaan maka kita akan lebih "pasrah". Dalam kondisi nothing to lose maka akan lebih ringan semuanya.
Memang tetap- lah berat, tapi dalam hal seperti ini keyakinan akan pertolongan Allah menjadi penting supaya kita tidak kehilangan harapan.
Aku merasa bahwa datangnya Ramadhan saat Corona menjadikan hal ini momentum yang sangat spesial. Sebuah journey yang awalnya mendebarkan namun menerbitkan harapan baru.
Bagiku doa- doa menjadi penguat karena sesungguhnya kita lemah dan butuh sebuah sandaran. Doa menerbitkan pengharapan akan ada kemudahan setelah kesulitan. Doa menerbitkan pengharapan akan kebaikan dalam kehidupan. Bukan hanya saat ini tapi juga kehidupan setelah kematian.
Corona dalam ramadhan semoga pada akhirnya bisa menggeser stres negatif menjadi stres positif sebagaimana para pemenang. Ventilator Salman, Robot Raisa nya Unair-ITS serta inovasi baru dalam berbagai hal sudah mengajarkannya.
Masih sangat terbuka peluang menjadi inventor, inovator, motivator bahkan doktor. Asal bukan koruptor dan provokator ya.
Insyaallah...

No comments: