Friday, May 15, 2020

Gelombang Corona


Pandemi Corona ini datang bagai gelombang yang datang tiba-tiba menggulung apa saja yang di hadapannya. Corona ibarat tsunami. Apa saja yang dihadapannya akan hancur. Kesehatan, ekonomi, sosial bahkan politik.
Banyak hal yang juga dikuliti atau ditelanjangi oleh gelombang Corona. Mulai urusan pribadi sampai urusan bersama. Dalam hal ini urusan manajemen, organisasi bahkan leadership yang dalam suasana krisis ini layaknya sedang diuji.
Namanya juga gelombang besar bisa merusak pantai di depannya juga bahkan bangunan dan pohon disekitarnya. Dalam sebuah studi adapatasi pada perubahan iklim, supaya tidak merusak maka gelombang-gelombang ini akan dipecah dengan pemecah ombak. Penanaman mangrove diharapkan akan mencegah abrasi dan terpaan gelombang besar ke pantai dan penghuni di atasnya.
Bila diterapkan dalam kasus pandemi maka pemecah ombak dan mangrove adalah usaha-usaha pemberian bantuan sosial untuk mencegah bahaya kelaparan dan kesakitan akibatnya.
Satu hal juga yang penting bahwa untuk bisa bertahan bahkan berkembang dalam pandemi ini membutuhkan sumber daya manusia yang tangguh.
Jadi ingat saat pernah perjalanan dari laut Derawan ke Tarakan dengan ombak yang sangat besar maka hanya motoris (sopir speedboat) ulung sajalah yang bisa sukses menepi di pelabuhan Speed di Tarakan. Saat musim badai itu maka motoris harus pandai-pandai bagaimana saat harus melewati ombak dan gelombang besar. Speed akan cenderung "terbang" melewati gelombang dan mendarat juga di atas gelombang berikutnya. Aku sendiri sebagai penumpang tidak terlalu paham bagaimana cara melakukannya. Hanya saja aku berpendapat bahwa si motoris -dengan jam terbangnya- sudah terlatih bagaimana supaya tetap bisa survive di tengah hembusan angin kencang dan gelombang.
Ya nahkoda yang hebat lahir dari badai di lautan yang hebat pula. itu di level sopir/ nahkoda alias para pemimpin yang membawa nasib rakyat di dalam organsasinya. Bagaimana dengan leadershipnya dan ketrampilan mengemudinya akan berusaha membawa seluruh penumpangnya. Bila ombak terlalu besar sementara ketrampilan mengemudi tidak mumpuni maka saat melewati gelombang, maka speed bisa justru masuk ke dalamnya dan terseret arusnya.
Untuk level individu maka peselancar agaknya bisa menjadi role model nya. Peselancar memiliki nyali yang luar biasa. Menantang ombak besar dengan ketrampilan mengendalikan papan selancarnya. Keseimbangan badan menjadi salah satu kuncinya. Tentu peselencar berlatih sangat keras bahkan dalam cuaca panas menyengat di bawah matahari.
Para peselancar biasanya justru mencari tantangan pada pantai dengan ombak yang bagus. Seperti di Kuta Bali misalnya. Peselancar dalam masa pandemi seperti ini yang bisa mengubah kesulitan dan tantangan yang ada (physical distancing, work from home, study from home, kurangnya hand sanitizer. kurangnya APD mulai masker dan baju hazmat) menjadi peluang untuk tetap bergerak.
Hal -hal inovatif- lah akhirnya menjadi jawaban untuk semua hal itu. Penemu aplikasi untuk meeting atau pembelanjaran daring menemukan momentum booming usahanya justru saat ini. Juga para penjahit rumahan yang akhirnya beralih menjadi penjahit hazmat dan masker kain. Pembuatan aplikasi untuk belanja barang yang dulu jarang dijual online : kangkung, bayam, bamer, baput , tomat, gambas dll.
Juga para pemilik resto yang mengalihkan warungnya ke dapurnya dan melayani pesanan on line untuk tetap bisa menghidupi karyawannya. Seperti juga pemilik wedding organzer yang sepi job dan akhirnya mengalihkan ke pembuatan peti jenazah. Untuk yang terakhir sebuah terobosan yang luar biasa karena anti mainstream tetapi sekaligus juga menyedihkan. Dalam prediksi beliau pasti masih akan ada banyak korban sakit yang meninggl menjadi jenazah, dan keluarganya akan mengantre untuk beli peti mayat.
Apapun itu para peselancar dalam gelombang pandemi sudah menunjukkan keatifitas dan pantang menyerahnya. sebuah sikap positif yang wajib kita tiru. Bilapun belum bisa melahirkan inovasi dan berproduksi setidaknya kita bisa ikut untuk mendorongnya menjadi penggerak ekonomi umat dan masyarakat dengan membelinya atau dengan ikut mempromosikan atau bahkan menjualkan. Hal ini diyakini dapat menggerakkan rantai ekonomi yang sedang berjalan pelan cenderung mogok.
Arifin Arifin, Rosyidah and 7 others
8 Comments
Like
Comment
Share

No comments: