Saturday, August 1, 2020

Belajar Penyikapan Terbaik dari Berhaji Saat Pandemi


Beredarnya cuplikan video dan banyak foto- foto para jemaah haji membuat baper banyak orang. Pasalnya banyak negara beserta penduduknya tidak bisa beribadah karena sebab pandemi ini.
Pandemi memaksa jamaah haji yang boleh berada dalam 1 lokasi yang sama hanya dalam 10 rb saja. Padahal biasanya Armina - Wukuf di Arafah sebagai puncak ibadah dan Lontar Jumrah di Jamarat Mina- adalah momentum berkumpulnya semua bangsa bisa mencapai sekitar 2 juta manusia. Memang hanya manusia "terpilih" sajalah yang bisa ikut dalam ritual haji saat pandemi sekarang ini.
Haji sekarang ini sangatlah istimewa. Bermasker dengan menjaga tetap menjaga jarak antara satu dengan yang lain. Saat tawaf - mengelilingi kakbah dengan berlawanan dengan arah jarum jam - sudah ada penanda untuk tetap jaga jarak antara kanan dan kirinya antara satu orang dan orang lain laiknya lintasan atletik di stadion olahraga. Sementara antara dwpan dan belakang maka di depan jamarat juga sdh ada tanda kaki tempat berdiri antara satu orang dengan yang lain. Pada saat tawaf maka sebagian juga memakai payung - yang menurutku dipakai untuk tetap menjaga jarak antara satu orang di depan dan di belakangnya.
Dalam kondisi ini, aku merasa bahwa betapa agama Islam benar-benar menerapkan adagium menghindari mudharat lebih baik daripada mengambil manfaat. Sesuatu yang menempatkan kehidupan manusia dalam tempat sebaik- baiknya.
Pandemi Corona saat ini dalam kacamata sebagian orang adalah konspirasi bahwa virus itu buatan. Pendeknya man made disaster akibat senjata biologi. Namun Islam - yang ditunjukkan oleh otoritas penyelenggara haji pemerintah Arab Saudi - benar - benar luar biasa. Dengan tetap mempertimbangkan hal- hal yang terkait wabah - sesuatu yang pernah terjadi di jaman sahabat dulu.
Bahwa wabah ini tetap dalam pengetahuan Allah swt dan sudah menjadi ketetapan Nya. Sehingga penyikapan terbaik menjadi sesuatu yang sangat masuk akal - lepas apapun isu yang melingkupinya.
Secara nyata dan kasat mata bahwa korban virus sudah berjatuhan, walaupun virusnya sendiri hanya kelihaatan dengan mikroskop elektron. Sehingga apapun isu tentang virus di luaran tetap membuat otoritas penyelenggara haji menanggapi dengan hati- hati.
Bahwa pengurangan besar- besaran jumlah haji yang hanya 0,5 % dari total biasanya jika dalam angka 2 juta manusia merupakan "kerugian" besar jika dihitung eecara ekonomi. Berapa penurunan dan kehilangan potensi ekonomi dari toko oleh-oleh di sekitaran masiid Nabawi, masjidil haram dan semua tempat- tempat ziarah lainnya.
Berbagai jenis kurma, olahan kurma, buah zaitun, madu arab, minyak zaitun, buah - buahan lain seperti delima, apel, jeruk dll, terkena imbasnya. Berbagai produk sajadah dan karpet, berbagai handycraft dari Turki dan China, sajadah, baju muslim, juga emas- emas kuning dan putih pasti juga terkena dampaknya.
Tapi tampaknya pemerintah Saudi sangat rasional. Tetap menomorsatukan kesehatan di atas semua. Dalam kondisi darurat maka justru semua "mengacu" sama urusan jiwa dan nyawa manusia. Masyaallah.
Bukan berarti bahwa dalam area tanah suci maka akan seenaknya meninggalkan protokol kesehatan. Mungkin bagi sebagian besar orang akan berpikir " toh dalam tempat signal terbagus dan terdekat dengan "provider" atau dalam hal ini allah swt maka boleh saja kita tidak mematuhi syarat dan ketentuannya - dalam hal ini tidak mematuhi protokol kesehatan. Tetapi justru dalam kepatuhan yang tinggi kepada Allah swt tanpa mengabaikan apa - apa yang menjadi " keputusan manusia". IMHO tentu ini tidak lepas dari hal- hal yang menjadi karakateristik dalam memilih hal- hal yang menjauhi mudharat daripada hal - hal ada manfaatnya.
Masyallah. Betapa agama memang menjadi solusi bagi semua permasalahan yang ada. Agama menjadi rujukan apa saja bagi semua hal, termasuk urusan wabah ini.
Saat otoritas agama juga "mendengarkan " science tentu khususnya urusan wabah dengan kedalaman fatwa - fatwanya maka sesungguhnya inilah perpaduan dahsyat, yang membuat malu hati ini. Beberapa orang khususnya seringkali mengagungkan hanya science saja yang kelihatan lebih modern dan kekinian. Atau cenderung hanya percaya pada agama tetapi dengan pengetahuan dan pemahaman yang masih superfisial.
Itulah yang melahirkan orang ignorance pada saat wabah ini saat dengan gegabah berani menantang " sunatullah" tentang kejadian sakit karena interaksi antara tubuh sebagai host dan agent dalam hal ini adalah virus yang nebyebabkan ketidakseimbangan biologis saat virus lebih kuat atau lebih banyak dibandingkan dengan kekuatan imunitas manusia. Bahasa ilmiahnya Viral load ( jumlah vitrus ) dengan strain tertentu yang lebih ganas akan bisa menyebabkan paparan yang berujung sakit dan berpotensi meninggal.
Saat tawakal kepada allah ( berusaha dan kemudian berpasrah) adalah penyikapan terbaik saat menghadapi semua hal. Tetap berusaha dalam kerangka manusia dan tetap yakin bahwa apapun dalam pengetahuan dan ketentuan allah swt. Hal terakhir itulah yang disebut sebagai qadarullah ( takdir allah) , hikmah yang bisa diambil saat sesuatu sudah terjadi. Sebuah cara tercerdas saat menghadapi apapun problem manusia.
Inilah hikmah terbesar peristiwa haji saat pandemi. Aku membayangkan juga bahwa tetap tim medis bersiap sedia menjaga semua kemungkinan yang tetap terjadi. Saat 17 tahun yang lalu saat ikut mengawal ljamaah calon hati Tarakan aku membuktikannya sendiri saat pernah sekali merujuk pasien ke RSAS di Jedah saat mau pulang disamping disemua tempat persinggahan ( Mekah, Armina. Madinah) yang masih ditangani oleh petugas kita ( BPHI = Balai Pengobatan HAJI Sebuah Indonesia).
Pasien jamaah haji itupun mendapat perlakuan yang sangat baik di RSAS itu. Baju langsung diganti dengan baju RS dan diberikan tindakan dengan sangat cepat.
Dalam pengalaman berkunjung kembali ke tanah suci tahun 2020 ini aku berkesempatan menengok fasilitas gawat darurat di bagian bawah tower zam - zam di sebuah hotel. Saat ke sana - kebetulan ada orang Indonesia yang dirawat di ICU sana dan diminta untuk "melihatkan" kondisi Bapak itu.
Aku melihat dengan mata kepala sendiri betapa baiknya mereka memperlakukan tamu Allah tersebut yang asalnya sedang umroh tersebut. Aku sempat meyakinkan pada keluarga bahwa menurut hematku bahwa pasti beliau akan mendapat pelayanan yang luar biasa sembari mengingat saat 16 tahun sebelumnya. Ada jawaban bahwa itu kalau haji tapi beda saat umroh. Akhirnya pendek kata bahwa pasien mendapat perlakuan dengan sangat baik saat semua permasalahan menjadi clear karena kesalahpahaman yang terjadi sebelumnya terselesaikan. Alhamdulillah... aku ikut menyaksikan dan sedikit merasakannya prosesnya. Walaupun akhirnya pasien meninggal di sana tetapi keluarga sudah sangat ridho.
Jadi tindakan- tindakan ini memang bukan sebuah lips service dari otoritas tetapi dengan segenap kesadaran. Tetap jernih menetapkan bagaimana prioritas yangvseharusnya diambil. Bukan hanya ekonomi atau prosesi hajinya saja. Tetapi semua dipadukan dengan kesehatan sebagai panglima tanpa meninggalkan urusan syari nya. Masyaallah..
Harapanku sih, ini membuka mata dari para penganut teori- teori yang ujungnya mengabaikan hal kesehatan sekarang ini dengan berbagai alasan
Ayolah, apalah kita ini dibandingkan para jamaah yang terpilih ini. Jadi berikan penyikapan terbaik saat menghadapi wabah. Tetap bermasker, jaga jarak, CTPs dan tetap jaga imunitas tubuh. Bukan petantang petenteng merasa paling kebal dan paling tahu semua isu tentang pandemi.
Wallahualam bishawab...

No comments: