Thursday, July 2, 2020

Berubah atau Punah



Melihat hampir setiap hari terdapat korban jiwa dari kalangan nakes dan tentu juga non nakes maka data ini sekilas memperlihatkan bahwa pandemi ini masih jauh dari kata usai.
Alih-alih usai bahkan di banyak daerah masih menanjak, belum menurun ataukah melandai. Ledakan kasus kemungkinan bisa akan terjadi hampir di setiap harinya. Yang ada secara nasional kasus dalam sekian hari hampir pasti menunjukkan penambahan yang cukup banyak.
Bila ratio tes dengan jumlah penduduk ditingkatkan maka ada potensi untuk terjadinya peningkatan angka yang signifikan sekali akan terjadi.
Bila data yang ada seperti ini gambarannya tetapi justru terbalik situasi di masyarakat. Mereka terlihat sudah sangat santuy - untuk tidak memakai istilah abai. Memakai masker bila ada petugas saja, sudah beraktifitas yang bergerombol dan tidak jaga jarak. Bahkan sudah ada yang dangdutan segala.
Dalam situasi terlalu ramai maka susah untuk menerapkan protokol kesehatan. Maka tunggu saja sampai 14 hari ke depan apakah kira - kira akan ada pertambahan kasus bila tetap tidak mau berubah (artinya tidak melihat bahwa pandemi ini akan banyak mengubah cara pandang dan perilakunya). Yaitu dalam arti tetep umpel- umpelan, tidak jaga jarak, tanpa masker dan cuci tangan.
Dalam kondisi ini maka berlakulah apa yang sering disebut berubah atau punah. Mungkin terdengar agak ekstrim. Tapi kenyataannya memang demikian. Bahwa saat ini bila tidak berubah yang berarti bisa mengikuti cara dan kebiasaan "baru" maka kemungkinan akan infeksi dan ada potensi untuk meninggal. Mungkin istilah punah untuk nyawanya.
Sayangnya memang belum banyak yang sadar akan hal ini. Bila melihat data yang ada dalam sekian hari terakhir maka terlihat bahwa daerah dengan kasus yang tinggi maka nakesnya juga akan kalah duluan. Pertambahan kematian dokter, perawat dan bidan terasa sekali di daerah Jatim - sebagai juara dalam beberapa waktu ini.
Bisa di search ada beberapa faskes yang tutup gara- gara sebagian besar nakesnya terjangkit. Terinfeksinya nakes dan tutupnya faskes adalah hal yang sebenarnya bisa diprediksi akan terjadi saat kasus terus menerus ada bahkan bisa jadi melampaui kapasitas faskes yang ada.
Nakes adalah ibarat jantung bagi faskes. Walaupun katanya era induatri 4.0 tetap nakes belum tergantikan oleh robot atau komputer dalam hal ini.
Pandemi Corona saat ini benar- benar menguji segala hal pada kita semua baik sebagai indivudu, masyarakat maupun sebagai sebuah bangsa.
Hanya yang kuat yang akan keluar menjadi pemenang pada akhir pertarungan ini. Walaupun data real dari sebuah RS di Surabaya juga menunjukkan kondisi yang sebaliknya. Bahwa ada data pasien yang meninggal jauh lebih banyak jumlah nya pada pasien tanpa komorbid atau tanpa penyakit awal. Bisa dipastikan bahwa ini biasanya adalah pasien dalam muda usia. Komorbid biasanya akan mengikuti seiring penambahan umur.
Namun dalam hal ini terlihat bahwa terlihat "kuat" secara fisik bukan satu- satunya penentu untuk tidak menjadi korban. Harus diingat ada faktor eksternal yaitu jumlah virus yang masuk dan tentu saja virulensi alias keganasannya. Ini adalah faktor yang diluar kemampuan manusia.
Artinya pandemi bisa menjadi " ayakan" atau alat penyaring yang sangat dahsyat. Akan terlihat kapasitas asli dari si individu tanpa efek asesoris yang disandangnya.
Betapa pandemi bukan hanya sekedar menyaring status kesehatan individu namun juga pada sifat - sifaat kemanusiaan dan semua hal yang terkait kualitas diri. Ayakan ini berhasil memisahkan antara pasir kali dengan emas. Hal - hal yang tidak terduga laiknya goncangan saat ayakan di sungai - sungai daerah penghasil emas difungsikan. Ayakan akan digerakkan, diputar-putar secara terus menerus oleh si penambang emas tradisional dan hasilnya adalah emas akan terpisah dengan sendirinya dari pasir.
Pandemi dengan segala dampaknya telah berhasil memisah mentalitas kita semua termasuk pemimpin yang ada. Bagaimana jiwa leadership apakah akan mampu membawa keluar dari krisis ataukah makin tenggelam bersama krisis itu sendiri.
Termasuk pada masyarakat apakah pandemi makin positif ataukah makin negatif dalam berpikir dan bertindak.
Adalah pandemi yang berhasil memaksa kita untuk merenung lebih dalam, melihat ke dalam bagaimana kualitas kita sebenarnya. Apakah kita orang yang akan lebih baik, tetap atau malah justru lebih buruk daripada sebelumnya.
Pilihan ada pada tangan kita sendiri. Namun demikian tetap berkeyakinan bahwa tiada daya dan upaya selain dari pada ketentuan Allah swt - Sang penggenggam alam semesta raya dan semua rencana.
Semoga dimampukan untuk mengambil hikmah dan ibrah di balik semua yang terjadi saat ini dan menjadikan "new angle" Tidak boleh ada kesombongan sekecil apapun, karena kita sebenarnya sangatlah lemah.. Walahualam bishawab

No comments: