Corona datang mempengaruhi semua urusan kehidupan. Mulai pendidikan, dunia kerja, lingkungan, pariwisata, ekonomi, sosial, budaya, politik, hankam dan tentu saja kesehatan.
Corona sebagai wabah bahkan dalam skala pandemi pastilah merupakan urusan kesehatan. Banyaknya berjatuhan kasus positif dan kasus kematian yang terus meningkat setiap harinya. Sementara untuk kasus kesembuhan di negara kita sekarang memang sudah melampaui angka kematian "data resmi" yang dibacakan oleh pak jubir setiap 15.30 Wib itu.
Namun sebenarnya urusan kesehatan bukan hanya masalah itu saja. Tapi dibaliknya semua pilar sistem kesehatan juga terkena. RS mulai oleng dengan banyaknya SDM yang mulai kewalahan karena diantara mereka ada meninggal dan sakit. Jumlah mereka menjadi semakin tidak sebanding dengan jumlah kasus yang datang terus setiap harinya.
Terbatasnya sumber daya pendukung seperti APD standar bagi nakes menjadi kendala yang sangat serius. Saat kekurangan APD standar maka nakes selalu dalam bayang- bayang untuk tertular. Secara psikologis ini juga mempengaruhi mereka dalam bekerja.
Permasalahan yang membelit tenaga medis akan terjadi terus menerus sepanjang tidak ada sistem pendukung yang kuat khususnya dalam hal pengadaan APD.
Selama hanya mengandalkan bantuan atau donasi dalam pengadaannya maka kejadian ini diramalkan akan terus berjalan entah sampai kapan. APD adalah barang habis pakai ( kecualii tipe tertentu) yang pemakaiannya sangat fast moving. Setiap hari dibutuhkan oleh sekian orang dikalikan 3 shift jam tugas. Itu baru di satu tempat atau RS.
Maka tenaga medis yang tertular akan semakin banyak. Hari - hari ini kembali terdengar mereka yang kembali gugur dalam tugas. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Doa terbaik untuk mereka seorang dokter yang masih sangat muda di Surabaya dan Jakarta.
Walaupun di DKI sudah terlihat ada "penurunan" kasus tapi bisa jadi di beberapa daerah malah makin banyak. Karena kehadiran orang yang baru mudik dari daerah merah membuat kemungkinan penularan di daerah dan ujungnya peningkatan kasus di daerah.
Keberadaan alat pendukung test menjadi sangat penting, supaya kasus yang dicurigai lebih cepat diketahui konfirmasinya. Menurut beberapa dokter di lapangan maka keberadaan VTM sebagai pendukung pemeriksaan sangat terbatas. Akibatnya banyak suspek atau orang yang bergejala yang tidak bisa dibuktikan. Tentu saja kalau tanpa test maka kelihatan tidak ada penambahan kasus tapi sesungguhnya suatu ketika akan menjadi bom waktu.
Jadi tetap berhati-hati saat kelihatan kurva mengalami penurunan atau melandai. Sepanjang test dilakukan dalam jumlah normal maka itu kabar gembira. Tapi bila sebaliknya karena banyak keterbatasan saat pengetesan - akhirnya batal atau tunda- menjadikan kita masih harus banyak bersabar dulu.
Kendala lain masih cukup banyak. Ini baru 2 contoh kecil aja. Kenapa APD tenaga medis dan pendukung pemeriksaan yang dibicarakan ? Karena itulah yang paling terlihat dan paling banyak dikeluhkan khusus dalam penanganan covid 19.
Belum lagi untuk pelayanan yang selain covid 19. Hari ini ada berita bahwa ada "penolakan" terhadap pasien yang sakut lain. Aku kasih tanda quote & quote karena memang aku tidak tahu yang sebenarnya. Jika hal itu benar, dengan tidak bermaksud membela secara membabi buta maka memang menjadi serba salah tenaga medis saat ini.
Dengan keterbatasan APD standar maka menangani pasien dengan keluhan yang lain pun seolah jadi pikir-pikir karena banyaknya orang justru menyembunyikan gejala terkait covid-nya, seperti batuk, nyeri tenggorok dan panas. Beberapa kasus sudah terjadi di beberapa tempat. Akhirnya banyak sekali tenaga medis harus diisolasi. Apakah mereka tidak pakai APD ? Aku rasa tidak ada tenaga medis yang mau bunuh diri dengan tidak memakai APD.
Namun dengan keterbatasan APD maka bisa jadi yang dipakai substandard. Juga pada beberapa tempat yang asalnya bukan rujukan covid-19 sehingga mereka juga "tidak siap" seandainya ada suspek atau terkonfirmasi yang kesasar ke situ.
Khusus pasien mau melahirkan dari jarak agak jauh sudah terlihat dari perutnya. Namun tetap butuh APD lengkap juga karena beberapa ibu hamil terbukti positif covid juga.
Namun dalam kondisi semua daerah sudah merah atau menuju merah maka semua faskes termasuk pribadi dan swasta sekalipun harus ikut menyiapkan dirinya. Siap tidak siap ya harus siap ( hiks... susah ya).
Sebenarnya sangat manusiawi sekali saat ada perasaan takut. Apalagi ditambah gejala covid-19 yang menjadi semakin beragam. Ada yang stroke, ada yang gangguan penciuman dimana saat ini masih belum terwadahi dalam pertanyaan dialur yang ada.
Namun 'bertengkar' dengan masyarakat akan menjadi semakin memperparah kondisi nakes yang bisa jadi sudah burnout menghadapi stres kerja.
Menurutku, satu- satunya jawaban supaya mereka tetap kembali semangat adalah berikan mereka perlindungan dengan APD yang standar sesuai level tempat kerjanya.
Menurutku, untuk daerah merah, maka tetap dibutuhkan kewaspadaan yang lebih tinggi pada area UGD dan ruang resusitasi. Karena penularan sering juga terjadi saat kontak pertama. Juga poliklinik, walaupun tidak ada kegawatan tapi karena ada banyak orang tanpa gejala khas covid tetap harus waspada.
Hiks....kayaknya sudah tidak ada sudut yang aman sekali...artinya semua tenaga medis dan nakes di semua posisi menjadi rentan sekali tertular dimanapun bertugas.
What next ?
Yang jelas memang kendala ini harus diatasi atau dikendalikan. Oleh siapa ? Tentu saja oleh managemen RS/ puskesmas. Beserta seluruh makro sistem di atasnya. Dinas kesehatan kabupaten, dinkes provinsi dan ke atas terus sampai kementrian kesehatan. Ujungnya ya sampai yang tertinggi di negara ini.
Yang jelas memang kendala ini harus diatasi atau dikendalikan. Oleh siapa ? Tentu saja oleh managemen RS/ puskesmas. Beserta seluruh makro sistem di atasnya. Dinas kesehatan kabupaten, dinkes provinsi dan ke atas terus sampai kementrian kesehatan. Ujungnya ya sampai yang tertinggi di negara ini.
Kendali atas kendala akan menentukan bagaimana nasib nakes, nasib RS dan sistem.pelayanan kesehatan yang ada saat ini.
Menurutku pilar-pilar dalam sistem pelayanan kesehatan di faskes sudah mulai banyak yang kedodoran. SDM, farmasi dan pembiayaan kesehatan terdampak sangat parah . Dalam sebuah webinar terungkap bahwa sistem pembiayaan covid juga masih banyak PR di dalamnya terkait pencairan keuangan. Dalam hal yang terkait dengan bencana atau wabah maka pasti secara faktual akan berbeda dibanding normal. Ini salah satu potensi kehebohan tersendiri pada waktu- waktu mendatang ditengah makin sulitnya kondiai keuangan RS.
Dalam hal ini poin yang aku mau sampaikan adalah bahwa ada konsekuensi sebuah sistem dimana kemacetan di sebuah titik akan mepengaruhi di titik berikutnya.
Sebuah problem di hulu pasti akan menyebabkan problem di hilirnya. Permaslahan akan "mengalir" dari yang paling atas sampai ke bawah. Yang terbawah adalah nakes yang berhadapan langsung dengan pasien dan masyarakat.
Maka ujungnya nakes akan berbenturan dengan masyarakat. Sehingga suport dari pemegang kebijakan dalam pengadaan APD standar dan semua hal terkait 3 T ( test, trace dan treat) menjadi yang paling ditunggu oleh para nakes
Hari- hari ini para nakes dan keluarganya selalu harap- harap cemas akan kesehatan dan keselamatannya. Karena sesungguhnya mereka juga butuh aman dan selamat.
Jika sekarang dinyatakan bahwa nakeslah yang paling salah dalam pemakaian APD sehingga banyaknya korban meninggal dari kalangan medis maka perlu juga dirunut ketas. Apakah memang APD yang standar tersedia ? Apakah harganya wajar ( ini berkaitan dengan swasta atau pribadi yang harus menyiapkan dengan their own Budget & money).
Intinya ada kendala. Sudah terlihat dan tercatat. Saatnya giliran data terkait kendala disalurkan ke atas. Karena para pengendali ada di sana. Tinggal ditunggu realisasinya. Sambil terus berharap semoga corona segera berlalu. Aamiin
No comments:
Post a Comment