Dulu saat masih sering masuk ke bank pemerintah ada istilah M*****i prioritas, sebuah ruangan yang terpisah dari yang regular. Ruangan ini sengaja diberikan khusus bagi nasabah “kakap”, supaya dapat akses langsung – tidak perlu antri panjang seperti nasabah regular.
Mereka mengganggap jika nasabah besar ini tidak didulukan maka bisa jadi mereka akan “lari” karena kelamaan menunggu. Mereka –para nasabah besar- perlu diberikan akses langsung karena mereka memang menjadi prioritas. Prioritas menurut KBBI berarti hal yang didahulukan daripada yang lain.
Memang dalam dunia sekarang acapkali yang besar secara capital yang didulukan. Di bank ada istilah nama bank ditambah prioritas. Di dunia penerbangan ada juga kelas bisnis yang dipisahkan dari yang ekonomi. Tempatnya di depan, termasuk toilet-nya. Di dunia perkeretaapian ada juga kelas eksekutif, bisnis dan ekonomi. Aku rasa memang hal-hal seperti ini tidak dapat ditinggalkan. Mereka mendapatkan apa yang sudah diusahakan. Bila sama rata sama rasa itu beda lagi urusannya, karena cenderung ke ideologi sebelah.
Memang dalam situasi seperti sekarang ini yang menjadi masalah adalah saat terlalu njomplangnya antara si kaya dan si miskin. tapi mari lupakan sejenak itu semua.
Prioritas agak berbeda dengan istilah skala prioritas. Dalam hal skala prioritas maka yang dibicarakan adalah ukuran suatu kebutuhan yang tersusun dalam daftar berdasarkan tingkat kebutuhan seseorang. Tentu saja dimulai dari kebutuhan yang paling penting (utama) sampai kebutuhan yang bersifat bisa ditunda pemenuhannya. Skala prioritas dibutuhkan karena ada keterbatasan sumber daya serta cara kita menjangkaunya.
Begitupun dalam masa pandemic – sebuah masa sulit yang dirasakan oleh hamper semua orang pada semua sektor maka perlu ditetapkan skala prioritas. Dalam masa pandemic yang belum jelas kapan berakhirnya maka harus disusun skala prioritas saat ini.
Dalam level apapun maka menurutku urusan kesehatan dan nyawa menjadi yang pertama baru ke masalah lain. Sosial, ekonomi, dan urusan yang mendukungnya menjadi urusan berikutnya.
Dalam skala rumah tangga bukan hal yang " terlalu mudah" untuk menentukannya. Namun juga bukan hal yang "terlalu sulit" pula. Hanya dibutuhkan juga ilmu pengetahuan juga sebagai input- nya.
Saat ini maka konsentrasi dan prioritasnya adalah bagaimana menjaga kesehatan, keamanan dan keselamatan keluarga menjadi prioritas utama dulu. Dalam hal ini maka konsentrasi keuangan dan semua hal berada di sana.
Saat awal pandemi menyebabkan semua orang sibuk cari info terkait virus baru ini. Sebagai kelanjutannha dari info tersebut maka menghadirkan keputusan untuk penegasan "prosedur" bagaimana menghadapi si virus pada level rumah tangga.
Dalam hal akhirnya diputuskan untuk penyediaan barang atau bahan yang terkait pencegahan si Corona ini. Masker, hand sanitizer serta disinfektan. Dengan berbagai drama maka masker, hand sanitizer dan desinfektan akhirnya dapat. Untuk masker ada beli masker kain teryata dapat yang 1 ply, Beli lagi yang 2 ply dengan kantong di dalamnya sehingga bisa diisi kain lagi atau tissue. Ada juga yang bikin sendiri 3 ply, nyontek dari youtube. Ada masker bedah juga tapi saat itu masih dengan harga yang sangat tinggi.
Khusus pembersih tangan, bila hanya di rumah cukup dengan sabun biasa saja dan air mengalir. Hand sanitoizer dapatnya belakangan dan dipakai saat ada aktifitas keluar rumah aja. Untuk desinfektan, dapatnya juga belakangan.
Lanjut masih urusan kesehatan maka makanan –sebagai pembangun imun- yang menjadi perhatian. Sebenarnya hal ini bukan setelah masker selesai tapi disiapkan secara simultan. Namun karena sifatnya yang bersifat rutin maka tidak perlu persiapan khusus. Alokasi banyak diberikan porsinya pada sayur dan buah sebagai asupan vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan tubuh.
Akhirnya prioritas berikutnya adalah internet. Bukan apa, karena memang kami keluarga nakes maka penginnya dapat update –an berita yang terus menerus, Memang mengetahui secara awal termasuk yang ngeri-ngeri adalah bagian dari persiapan mental kami. Mungkin ni beda untuk setiap keluarga ya. Aku termasuk yang tidak setuju berita yang “dibagus-bagusin_ untuk “ngademin ati”. Karena akan menimbulkan abai. Bagiku, berita apa adanya biar bisa bersiap. Tapi ya untuk kesehatan mental kami maka tetap harus ada sesuatu yang menjadi sandaran. Berbagi dengan keluarga lain, dengan teman sejawat di grup dan tentu saja berdoa pada Sang Maha Pengatur.
Oh ya kalau grup sejawat, jangan Tanya lagi bagaimana seremnya cerita-cerita tentang COVID-19. Karea rata-rata temanku adalah pejuang di garis depan, sehingga cerita apa aja ada. Tapi memang karena arus informasi sedemkiian banyak tetap tidak semua grup aku ikuti.
Dalam suasana yang sudah mulai stabil arus informasinya maka prioritas berikutnya adalah mencari informasi perkembangan terbaru Covid ini. Mungkin beberapa pandangan cukup menarik terkait lama pandemic dan khususnya efek terhadap ketahanan pangan kita. Masuk akal sih, apalagi ada kemungkinan imbas dari Covid -19 serta fenomena kemarau panjang akibat perubahan iklim yang akan mempengaruhi ketersediaan bahan pangan. Jadi prioritas juga saat ini untuk mulai memitigasi kesulitan bahan pangan dalam skala besar.
Menyitir dari dr. Tifa - yang awal menyerukan lockdown- maka perlu ada penyiapan makanan pengganti beras. Untuk level negara yang kebutuhannya sangat banyak maka bisa jadi akan terjadi kelangkaan. Yang butuh makan lebih banyak dari bahan pangan. Sedangkan banyak negara penghasil beras yang biasanya kita impor juga pasti sedang konsentrasi untuk menyiapkan pangan bagi warganya dulu sebelum diekspor
Rumah tangga juga sebenarnya juga bisa ikut berperan dalam membangun ketahanan pangan. Khusus tahap awal aku berusaha untuk merencanakan lebih baik dalam hal konsumsi. Berusaha meminimalkan sisa konsumsi karena di luar sana banyak sekali orang yang sedang kekurangan. Sebisa mungkin menghabiskan makanan yang ada. Manajamen bahan pangan rumah tangga juga perlu dipelajari. Karena jujur seringkali masih abai dengan hal-hal seperti ini.
Untuk tahap berikutnya sebaiknya ikut nyoba –nyoba memanfaatkan lahan yang ada. Wow, sebuah ide besar, yang membutuhkan kerja ekstra. Tapi memang selama ini baru menanam tanaman yang bisa dimanfaatkan hanya sebagai tambahan saja. Bukan tanaman makanan pokok. Dari halaman rumah sudah dihasilkan sereh, kunyit, daun pandan wangi, daun jambu, daun pepayaa yang pernah diambil manfaatna secara langsung.
Khusu tanaman pangan seperti umb-umbian maka sebenarnya sangat mudah dibudidayakan. Cuma belum juga dimulai. Waktu kecil kami –dengan teman sekampung- nyari ubi rambat ( muntul dalam baasa Banyumas) pada sawah yang sudah selesai dipanen. Kami nyari sisa-sisa muntul itu. Seringkali masih nemu juga. Itu yang tidak terambil oleh petaninya. Aku membayangkan relative sangat mudah membudidayakan sih. Tapi masih ragu dengan banyaknya daun yang akan kemungkinan menimbulkan semak. Masih belum sampai ke sana.
Prioritas ke empat adalah tetap berusaha berbagi dalam kondisi keterbatasan ini. Selain hal tersebut maka aku sangat mendukung banyak gerakan yang punya tujuan supaya jangan sampai kelaparan. Gerakan #semua bisa makan dari URS dan Gerakan menengok tetangga juga sangat bagus.
Berbagi menjadi tameng karena akan meningkatkan imunitas tubuh. Untuk mekanismenya karena sesuangguhnya dengan berbagi maka akan muncul rasa bahagia. Bahagia inilah yang bisa menjadi mood booster dan karenannya imun menjadi naik.
Berbagi menjadi tameng karena akan meningkatkan imunitas tubuh. Untuk mekanismenya karena sesuangguhnya dengan berbagi maka akan muncul rasa bahagia. Bahagia inilah yang bisa menjadi mood booster dan karenannya imun menjadi naik.
Wallahualam bishawab
No comments:
Post a Comment