Tuesday, July 14, 2020

Jangan Salah Ambil Musuh !


Pagi ini, tak terasa ikut mbrebes mili saat mengikuti prosesi penghormatan terakhir -lewat daring- bagi seorang dokter residen di RSUD dr. SOETOMO yang meninggal tadi malam. Dokter residen ke sekian yang wafat di surabaya sebagai korban pandemi Covid dan menduduki urutan ke sekian sebagai dokter di Indonesia .
Kesedihan itu makin terasa karena kayaknya belum ada titik terang akhir pandemi khususnya di sini. Entah kebetulan atau tidak pagi ini cuaca Surabaya mendung dan bahkan gerimis kecil setelah sekian lama sudah tidak hujan. Hal ini membuat suasana semakin muram dan memilukan.
Aku percaya, bahwa para nakes pasti akan tetap berusaha sekuat tenaga untuk menjaga sistem imunitas tubuh masing-masing - sebagai pertahanan terakhir untuk melawat ganasnya "ovid-19. Tapi bisa jadi dalam benak para nakes sekarang akan tetap terbersit " entah masih berapa banyak rekan- rekan kami yang akan menyusul. Bisa jadi kita sendiri yang akan jadi korban berikutnya". Tentu saja, sangat manusiawi sekali.
Dokter tetaplah manusia biasa sebagaimana para pasien yang dirawatnya. Dokter bukanlah manusia super yang kebal Corona. Tubuh dokter butuh asupan cukup dan bergizi serta butuh istirahat yang cukup pula ataupun libur dan me time sebagai pelepas stress.
Tapi dalam masa seperti sekarang ini memang yang biasa saja bisa jadi menjadi hal yang tergolong "mewah" dan sulit terwujud.
Dokter dalam beberapa bulan ini berada dLam kondisi yang stres tinggi baik fisik dan psikis. Bagaimana giliran jaga yang tetap bahkan bisa jadi makin sering - karena semakin banyak yang sakit dan harus diisolasi. Secara psikis juga banyak sekali "tekanan eksternal" seperti suara sumbang tentang dokter yang menjadi pelampiasan distrust masyarakat pada sistem yang sedang berjalan dalam hal ini pengelolaan pandemi. Juga bisa jadi karena policy baik langsung atau tidak langsung yang memposisikan mereka menjadi sangatlah rentan.
Khusus Jatim dan Surabaya - daerah dengan kematian nakes terbesar - ayolah...bersatu padu dalam melawan wabah ini.
Jangan keliru memposisikan satu dengan lainnya sebagai musuh. Padahal jelas- jelas common enemy nya sama yaitu COVID -19. Bukan yang lain. Bila salah mengidentifikasi musuh maka amunisi dan energi akan terhambur tidak jelas. Bila terus begini maka dapat dibayangkan bagaimana dalam bulan - bulan ke depan resources makin menipis, dan ujungnya akan lebih menyedihkan.
Jangan ...jangan sampai ke sana ! Itu harapannya. Tapi mensimulasikan hal itu menjadi WAJIB sebagai alert. Harus ada peta jalan untuk menghambatnya. Mungkin sedikit terlambat saat kondisi sudah sedemikian rumit. Tapi setidaknya untuk sesuatu yang baik tidak ada salahnya.
Dalam hal krisis memang leadership menjadi kunci segalanya. Semua sebenarnya sudah pada qatam secara teori. Saatnya menerapkan. Bisa jadi butuh mundur satu dua langkah untuk ancang- ancang melompat lebih jauh.
Bila semua pihak saling menurunkan ego maka menjadi hal yang ditunggu oleh semuanya. Berbagai kajian sudah dilakukan. Banyak pakar sudah urun rembug. Hanya perlu penyempurnaaan sedikit di sana sini mungkin seperti masalah sosiologi, psikologi masyarakat dan sebangsanya.
Aku sih berpikir, apa yang bisa dilakukan selain kita mencoba mematuhi protokol kesehatan ya ? Tibalah pada kesimpulan bahwa mungkin hanya doa saja yang bisa mendorong semuanya.
Ayo masyarakat Jatim dan Surabaya - termasuk yang kost, kontrak, numpang, domisili sementara- doakan para pemimpin kita. Semoga diberikan kekuatan, ketabahan dalam mengawal pandemi ini. Bersedia mendengarkan masukan- masukan baik untuk perbaikan selanjutnya dari manapun dan sepahit apapun.
Ayo Rek berdoa buat kota kita, provinsi kota dan negara kita. Teutep untuk diri sendiri dan keluarga ya Rek!
Al Fatihah...

No comments: