Saturday, August 1, 2020

Saat Menjenguk si Sakit Secara On Line



Status orang di media sosial yang berbagi informasi tentang pengalaman beliau terkena covid ditanggapi sangat beragam.
Sebagian mendoakan dan ikut prihatin dengan sakitnya. Tidak sedikit yang berterima kasih karena mendapat pencerahan dan bisa ikut " "merasakan" dengan membayangkan bagaimana kronologisnya dari hari ke hari. Yang memperihatinkan justru banyak yang komentarnya yang sangat tidak elok.
Bila dianalogikan dalam dunia nyata, maka pengunjung akun adalah layaknya orang yang sedang nengok orang sakit di rumahnya. Pengunjung laman adalah ibarat "tamu".
Ada hal menarik dalam hal ini jika bertamu secara off lain tapi berucap kurang baik sama tuan rumah khususnya keadaan sakitnya, menurutku sangat tidak pantas. Tapi hal ini tampaknya tidak terlaku berlaku di dunia maya.
Tapi kepantasan di dunia maya memang menjadi sesuatu yang langka dan sangat relatif. Oke lah kalau bukan urusan badan nyata pemilik akun.
Saat ini semua2 ditanggapi dengan pro kontra. Bukan hanya pola pemikiran, ide atau tingkah laki nyeleneh. Atau oke lah kalau isu- isu yang urusannya memang urusan publik, kebijakan yang menyangkut banyak orang, dan urusan publik lain.
Tapi sekarang merambat ke hal - hal terkait tubuh dan badan si pemilik akun.
IMHO kalau urusan sakit, bagusnya ya doakan saja. Tidak perlu caci maki atau sumpah serapah juga.
Mungkin ini karena sakitnya Covid maka yang menganggap pro konspirasi untuk covid menyatakan dan menanyakan hal hal tidak pantas menurutku. Di bayar berapa untuk menyatakan ini ? Kok begini begitu yang intinya malah kesan "mengolok" si sakit.
Sedih sih melihat begini. Betapa rasanya empati sudah sangat sulit ditemukan saat ini. Ya memang aku melihat saat covid naik 100.000 maka masyarakat justru makin abai.
Saat 2 hari lalu saat mau beli bahan makanan aku melihat di sebuah warkop ternyata ramai banget. Dari sekitar 20 s.d 30 agak berdesakan maka yang aku lihat pakai masker dengaan bener hanya 1 mba- mba. Yang lain no mask. Aku memperhatikan karena gara - gara jalan ditutup aku balik lewat warkop tadi.
Sikap-sikap abai yang bilang bahwa covid nggak ada atau hanya rekaan mungkin karena memang belum melihat orang dekatnya mengalami. Tapi tidak perlu sebenarnya kita sendiri atau orang dekat kita yang kena tapi pasti bisa membaca bahwa banyak sekali kehilangan beruntun dalam sebuah keluarga. Cukup membaca dari banyak sumber.
Yang di Madura 4 nakes dalam 1 keluarga. Jhga di Surabaya ada yang kehilangan ibu, bapak dan kakak serta calon keponakan. Di banjarmasin dan banyak lagi yang lain.
Covid itu nyata. Di sini dalam arti kepentingan kita adalah hanyalah menghindar dan berusaha tidak tertular.
Mencerca orang sakit karena tertular Covid 19 sangat tidak pantas. Lagi - lagi kata pantas yang aku pakai. Memang relatif. Tapi sangat bisa dirasakan walaupun mungkin agak sulit dijelaskan.
Karena memang saat menengok orang sakit menurut ajaran adalah mendoakan, dan saling mengingatkan bahwa tetap harus ingat sang pencipta (ceramahnya UAS), bahkan bila perlu bisa bawakan alat ( baca : debu bersih) untuk tayamum. Ini tentu untuk kasus yang tidak semenular covid ya. Atau saat pra dan pasca pandemi.
Dalam dunia maya mungkin juga perlu "adab" menengok laman orang yang sedang sakit. Tidak ada yang mengharuskan kita mengunjungi laman seseorang. IMHO, jika kita mau mampir silahkan, karena tidak larangan juga. Tapi komentarlah yang bijak. Jangan sampai menyebabkan komentar kita malah terkesan nyinyir dan menghakimi si sakit dengan sesuatu yang belum tentu benar adanya. Kayaknya perlu ada tutorial menengok laman si sakit. Bukan hanya menengok off line tetapi juga on line...
Semoga yang sedang sakit segera disembuhkan. Yang sehat tetap mengupayakan protokol kesehatan. Yang meninggal diberikan tempat terbaik di sisi Allah swt.aamiin YRA.

No comments: