Monday, May 18, 2020

Berita Duka

Pagi ini dapat kabar berita, adik kost dulu saat SMA di Narwati's sweet home,-kami menyebutnya begitu - meninggal dunia.
Ini adik kost ku yang pembawaannya ceria dan sangat positif. Dhe Asih di SMA 2 Purwokerto. Tadi dapat kabar dari kakak beliau yang japri. Sorenya juga dapat dari temannya 1 kamar dhe Titing.
Kami dulu memang jadi satu di gang Mutiara. Gang dimana banyak anak kost anak SMA 1 dan SMA 2. Jadi ingat suka masak nasi atau lontong bersama di kost.
Satu hal yang sangat berkesan suatu ketika pas di jogja 10 tahun lalu. Dhe Asih telpon bahwa dia meminta tolong aku untuk menengokkan kenalannya atau saudaranya yang kost di RSUP dr Sarjito yang sedang kemoterapi di sana. Aku ketemu di kost - kost an ibu yang ternyata terkena kanker nasopharyng. Suaranya sudah sangat lemah, kondisinya lemah dan sangat kurus. Beberapa aku ke sana terus terang karena pesan dhe Asih dari Bandung.
Singkat cerita lama tidak kontak apalagi setelah pulang kembali ke Tarakan. Suatu ketika pas sedang di mobil saat di Jakarta ada telpon masuk yang kode negaranya beda. Bukan +62. Setelah putus nyambung karena signal akhirnya dapat tersambung. Ternyata masya Allah, qadarullah suara mba yang dulu kena kanker nasopharyng. Beliau menceritakan sekarang ada Negeri jiran. Dia harus bekerja untuk membayar biaya yang sudah dikeluarkan saat sakit dulu. Seorang yang sangat gigih. Seorang survivor kanker yang luar biasa. Salah satu ceritanya yang aku ingat adalah 13 dari 15. Saat masuk 15 orang yang sama kemoterapi di Sardjito, dan 13 sudah meninggal saat 2014 ( kalo nggak salah) - saat telpon aku. Yang sisa hanya beliau berdua sama 1 orang teman di solo. Aku mengingat detail saat itu 30 Mei - satu hari jelang hari tembakau sedunia - karena itu aku tulis di blog ku. Aku mengenalnya semua karena dhe Asih.
Hari ini aku chat panjang lebar dengan kakak dan teman satu kost lain. Betapa dhe Asih memang menginspirasi. Aku jadi ingat cerita dia menolong kerabatnya yang di Sardjito. Dia memastikan kondisi kerabatnya lewat aku- orang luar yang sebagai "pemantau independen".
Biasanya kalau dari orangnya atau pasiennya secara langsung takutnya kurang terbuka atau ada yang ditutup tutupi karena hanya lewat telpon. Ini memang bukan tahap mendiagnosa lagi. Bila tahap mendiagnosa tentu gambaran informasi dari pasien dengan anamnesa itu yang paling akurat untuk menggambarkan keluhan.
Hari ini aku juga mendapat kabar gembira bahwa Dhe Asih sangat siap dengan keadaan sakitnya. Minta dihadiahi al Quran surat Ar Rahman prrmintaan dalam kondisi sakitnya- saat chat dengan teman sekamarnya. Masya allah. Ini mengingatkan kepada aku dan semua temannya bahwa dalam surat ini untuk tidak mendustakan semua nikmat yang sudah Allah berikan. Fabi ayyi ala irobbikuma tukadziban....
Selamat jalan teman. Doaku untukmu. Hari ini - di bulan Mei - bulan yang sama saat dia telpon aku dari Singapura. Itulah aku juga langsung teringat kerabat yang engkau menjadi perantara aku bertemu dengan orang luar biasa yang sudah diganjar dengan ca nasopharing dan akhirnya sembuh dan akhirnya memberi inspirasi bahwa sehat menjadi bekal dan modal untuk menjalani hidup.
Dalam situasi kesedihan mendalam akibat pandemi ini. Maka berita dirimu dhe Asih membuat aku juga merenung. Betapa umur manusia memang tidak pernah tahu. Dhe Asih, dirimu yang sudah berhasil mensupport dan mengarahkan mba berobat sampai sembuh dari Ca nasopharingnya, sementara dirimu lebih dulu mendahului dengan kasus lain.
Tapi aku yakin Allah Swt tetap akan memperhitungkan catatan dan inspirasi yang sudah torehkan dari hamba-hambaNya. Allah Swt sudah angkat penyakit dhe Asih di hari Ramadhan ini. .
Sekali lagi. Selamat jalan Dhe... innalillahi wa inna ilaihi rojiun...

No comments: